Chereads / Tanril: Telaga Api / Tentang Novel Ini: Tanril

Tanril: Telaga Api

🇮🇩Jadeteacup
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 552.2k
    Views
Synopsis

Tentang Novel Ini: Tanril

Hi Pembaca.

Tanril adalah komik fantasi dengan genre martial arts. Settingnya adalah di Kerajaan Telentium. Tokoh utamanya bernama Wander Oward, seorang anak dari zero menjadi hero dengan usahanya sendiri serta takdirnya yang unik sebagai Tanril, atau Telaga Api.

Novel ini premium di Chapter 75 dalam pertempuran klimaks saat Wander berusaha mempertahankan kotanya dari gempuran demi gempuran, musuh demi musuh yang semakin lama semakin berat demi menegakkan idealismenya: menghentikan perang.

Mohon dukungannya ya.

---

Hi, dalam bab ini saya mengumpulkan beberapa link mengenai review Tanril yang dibuat para reviewer pada zaman buku ini diterbitkan dalam bentuk fisik.

Tentu saja, naskah Tanril versi webnovel telah dikembangkan dibanding versi 2008-nya.

Saya berharap pembaca akan lebih tertarik membacanya setelah membaca berbagai reviewnya di bawah ini:

https://www.goodreads.com/book/show/5122823-tanril

http://qyu.blogspot.com/2008/09/tanril.html

http://h23bc.blogspot.com/2015/04/interview-with-dion-baca-biar-beken.html

http://fikfanindo.blogspot.com/2008/11/tanril-epik-ho-wuan-siang-nafta-s-meika.html

https://fajarjasmin.wordpress.com/2009/02/19/tanril-a-colossal-masterpiece-in-bahasa-indonesia/

Lalu Review Jilid 2nya:

Sebenernya, apa sih alasan untuk eksistensi sebuah SEKUEL?

Mungkin saja kita tak pernah memikirkannya terlampau dalam, mungkin sudah jadi sekedar sebuah kebiasaan. Kalau di era keemasan Kho Ping Hoo, dulu, sebuah sekuel dibikin karena pembaca terbiasa dengan span cerita yang panjang-panjang, mulai dari Sang Master Pulau Es yang punya murid dari piyik sampai jadi Master lagi, terus punya murid piyik lagi sampai jadi Master lagi, Murid piyik-Master-piyik-Master demikian bergenerasi. Dan hebatnya, sidang pembaca/ penggemar pun sampai bisa merunutkan silisah para pendekar itu sampai ke garis-garis suheng, sute, suci, sumoi, supek dan kawan-kawan termasuk sampai silsilah musuh-musuhnya!

Dunia penerbitan punya motivasi yang lebih pragmatis soal sekuel. Sekuel dibikin karena sebuah franchise akan selalu memberi napas panjang buat bisnis, dan lebih sedikit kapital dibutuhkan untuk mengedukasi pasar. Sehingga akhirnya sekuel acap dibikin dengan dasar pemikiran bahwa: ya memang harus dibikin sekuel, aja. Mumpung lagi on demand.

Atau mungkin alasan lebih hakiki, bahwa ceritanya memang simply belum selesai, karena pengarang belum sampai pada keutuhan pemaparan missi karangannya.

Atau sebaliknya justru alasan bombastis, "Woi, aku ngarang EPIK, dan bukan epik namanya kalle, kalo cuma selesai satu edisi". (Ngaku sendiri, diriku pun diam-diam punya menyimpan waham semacam ini dalam pikiranku).

Apapun itu.

Tapi pernahkah kita, berhenti sejenak dari megalomania-sekuelaria, dan bertanya pada pembaca: apa sih yang menyebabkan anda mau menunggu sebuah sekuel (selain dari alasan 'cerita yang belum finish')?

Dan kuimajinerkan, jawaban paling sederhana tapi mendasar justru seperti ini, "Aku hanya ingin kembali pada 'momen' itu lagi".

Yup. Momen. Maksudnya tentu momen bacaan, sesuatu dalam karanganmu yang telah menekuk ruang dan waktu real menjadi ruang dan waktu personal-kekal di dalam taman pikiran pembaca, tempat ia berendam dalam gelora kenikmatan yang kau hadirkan melalui larik-larik tulisan dalam karya mu.

They just want to re-live the moment.

Aku mengambil buku Harry Potter edisi berikutnya, sebetulnya bukan karena aku betul-betul care sama si-yang-bertahan-hidup itu dengan segala masalah heroismenya, gak sepenuhnya. Aku ngambil buku tebal itu, menepuk-nepuk bantal mencari posisi paling nyaman hanya karena aku ingin 'tersihir' oleh pena pengarang dan memasuki Dunia Hogwarts with all it's splendor dan kehidupan sekolah sihir itu secara 'nyata' dalam imajinasiku sekali lagi.

Saya menganggap ini 'rule of thumb' pertama dalam penciptaan sekuel. Sesuatu yang harus ditemukenali oleh pengarang dan dipegangnya semasa ia mengkreasikan sekuelnya. Sebabnya wajar saja. Pengarang cenderung melupakan ini di saat benaknya dipenuhi kerangka-seting-plot-sambungan-whatever-grandeur yang ada di kepalanya. Bagi pengarang, jajaran jilid 1,2,3, dst adalah jalan menuju cita-cita tertingginya (garis finish kisah, the ever mega climax, mission deliverance dan gazillions of other prima causa kenapa dia menulis novel itu). Terlalu mudah kita melupakan kebutuhan pembaca saat kita memikirkan hal-hal besar itu.

Lantas apa itu, momen? Ini yang lebih susah. Buat satu pembaca, mungkin setting yang memesonanya. Buat pembaca lain, mungkin debar-debar kisah cinta yang belum juga bertaut. Buat pembaca lain, misteri sengkelat-sengkelit yang mengusik pikiran. Masih banyak lagi. Pengarang pasti akan mengalami kesulitan kalau mau melayani semua kemungkinan. Dia hanya bisa punya satu sikap yang paling aman: mempertahankan adonan orisinal sambil mengembangkan sekuelnya dengan menambahkan sedikit-demi-sedikit bumbu pengembangan (plot development) yang dituju. Dalam bahasa manajemennya: Konsistensi.

Fiuhhh, there, I've said it.

Yang paling penting bagi saya, adalah konsistensi Semesta Biru Tanril. Dimulai dari yang paling simpel aja. Bangsa Telentium (yang sejarahnya mulai dipaparkan secara ciamik dalam edisi ini), pada prinsipnya terdiri atas mixing kebudayaan besar Clem dan Zirconia. Okay, dan tidak ada pengaruh dari budaya Anglican di sisi manapun.

Bicara keapikan buku ini, apalagi yang musti kubicarakan? Masih konsisten sebagus buku pertamanya! Pengarang dengan piawai memperkenalkan karakter-karakter baru yang unik, mengembangkan relasi para tokoh terdahulu sampai pada taraf yang menarik dan manusiawi. Saya paling happy dengan pengembangan karakter Jie Bi Shinjin yang semakin dalam. Di buku ini, bisa dibilang dialah bintangnya. Satu tokoh menarik lain adalah jendral Allen, jendral dengan pilihan karakter yang 'so unlikely', dan suppose to be merupakan lawan yang 'seimbang' bagi Sulran? (I cannot wait to see their showdown!). Si Kucing Tua juga melakukan come-back yang ditunggu-tunggu pembaca (tambahan juga hadir satu tokoh baru yang kayaknya ada sisi Trivial-nya: tokoh ini sepertinya merupakan personifikasi diri si pengarang dalam universe Tanril, hehehe, asyik juga). Everything was done right. Tastefuly.

So, selamat datang Taril 2. Buat Nafta, again, keep up the good work! You've got my symphaty :-)