Sebulan berlalu setelah kejadian kecelakaan itu. Revan sangat terpukul dengan apa yang disampaikan dokter waktu itu. Sebagai laki-laki dia sudah dianggap cacat. mungkin semua ini akibat dia yang berfikiran buruk apa Almira. Bagaimana dengan rumah tangganya dengan Almira dengan keadaannya sekarang ini?
Sejak itu Revan bersikap dingin pada Almira. Almira merasa seperti ada yang hilang, sikap Revan yang dulu hangat tiba-tiba berubah dingin dan acuh. Almira sangat sedih tapi dia tidak berani bertanya langsung pada Revan. ia hanya bisa memendam semuanya sendiri.
"Al, besok aku akan bawa Larisa kesini. kan kamu dulu yang minta kalau kandungan Larisa jalan 9 bulan ,kamu suruh dia tinggal disini."
Ucap Revan tanpa menoleh pada Almira dan hanya sibuk menatap layar laptop nya.
"iya mas ga apa-apa.mumpung besok hari sabtu jadi aku bisa temenin mas jemput mbak Larisa"
"Ga perlu Al kamu di rumah saja. aku bisa sendiri jemput Larisa."
"Baiklah mas kalau memang begitu. biar aku masak saja dirumah untuk menyambut mbak Larisa"
"he'em" jawab Revan singkat.
Almira tidur di sisi sebelah Revan dengan posisi memunggungi Revan. Dadanya terasa sesak memikirkan besok pagi akan ada wanita lain dirumahnya. salah dia juga menyuruh Larisa tinggal disini. dia meneteskan airmata dalam diam. tak dia sadari bahwa ada seseorang yang sedang menatapnya sendu.
"maafkan mas Al" batin Revan.
*********
"kamu yakin dengan keputusanmu Van?"
"Aku yakin Sa, aku tidak bisa membiarkan Almira tetap bersamaku. dia harus bahagia. bagaimana dia bisa bahagia jika terus bersama lelaki yang sudah cacat sepertiku. meski cacat itu tidak terlihat oleh mata.Aku akan menjadi orang yang paling egois kalau menahan Almira tetap bersamaku dalam keadaan seperti sekarang."
Satu jam lalu Revan telah sampai diApartemen Larisa. dia sudah menganggap Larisa seperti sahabatnya sendiri. perasaan cinta yang dulu pernah hadir dihatinya kini sudah menguap , dalam hati Revan sekarang hanya dipenuhi satu nama Almira.
Dia sudah menceritakan semuanya pada Larisa tentang keadaannya .
"Apa Almira tahu tentang hal ini Van?"
"Aku tidak akan memberitahunya. dia adalah wanita yang setia dan mulia hatinya. dalam keadaan seperti inipun aku yakin dia akan tetap bersamaku".
"lalu apalagi yang kamu ragukan dari Almira kalau kamu tahu dia tidak akan meninggalkanmu ?"
"Aku yang tidak akan bisa Sa.ย Aku akan menjadi orang yang sangat egois kalau dia tetap bersamaku. maka dari itu aku memilih untuk melepaskannya. dan membiarkan dia membenciku. aku akan memilih untuk pergi darinya."
"dengan cara yang tadi kamu katakan padaku?"
"iya sa, aku butuh bantuanmu"
"kamu gila Van. Almira bisa membenciku kalau hal itu benar-benar terjadi."
"tolonglah sa bantu aku. aku juga akan mengajukan cerai pada Almira"
"dia akan sangat terluka Van"
"itu akan lebih baik baginya. agar dia lebih cepat melupakanku."
Larisa mengemasi barang-barangnya, mulai hari ini dia akan tinggal bersama Revan dan Almira. dalam hitungan hari dia akan melahirkan.
******
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Almira membuka pintu rumahnya. dia melihat suaminya menggandeng wanita hamil yang tak lain adalah Larisa. hatinya perih sekali melihat pemandangan itu. tapi dia tetap bersangka baik pada suaminya.
"silahkan masuk mbak Larisa. ayo aku tunjukkan dimana kamar mb Larisa."
"Biar aku saya yang mengantar Al". bola mata Larisa membulat menatap Revan. ingin sekali dia memukul Revan saat itu juga. dia melihat Almira yang mulai berkaca-kaca.
"Baiklah mas.aku akan siapkan makanan untuk kalian."
"ayo Sa,"
"Terimakasih Almira" ucap Larisa sebelum Almira meninggalkan mereka. ingin rasanya Larisa memeluk Almira. dia tidak tega melihat Almira terluka. sebagai wanita dia tahu betul apa yang dirasakan Almira.tapi semua yang dilakukan untuk kebahagiaan Almira. dia tahu Revanpun akan sangat terluka.
Revan mengajak Larisa masuk ke kamar tamu. disana dia meletakkan koper Larisa. Dia duduk ditepi ranjang dengan tatapan kosong.
"kamu baik-baik saja Van?" tanya Larisa sambil menepuk pundak Revan dan membuat Revan sadar dari lamunannya.
"Aku baik-baik saja Sa"
"Tidak Van, kamu tidak sedang baik-baik saja. kalau memang masih bisa dipertahankan kenapa tidak Van?jangan mendzolimi diri kamu sendiri dan juga Almira".
"Aku ingin Almira bahagia. Aku tidak mau mendzolimi Almira, ia berhak untuk mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku sudah konsultasi dengan ustadz dan dalam keadaan seperti ini sebagai istri Almira boleh meminta cerai padaku. Aku tahu Almira tidak akan melakukan itu karena dia wanita baik.Tapi aku akan merasa bersalah seumur hidupku jika tetap menahan dia tetap disampingku.Aku hanya ingin dia bahagia."
"kamu yakin dengan keputusanmu?"
"Aku yakin Sa" Larisa menghela nafas panjang. wanita hamil tua sepertinya sudah agak sesak bernafas. mendengar keputusan Revan, membuatnya bertambah sesak. Larisa memang mempunyai perasaan pada Revan. tapi tak ada niat sedikitpun dia merebut Revan dari Almira.
Revan dan Larisa bergandengan menuju ruang makan. dan duduk di meja makan. disana sudah ada Almira yang menunggu mereka.
Almira hanya diam melihat mereka berdua.
"silahkan makan mbak Larisa. mas Revan mau diambilin lauk apa?"
"sayur sop sama tahu tempe saja Al"
"Sa, kamu mau makan apa? biar aku ambilin" lagi-lagi sikap Revan yang perhatian pada Larisa membuat mata Almira memanas menahan bulir-bulir airmata agar tidak terjatuh.
mereka makan dalam diam. hanya ada suara sendok dan garpu saja. setelah makan mereka kembali kekamarnya masing-masing. kini ada Revan dan Almira yang sedang berdua di kamar. Almira merasa bahwa suaminya sejak satu bulan lalu berubah dingin. dan jarang menyentuhnya. kali ini dia yang akan merayu suaminya. mungkin dengan bercinta akan menyelesaikan masalah mereka. meski Almira masih bertanya-tanya tentang masalah yang mereka hadapi. karena selama ini dia tidak pernah merasa melakukan sesuatu kesalahan pada Revan.
"mas".ย Almira menyentuh dada suaminya lembut. agar bisa membangkitkan gairah laki-laki itu. tapi Almira harus kecewa karena Revan menepis tangannya. padahal Revan saat itu sedang menahan gairahnya agar tidak memuncak.
"kamu istirahat saja. Aku mau keluar." Revan beranjak meninggalkan Almira diranjang kamarnya. Almira menatap punggung suaminya yang menjauh. bulir-bulir bening kini sudah tak mampu lagi dia bendung.
"Aku salah apa sih mas?" ucap Almira lirih.sambil mengusap airmata yang terus mengalir
******