Chereads / Ami Maya / Chapter 19 - Persiapan Liburan

Chapter 19 - Persiapan Liburan

Aya sedang sibuk mempersiapkan keperluannya untuk pergi berlibur bersama suaminya. Sebelumnya Aya sempat menolak ajakan suaminya itu. Namun setelah mendengar semua alasan dari Ara dan ia berusaha untuk mempertimbangkannya, akhirnya ia bersedia ikut.

Ia memilah-milah barang dan pakaian yang akan dibawanya. Ia biasanya jarang membawa banyak barang dan pakaian. Ia lebih suka yang sederhana dan simpel.

Saat ia masih bertumpuk dengan banyak pakaian yang akan dipilihnya, ia teringat dengan suaminya yang sampai sekarang belum mempersiapkan apapun.

Terbersit rasa ingin mempersiapkan barang-barang suaminya, namun ia tidak tahu apa yang diperlukan suaminya. Ia sama sekali belum mengetahui tentang suaminya. Selama ini ia masih sering bersikap tidak peduli dengannya.

Namun dengan keadaan saat ini, dimana ia sudah tidak memiliki orang tua, hanya suaminyalah tempat ia bersandar. Ia harus bisa membuka hati dan lebih memperhatikan suaminya.

Ia memandangi semua barang-barang pribadi suaminya di dalam ruang pakaian. Semua tertata rapi pada tempatnya.

Selama ini, asisten rumah tanggalah yang menyusun dan merapikan barang-barang suaminya tersebut. Ditatapnya satu-persatu dan terkadang disentuh dan dipegangnya pakaian, sepatu maupun dasi milik suaminya. Semua sangat indah, pikirnya.

Saat ia menyusuri barang-barang suaminya, ia sampai pada cermin panjang yang biasa dipakai suaminya untuk berkaca secara keseluruhan. Cermin itu berukuruan lebih tinggi dari tinggi badan suaminya.

Ia pun berdiri berkaca. Dilihatnya keseluruhan tubuhnya. Selama beberapa bulan ini, ia tidak pernah memperhatikan tubuhnya. Baru disadarinya, ternyata bobot tubuhnya menurun. Ia terlihat kurus. Wajahnya tidak ceria. Tanpa disadarinya, ia meneteskan air mata.

Selama ini ia terlalu bersedih. Ia terlalu tertekan. Baik karena pernikahannya, maupun karena kehilangan kedua orang tuanya.

Terlintas dipikirannya, seandainya ia tidak menikah. Mungkin.....

Ia segera menepis pikiran itu.

Ia kembali ke kamar tidur dan merapikan dirinya.

👫💓👫💓👫

Di ruang kerjanya, Ara sedang merapikan berkas-berkas yang berisi pekerjaannya. Ia sudah melimpahkan pekerjaannya kepada Sony. Sehingga saat ini ia hanya menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang masih berada di atas meja kerjanya.

Setelah beberapa saat ia selesai berjibaku dengan berkas, ia duduk bersandar pada kursi kerjanya sambil menatap foto pernikahannya di dinding.

Ia menumpu kedua sikunya di kanan dan kiri pegangan kursi dan telapak tangannya seperti membentuk huruf A yang menempel di bibirnya. Ia menatap lebih lama pada wajah istrinya di foto tersebut.

Ia berandai-andai, seandainya ia tidak memaksakan diri untuk menikahi Aya, mungkin istrinya itu sedang bahagia saat ini.

Ia sadar, beberapa minggu terakhir ini, tubuh istrinya semakin terlihat kurus. Istrinya semakin sulit untuk makan dan lebih banyak menyendiri. Ia sudah jarang membaca buku seperti sebelum kecelakaan pesawat terjadi.

Ia berharap waktu liburan mereka yang pertama kali ini bisa berkesan di hati istrinya. Dan ia berharap, selanjutnya mereka akan bisa sering menghabiskan waktu bersama.

Dan ia pun sangat berharap kalau istrinya itu akan bisa mencintainya seperti dirinya mencintainya tanpa batas.

Terdengar suara ketukan di pintu dan Ara bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu. Saat ia membuka pintu, dilihatnya istrinya sedang berdiri membawakan segelas susu di tangannya. Ara tersenyum dan dengan membuka pintu lebih lebar, menandakan Aya dipersilahkan masuk.

Aya masuk dan menaruh susu tersebut di meja kerja Ara. Ia berpaling menatap Ara yang sudah ada dihadapannya.

"Minumlah," kata Aya sambil mengarahkan kepalanya ke gelas yang ada di meja.

"He em. Makasih ya." Jawab Ara, tersenyum dan hendak menarik Aya kepelukannya. Aya yang sudah bisa membaca gerakan Ara, langsung mundur dua langkah dan tertahan oleh meja. Ia tersenyum kepada Ara.

"Minumlah susunya. Nanti dingin. Kalau dingin, enggak enak." Kata Aya berusaha mengalihkan perhatian Ara yang barusan ditolaknya.

Entah kenapa, Aya selalu spontan bergerak menjauh apabila suaminya itu mau mendekatinya. Sebenarnya ia sudah berniat untuk bisa menerima Ara, dan mengikuti apa yang dimau oleh suaminya. Namun, secara tidak sadar, ia bersikap protektif terhadap dirinya sendiri.

Ia melihat senyum Ara yang sedikit berkurang. Ia sadar, Ara pasti merasa kecewa. Maka ia segera mengambil gelas tersebut dan menyerahkannya kepada Ara.

"Duduklah. Dan minumlah ini. Nanti keburu dingin." Aya menarik tangan kiri Ara dan menyuruhnya duduk. Ara pun duduk, tapi Aya tetap berdiri di depannya. Aya tersenyum melihat Ara meminum habis susu yang ia buatkan.

Selesai Ara meminum susunya, Ara mengambil gelasnya dan kembali menaruhnya di meja. Ara hanya memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh istrinya. Sekecil apapun perhatian yang diberikan oleh istrinya itu, ia akan sangat bahagia.

"Aku mau membantu mempersiapkan barang-barang yang akan kamu bawa untuk berangkat. Tapi aku nggak tahu...." Aya terdiam sejenak. "Maaf. Aku nggak tahu tentang barang-barang kamu." Katanya sambil menundukkan kepalanya. Ia sedikit meremas-remas tangannya.

Ara menangkap kedua tangan Aya dan menggenggamnya. Lalu ia berdiri dan membawa Aya keluar ruangan itu dengan menggandeng tangan kanan Aya. Aya terheran, karena Ara tidak menjawab pertanyaannya. Ia berpikir, apakah Ara tidak paham hal yang dimaksudkannya tadi. Namun Aya hanya ikut saat ditarik dan dibawa oleh Ara.

Ara membawa Aya ke kamar mereka. Ia lalu masuk ke dalam ruang pakaian mereka. Ruang pakaian itu terdiri atas dua ruangan yang terbagi di sebelah kanan dan sebelah kiri.

Ruang sebelah kiri adalah ruang pakaian untuk Ara dan sebelah kanan adalah ruang pakaian untuk Aya. Mereka mengarah ke ruang pakaian Ara. Ia membuka satu persatu lemari maupun rak-rak yang ada di dalamnya. Ara memperlihatkan semua barang-barang miliknya.

Dalam hati, Aya mengatakan ini semua barusan dilihatnya. Hanya saja ia malu untuk mengatakannya.

Ia ikut dengan Ara menyusuri satu persatu susunan barang-barang pribadi milik Ara. Mulai dari pakaian, dasi, kaos kaki, topi dan barang yang lainnya.

"Ini semua milikku. Dan juga milikmu." Terang Ara saat selesai memperlihatkan semua miliknya.

"Kamu bisa pilih mana yang sekiranya bagi kamu cocok dan pantas untuk aku pakai saat kita liburan." Jelas Ara. Ia menyandarkan tubuhnya di samping rak berisi pernik-pernik lelaki. Tampak berjejer topi dan ikat pinggang yang kelihatannya bernilai tinggi.

Masih sempat Aya melirik beberapa barang Ara dan ia berpikir itu mahal. Sangat mahal.

Ara melihat kebingungan di wajah Aya. Ia menaikkan sebelah alisnya dan bertanya. "Kenapa? Hmmm, kalau gitu kita sama-sama siapkan barang-barangku ya?"

"Eh, he eh. Iya, aku masih bingung mau siapkan barang kamu yang mana. Masih belum tahu. Hehehe....," sahut Aya sambil tertawa kaku.

Ara tersenyum. Ia menarik tangan kiri Aya sebelum Aya sempat menjauh karena tidak melihat Ara. Dipeluknya Aya sambil tersenyum-senyum. Aya pun tersenyum.

*

*

@@@#@@@#@@@

Salam

SiRA.