Entah kenapa perasaan Aya tidak enak sedari sore tadi. Malam ini ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia gelisah di tempat tidur. Ia membolak-balikan badannya berulang kali.
Ara yang merasakan beberapa kali gerakan Aya, terbangun karena penasaran dan terganggu. Dilihatnya jam yang ada di samping tempat tidurnya. Saat ini menunjukkan pukul 11.27 malam. Ia lalu bangun dan duduk menghadap Aya yang saat ini sedang membelakanginya. Ia melihat Aya, lalu memegang bahunya dan bertanya "kamu kenapa Ay? Sakit kah?".
Aya yang mendengar Ara segera membalikkan badannya dan memandang ke arah Ara yang posisinya sudah duduk di sampingnya.
Ayapun bangun dan duduk menghadap Ara. "Aku nggak tau kenapa, perasaanku kok nggak enak ya mas. Sudah mulai sore tadi." Jelas Aya dan Ara menyelipkan rambut Aya yang berhamburan di sekitaran pipi kanannya ke belakang telinganya.
Ia melihat wajah istrinya itu seperti sedang kalut dan berkeringat. Ia menyeka keringat di dahi Aya dengan telapak tangannya. Lalu ia menarik Aya ke pelukannya dan memeluknya erat sembari menenangkannya.
"Sudah sudah, enggak ada apa-apa kok. Mungkin kamu kecapean makanya susah tidur, jadinya kepikiran dan buat perasaan kamu enggak nyaman."
Aya yang berada di pelukan Ara, hanya diam merasakan kenyamanan bersandar di dada Ara. Baru kali ini ia merasakan kenyamanan dan kehangatan dalam pelukan suaminya itu. Selama ini ia selalu berontak apabila Ara memeluknya, sehingga membuat Aya tidak pernah merasakan apapun.
Ara membelai rambut Aya dan mengecup keningnya. Dilepaskannya pelukannya dan ditatapnya Aya yang juga menatapnya. Diciumnya bibir Aya secara perlahan. Sempat ia berharap Aya akan membalas ciumannya, namun ternyata tidak.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ara setelah selesai mencium ringan Aya. "Apa kamu ada masalah? Sehingga membuat kamu tidak enak rasa." Tanya Ara lagi. Ia berharap bisa membantu istrinya. Agar istrinya pelan-pelan bisa bergantung kepadanya.
Aya menggelengkan kepalanya. Ia merasa tidak memiliki masalah sehingga menjadi beban pikirannya. Ia juga bingung, apa yang sedang dirasakannya saat ini. Hanya saja ia merasa tidak nyaman, tidak enak rasa.
"Aku nggak tau mas." Jawab Aya. Entah kenapa, apa yang mendasarinya, Aya lalu kembali bersandar di dada Ara mengharap pelukan hangat dari Ara. Ara terkejut dan tersenyum. Ia pun kembali memeluk istrinya itu.
Setelah cukup lama Aya mencari kenyamanan dipelukan Ara, ia lalu melepaskan diri. Ia masih diam. Ara yang melihat Aya hanya diam, lalu mengajaknya kembali tidur. Ia khawatir istrinya akan sakit lagi kalau kurang istirahat dan banyak pikiran. Ia terus memeluk istrinya, dengan harapan bisa membuatnya lebih nyaman dan bisa tidur dengan nyenyak. Dan betul saja, tak lama kemudian, Aya tertidur pulas dipelukan Ara.
👫💓👫💓👫
Saat Ara sedang memimpin rapat, handphone berbunyi. Awalnya tidak diangkatnya, namun karena handphonenya terus berbunyi, ia mohon izin untuk mengangkat panggilan di handphonenya.
Raut wajah Ara yang semula hanya biasa-biasa saja, berubah menjadi serius dan tergurat kepanikan. Para peserta rapat yang hadir bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan pimpinan mereka. Karena nampak jelas dari tampilan wajah Ara, ada perubahan yang drastis.
Tak lama ia menutup panggilan tersebut dan memohon maaf kepada peserta rapat bahwa ia harus mengakhiri kegiatan rapat pada siang hari ini. Ia lalu bergegas pergi meninggalkan kantor dan mengendarai mobilnya sendiri.
Sesampainya di rumah, segera dicarinya istrinya. Ia mulai panik karena tidak ditemukannya Aya, baik di kamar mereka, di kamar pribadi istrinya, di dapur maupun di perpustakaan. Ia menelepon ke handphone Aya, namun tidak diangkat. Saat ia melintasi ruang tengah, dilihatnya Aya sedang duduk membaca buku beralaskan rerumputan di bawah pohon besar yang ada di samping rumah.
👫💓👫💓👫
Ara datang dalam diam sehingga Aya tidak menyadari bahwa suaminya itu sudah berada tepat di belakangnya. Dipeluknya Aya dari belakang. Dikaitkannya kedua tangannya di depan perut Aya dan dagunya bertengger di atas kepala Aya.
Karena kaget, Aya tak sengaja menjatuhkan buku bacaannya dan hendak menoleh. Namun tertahan oleh badan Ara di belakangnya. Ia tidak tahu kenapa Ara sudah pulang dan langsung memeluknya.
"Kamu lagi ngapain?" Ara membuka suara, namun tetap memeluk Aya.
"Eh, aku lagi baca buku." Aya mengerutkan kening karena heran dengan kedatangan Ara yang tiba-tiba. "Ada apa?" tanyanya penasaran tanpa menolehkan kepalanya.
"Aku kangen kamu." Ara mendaratkan ciumannya ke puncak kepala Aya.
"Hanya karena itu?" Dalam hati Aya bertanya. Namun ia merasa ada sesuatu yang terjadi dengan Ara. Ia lalu melepaskan tangan Ara yang memeluknya dan merubah posisi duduknya menghadap Ara.
Aya terkejut melihat perubahan pada wajah Ara. Matanya terlihat suram. Aya semakin mengerutkan keningnya dan penasaraan dengan apa yang terjadi.
Aya membelai pipi kiri Ara. "Ada apa?" Ia bertanya lembut. Ara menjawab dengan suara yang setengah berbisik.
Aya terkejut dan memastikan apa yang didengarnya barusan itu tidak salah. "Kamu bilang apa mas? Aku nggak dengar." Pinta Aya dengan suara agak keras dan matanya mulai berkaca-kaca.
Ara menggenggam tangan kanan Aya dan mengangguk. "Aku tadi dapat telepon dari teman yang kerja di maskapai itu. Pesawat yang ditumpangi oleh papi dan mami kamu mengalami kecelakaan. Tidak ada yang selamat karena pesawat meledak di udara pada saat terbang." Ulang Ara mengabarkan kabar duka kepada istrinya.
Air mata Aya meleleh dari perlahan hingga deras. Ia hanya diam dan hanya ada suara sesegukan karena berusaha menahan tangis. Angin siang itu terasa sangat dingin dan Ara kembali memeluk Aya dengan erat.
*
*
@@@#@@@#@@@
Salam
SiRA.