Terdapat tulisan Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto Samarinda tepat di sebelah bangunan bandara. Ara dan Aya memarkirkan mobil mereka di area parkir di bawah bangunan.
Saat mobil berhenti dan mesin mobil mati, tanpa menunggu lagi, Aya keluar mobil dan hendak langsung berlari masuk ke dalam bandara. Namun tertahan oleh Ara yang langsung menangkap pergelangan tangan Aya. Aya langsung menatap Ara dan Ara menggelengkan kepalanya.
"Sabar Ay. Kita sama-sama. Jangan gegabah ya?" Pinta Ara lembut sambil menatap Aya dan memberikan senyuman indahnya. Dengan maksud agar Aya nantinya tidak semakin kaget melihat banyak orang dan histeris serta ia masih bisa mendampingi di samping Aya jikalau terjadi sesuatu pada Aya. Ia juga tidak mau berlari-larian di sepanjang bandara. Ia berusaha bersikap tenang dan itu juga yang diinginkannya pada Aya.
Aya menuruti apa yang dikatakan oleh suaminya. Akhirnya ia membalas genggaman erat Ara di tangan kirinya. Mereka jalan beriringan masuk ke dalam gedung bandara.
Tampak ramai orang-orang berkumpul di ruangan depan, ruangan dimana biasanya penumpang melakukan lapor dan check in. Saat ini ruangan hampir penuh oleh orang-orang yang kebanyakan merupakan keluarga dari para korban pesawat yang meledak siang ini.
Penerbangan lainnya pun di batalkan untuk sementara waktu sampai keadaan kembali normal. Sehingga semakin menambah orang-orang yang berkumpul di bandara.
Saat mereka tiba di dalam bandara, sudah menunggu Sony dan beberapa anak buahnya yang sedari tadi mencari informasi tentang berita tersebut. Sony datang setelah mendapat telepon dari Ara sebelumnya. Ara dan Aya menghampiri Sony yang berdiri di dekat beberapa buah kursi tunggu.
"Bagaimana? Apa yang terjadi?" Tanya Ara segera saat sudah berhadapan dengan sony.
"Sejauh ini penjelasan dari pihak maskapai, badan pesawat ada yang retak sehingga menyebabkan pesawat meledak. Tapi masih dicari tahu penyebab pastinya. Apakah benar karena retak atau ada penyebab lainnya." Jelas Sony kepada Ara dan Aya.
Sony mempersilahkan Ara dan Aya untuk duduk di kursi tunggu yang memang sudah Sony sediakan. Namun hanya Aya yang duduk. Ara tetap berdiri untuk memantau situasi.
"Kira-kira nggak ada indikasi teroris kah ya?" Sambung Ara sambil bersedekap.
"Entahlah. Masih dicari tahu. Nanti aku cari untuk lebih jelasnya lagi." Jawab Sony dan pergi menjauh dari Ara.
Ara juga sempat bertemu beberapa petinggi di bandara dan pihak maskapai untuk meminta kepastian dan kebenaran tentang berita ini. Dan meminta data korban apabila sudah bisa dipastikan bahwa kecelakaan pesawat itu memang benar.
Saat Ara melihat Aya yang hanya duduk diam sendiri, ia mendekatinya dan merangkul istrinya itu. Ia juga tidak bicara apapun. Mereka saat ini hanya memandangi orang-orang yang ada dihadapan mereka.
Banyak suara tangisan terdengar di dalam ruangan tersebut. Aya berusaha menangis dalam diam. Ia masih menunggu kepastian yang bisa membuat ia yakin kalau kabar ini memang benar adanya. Ia masih belum percaya sampai saat ini.
👫💓👫💓👫
Sebulan telah berlalu, namun Aya masih larut dalam dukanya setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan pesawat yang terjadi karena ledakan di udara.
Hasil dari penelusuran, bahwa ledakan itu terjadi karena adanya retakan di badan pesawat. Sehingga saat terbang tinggi, tekanan di dalam ruang pesawat menjadi berbeda yang meyebabkan pesawat meledak.
Aya duduk melamun di bawah pohon rindang di sebelah rumahnya. Ia menatap langit biru cerah dengan perasaan hampa.
Tanpa suara dan tanpa di sadari oleh Aya, di sampingnya sudah duduk suaminya yang baru pulang dari kantor. Ara sengaja turun ke kantor beberapa hari ini dari pagi sampai malam karena ia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Ia mau mengajak Aya pergi berlibur untuk melupakan kesedihannya.
Namun hari ini ia sengaja pulang cepat karena ingin memberitahukan istrinya bahwa pekerjaannya di kantor sudah bisa ditinggalkannya dan mereka bisa segera pergi berlibur.
Ara memandang Aya dalam diam. Dipandanginya istrinya itu dengan seksama dan mendalam. Ingin rasanya ia mencium dan memeluknya, namun ia masih ragu-ragu, khawatir Aya akan menolak dan menangis.
Saat Aya tersadar, ia menoleh ke kanan melihat Ara dan tersenyum nanar. Ara yang sudah tidak tahan melihat kesedihan istrinya, lalu menariknya, menciumnya dan memeluknya.
"Masih ada aku. Aku nggak akan pernah meninggalkan kamu. Aku akan selalu ada untukmu." Tanpa sadar Ara berucap puitis dan itu memang tulus dari hatinya. Ia mengharapkan istrinya itu bisa bergantung pada dirinya. Ia mau selalu dibutuhkan oleh istrinya.
Aya membalas pelukan Ara. Ara sedikit terkejut. Baru pertama kali ini Aya membalas pelukannya.
Di bawah pohon rindang dengan sinar matahari yang cerah, sepasang suami istri itu saling berpelukan untuk menenangkan satu sama lain.
*
*
@@@#@@@#@@@
Salam
SiRA.