Almira berlari meninggalkan Vera. Vera yang tengah hamil tidak berani mengejar Almira. Revan yang menyadari dirinya tengah kepergok bersama Larisa, berusaha mengejar Almira hingga di pelataran rumah sakit.
Almira yang masih terdiam menunggu Vera, tak bisa berkutik saat Revan menghampirinya.
"Al, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku bisa jelasin kalau aku dan Larisa tidak ada hubungan apa-apa"
"oh namanya Larisa?sudahlah mas tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.Aku lebih percaya dengan apa yang aku lihat. kembalilah sana pada Larisa. setidaknya dia akan memberimu anak. bukan seperti aku". Alvin meraih tangan Almira namun ditepis oleh wanita itu.
"Al, kamu cepet banget larinya.marah sih marah tapi inget donk ninggalin aku yang lagi hamil ini" kehadiran Vera menyelamatkan Almira dari situasi panas dengan Revan.
"Ayo Ver kita balik kantor aja. disini cuma bisa bikin emosi"
"Aku balik kantor dulu mas. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam. nanti kita bicara lagi Al. aku akan jelasin semuanya" Almira dan Vera meninggalkan Revan begitu saja.
"Al maafin aku harusnya tadi aku nggak nyuruh kamu lihat kejadian tadi." Vera merasa bersalah dengan Almira karena dia tadi yang menyuruh Almira melihat kemesraan Revan dan Larisa.
"Sudahlah Ver, kalau tidak seperti itu mungkin aku ga akan pernah tahu sikap suamiku diluar seperti apa. dan kini mataku sudah mulai terbuka"
"Sabar ya Al." Vera menggenggam tangan Almira memberikannya kekuatan..
Setibanya di kantor Almira tampak diam beberapa pekerjaan yang disodorkan padanya tak bisa diselesaikan dengan baik.
"Al lo kenapa sih? ini banyak yang salah lho kerjaan lo" ucap Raya atasan Almira.
"maaf mbak Raya.aku bakal benerin semuanya."
"masalah pribadi jangan dibawa-bawa ke kantor Al"
"iy mbak.. aku ngerti.maafin aku."
Almira pun kembali fokus dan memperbaiki semuanya.
********
"gimana Van? Istrimu mau dengerin penjelasanmu?"
"belum sa,dia masih sangat emosi.aku ga tau harus gimana." Revan menunduk dan mengacak rambutnya sendiri.
"Aku akan bantu kamu jelasin ke istrimu Van. semoga dia mau denger."
"kamu serius sa mau bantuin aku?"
" iya aku serius Van.selama ini kamu udah bantuin aku terus.sekarang giliranku bantuin kamu."
"oke nanti pulang kerja kamu ikut aku kerumah ya."
"iya Van" Larisa menahan nyeri dihatinya saat menyanggupi membatu Revan. sejak ada Revan, perhatian-perhatian kecil Revan padanya dan kandungannya, membuat ada perasaan nyaman berada di samping Revan. meski dia tahu kalau Revan telah beristri. itulah sebabnya dia tidak ingin perasaan itu tumbuh subur. mungkin dengan menyatukan Almira dan Revan kembali, Larisa bisa menjaga jarak dengan Revan
Malam harinya Revan dan Larisa pergi menemui Almira dirumahnya.
Almira terkejut ketika dia membuka pintu tampak sosok yang sekarang sudah terang-terangan dihadapannya. Almira menghela nafas panjang dan mempersilahkan Larisa duduk.
"sebentar saya buatkan minum dulu"
"tidak usah repot-repot Almira"
"ga papa cuma air aj" jawab Almira ketus. Almira kembali beberapa saat setelah mengambil dua gelas teh hangat.
"ehem... Al, mas minta maaf atas apa yang terjadi tadi. semua tidak seperti yang kamu pikirkan. makanya aku bawa Larisa kesini untuk menjelaskan semuanya."
"memangnya apa yang aku pikirkan mas?terserah apapun yang kalian lakukan aku ga peduli."
"sudah sudah.. Al, aku Larisa. aku temennya Revan, suamiku meninggal 4bulan yang lalu saudaraku hamil 2bulan. suamiku meninggalkan hutang yang sangat banyak, hingga semua aset terpaksa aku jual untuk melunasi hutangnya. itulah saat aku hamil 4 bulan, aku nekat merantau ke jakarta dari kota asalku Bandung. Disini aku ga tahu harus cari pekerjaan kemana sampai aku ingat sama Revan dan minta tolong untuk mencarikanku pekerjaan. dan yang kamu lihat tadi siang, itu kemaren aku pingsan dan Revan membawaku ke rumah sakit. dan tadi siang Revan menjemputku untuk keluar dari rumah sakit. percayalah Al, aku dan Revan hanya sebatas teman saja."
Almira tampak serius mendengar penjelasan Larisa. hati siapa yang tidak iba mendengar penuturan perempuan hamil itu. dia menatap manik mata Larisa, ada kesedihan mendalam saat perempuan itu bercerita.
"oh maafkan aku udah bersangka buruk sama kamu mbak Larisa.aku pikir kamu.."
"selingkuhanku hem?" goda Revan sambil menyentil hidung Almira.
"ah... mas Revan" ucap Almira merajuk.
"bukan Al, aku bukan selingkuhan Revan. sejak awal Revan sudah bilang kalau dia punya istri, dan aku yang salah karena setiap kali kesusahan selalu saja merepotkan dia" Larisa berusaha meyakinkan Almira.
"Kalau begitu aku pulang dulu ya. ga mau ganggu kemesraan kalian."
"mas, kamu antarkan mbak Larisa pulang. kasihan dia".
"ga perlu Al, aku bisa naik taxi online koq. kalian dirumah saja".
"beneran kamu mau pulang sendiri sa?
"iya beneran. aku bisa sendiri koq"
"y sudah kalau begitu.
Larisa memesan taxi online, sambil menunggu taxi datang mereka mengobrol banyak hal. disitu Almira yakin bahwa tidak ada apa-apa antara suaminya dan Larisa. dia bersalah sudah menyangka yang bukan-bukan tadi.
Taxi online sudah datang, Larisa segera pamit pada sepasang suami istri itu.
"Aku pamit dulu ya Van, Al."
"iya Sa hati-hati di jalan ya. makasih udah bantu aku jelasin ke Almira tentang kesalahpahaman tadi."Larisa mengangguk dan berlalu dari hadapan Almira dan Revan.
Disepanjang perjalanan Larisa menangis, ada rasa sesak dalam hatinya. tak bisa dia pungkiri sekarang bahwa ada rasa cinta untuk Revan.
*******
" Al...."
" apa mas? Revan memeluk Almira dari belakang saat istrinya itu sedang mencuci gelas di sink.
"kamar yuk"
"tidur?"
"enggak. emmmm"
"terus mau ngapain?"
"masa ga tahu?atau pura-pura ga tahu?
"emang ga tahu koq. emang aku bisa baca pikiran kamu mas?
"bikin dede bayi lagi yuk". Revan menggendong Almira ke dalam kamar . mereka menghabiskan malam berdua. saling bercumbu dan mendamba. Masalah suami istri itu pun berakhir di ranjang mereka.
Pernikahan adalah tempat belajar. belajar untuk sabar, belajar mengenali pasangan. dan sampai kapanpun akan terus ada proses belajar . hari ini Almira belajar bahwa kepercayaan pada pasangan sangat penting untuk membina keutuhan rumah tangga. Revan belajar bagaimana harus menjadi imam yang sabar menghadapi istrinya yang sedang marah.
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan cara sepatutnya. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(QS. an-Nisa: 19).
kemudian ada lagi ,Aisyah radhiyallahu 'anha bercerita,
"Jarang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan rutinitas menemui istri-istrinya, lalu mendekat ke mereka, mencium mereka, membelai mereka tanpa hubungan badan dan bercumbu. Kemudian beliau tidur di rumah istri yang menjadi gilirannya. (HR. Daruquthni 3781),
Allahu A'lam
********