Chereads / Tanril: Telaga Api / Chapter 57 - Pertempuran di Gerbang Barat (2)

Chapter 57 - Pertempuran di Gerbang Barat (2)

Wander menghindari semua serangan pedang dan tombak, sambil terus bertarung bagaikan gila dengan senjatanya yang begitu panjang. Detik berikutnya mendadak ia sudah berubah arah dan menyerbu pasukan musuh di sebelah kanan.

[Kau tidak akan bisa melindungi semua orang.

Kau hanya bisa melindungi sebagian.]

[Tapi aku ingin bisa melindungi semua orang!]

[Baiklah. Hanya ada satu cara kalau begitu untuk melakukannya. Jika kau ingin melakukan hal yang mustahil, kau harus bisa lebih kuat dari siapa pun.

Jika kau bahkan ingin melindungi orang-orang yang ingin memusnahkanmu, kau harus lebih kuat dari mereka semua. Jauh dan jauh lebih kuat dari mereka!]

Gerakan waktu, tubuh, dan tenaganya mengalir bagaikan luapan sungai besar. Tarian energi dan jiwanya selaras dengan api yang membara dalam tubuhnya, menyemburkan energi melalui setiap pori-pori tubuhnya! Anak panah, tombak, semua gerakan kacau, bahkan serangan dari prajurit yang sudah bangkit kembali, usaha mereka menabraknya atau menangkapnya, semuanya meleset.

Ia terus bergerak. Ia harus terus mengalir. Ia harus terus sadar dari saat ke saat, baru demikian kekuatannya mengalir, menganaksungai, menjadi arus mahadahsyat, pusaran tiada henti!

Sebuah tombak hampir berhasil mencapai perutnya, sementara tiga pedang dan dua tombak bermata dua menyambar dari kiri dan kanan!

Ia berjungkir balik di udara, melewati kepala-kepala prajurit, lalu mendarat di lautan topi baja, perisai, baju baja, dan hutan tombak yang siap membunuhnya.

Tapi ia melangkah dari satu topi baja ke yang lain, seperti ikan terbang, sementara bou di tangannya berputar demikian cepat bagaikan angin puyuh.

Ia mendengar dirinya bagaikan bernyanyi, menari. Ia tertawa dan berteriak, menghindar dan berlaga bagaikan seekor naga.

Mengalir bagaikan sungai

Membara bagaikan api

Jangan berhenti di satu titik, terus bergerak

Jalan, lompat, lari, terjang, atau diam, semuanya sama!

Sadari setiap saat! Rasakan setiap sensasi!

Hayati Kekuatan dan Pikiran!

Jadikan semuanya Satu!

30 menit berlalu…

Ratusan prajurit telah terkapar tak berdaya atau tidak sadarkan diri di depan Gerbang Barat. Yang lainnya masih terus mengalir menggantikan mereka, tapi tetap saja mereka tidak bisa menembus satu orang itu.

Durk sedang menyaksikan sebuah mukjizat terjadi begitu nyata di hadapan matanya. Bagaimana seorang pemuda bisa menahan ratusan prajurit sendirian. Tapi hal lain yang hampir membuatnya tidak percaya adalah: Wander tidak membunuh bahkan seorang pun!

Ia hanya menghantam mereka pingsan atau tidak berdaya. Jika mereka masih melawan, Wander seperti punya mata di belakangnya. Tongkatnya yang begitu cepat itu akan bergerak begitu cepat dan menghantam semua prajurit yang mencoba mencuri kesempatan kedua dari Wander.

Wander masih terkepung, tapi gerakannya tidak juga melamban. Ia baru saja melucuti tiga prajurit bertombak sekali ayun, sebelum ia menghantam sampai tujuh orang prajurit bersenjatakan pedang di sisinya.

Tujuh orang prajurit ini berdempet, menahan ayunan tongkat itu dengan perisai dan bobot mereka sesaat. Tapi mendadak Wander juga berteriak dan gelombang asap di sekitarnya mendadak menyala-nyala dahsyat sesaat, dan ketujuh prajurit itu terpental bagaikan daun kering tersapu ke udara!

Wander terus menari. Tongkatnya berdesing menabrak lengan empat prajurit yang berusaha mencegatnya dari empat arah, sebelum ia melihat dua bilah pedang yang ia lucuti akan jatuh ke prajurit-prajurit yang telah ia tumbangkan di belakangnya, Wander bergerak bagaikan angin, menyapu pedang-pedang tadi sebelum mengancam jiwa seorangpun.

Semua pedang itu berdencing keras saat mendarat di tanah.

Sesaat hanya ada keheningan, karena semua musuhnya hanya menatapnya. Sebagian takjub, kagum, sebagian besar lainnya gemetar. Suasana demikian aneh dan menakjubkan di tengah kekacauan yang hebat itu.

Ia mendadak berteriak, rongga dadanya terasa sesak oleh perasaan yang membuncah dan suaranya yang dipenuhi Khici menggelegar, "Kita semua orang Telentium! Mengapa kita harus saling bunuh? Hentikan kegilaan ini dan pergilah dari kota kami!"

Tidak ada seorangpun yang berbicara saat itu. Pemandangan Wander bersedia menyelamatkan bahkan rekan-rekan mereka jauh lebih mengejutkan dari tenaganya.

Tidak ada yang bergerak.

Wander melangkah ke depan. Barisan depan musuh goyah, beberapa malah mundur, mendorong rekan mereka di belakang.

Wander melangkah maju lagi. Ekspresinya demikian menakutkan. Sekarang musuh menabrak teman-teman mereka di belakang lebih kencang. Mata pemuda itu penuh keyakinan, tidak ada kebencian atau niat buruk, tapi cukup bertenaga untuk membuat prajurit barat terpesona.

Komandan penyerbu menelan ludah, ia susah payah bangkit dan berteriak, "K-kalian semua pengecut! Apa yang kalian lakukan??! Serang! Bunuh!"

Tapi tiada seorangpun yang bergerak. Semua bagaikan lumpuh, menatap Wander bagaikan terkena sirap.

Komandan serbu itu menjerit, meski suaranya gemetar ragu, "Kubilang bunuh ia! Serang guoblokkk!"

Satu, dua orang prajurit seperti baru ditampar bangun! Mereka sesaat bertatapan, sebelum mereka berdua mendadak menerjang maju. Jeritan mereka nyaring, dipenuhi kemarahan!

Wander sama sekali tidak bergerak melihat keduanya maju!

Dua meter… Satu… Dua langkah…

Lalu Wander mendadak membentak begitu kencang sampai kedua prajurit itu tersuruk ke belakang!

Mereka terjatuh ke belakang, lalu lari terbirit-birit! Bahkan sampai lupa berdiri, saking takutnya!

Wander menarik napas dalam sesaat, senyum mengembang di wajahnya, lalu ia melompat mundur. "Kalian… bawalah rekan kalian yang terluka. Rawat mereka, lalu kalian bisa serang aku lagi kapan saja. Kenapa bengong? Ayo."

Suaranya bagaikan sepasang pedang yang membelah udara. Suasana begitu tegang tak tertahankan, sampai seorang prajurit berani melangkah maju dengan canggung dan menyeret prajurit yang terkapar paling dekat. Yang lain segera mengikutinya dan mereka mulai sibuk mengangkat rekan mereka yang terkalahkan. Perang sesaat berhenti.

Wander menancapkan tongkatnya ke tegel gerbang, yang berderak tembus hingga tertancap lurus. Ia berbalik menghadap ke Durk dan teman-temannya.

Seorang prajurit yang tadinya pingsan membuka mata tepat di belakangnya…

Wander berkata, "Durk! Aku haus!"

Prajurit itu mendadak mengambil pisau dan mengayunkannya ke kaki Wander... Durk menjerit dan mengarahkan panahnya ke prajurit itu.

"Sudah kubilang aku perlu air! Bukan panah! Aku benar-benar haus," Kaki Wander telah menginjak lengan prajurit itu, sementara tongkatnya bergerak dan menghantam ruang tepat di depan hidungnya!

"Kembalilah ke pasukanmu dan jangan coba-coba berbuat curang lagi!" Tongkat Wander mengungkit prajurit itu dan anehnya mampu membuat prajurit berdiri, lalu berbalik badan, kemudian didorong dari belakang untuk kembali ke pasukannya. Prajurit itu gemetar hebat dari kepala sampai ke jari kaki, sebelum ia melarikan diri ke barisannya ketika ia terbebas dari kendali bou Wander.

Pasukan pertahanan kota spontan tertawa melihat hal itu. Suasana mahategang pun mencair sesaat.

Sebuah kantung air melayang di udara. Wander menangkapnya tanpa melihat dan segera minum dengan rakusnya, namun matanya terus mengawasi musuh dengan tenang, bahkan sesekali menangkis panah-panah yang mengarah padanya.

Beberapa menit yang menegangkan berlalu sebelum akhirnya permukaan di hadapan gerbang telah bersih dari gelimpangan prajurit. Tapi juga dari barikade penahan kuda pula. Wander tidak bisa menahan musuh menyingkirkannya sembari menggotong teman mereka. Ia tahu apa yang akan menyusul berikutnya.

Para prajurit mendadak membuka jalan dari kerumunan mereka di depan gerbang, dan segera ia akhirnya melihat mereka.

Saat itu satu jam telah berlalu…

*

Untuk bisa kabur

Butuh separuh kekuatan musuh

Untuk bisa seri

Butuh setara kekuatan musuh

Untuk bisa menang

Butuh lebih kuat

Untuk bisa menang tanpa menghabisi

Berapa kali butuh lebih kuat?