Chereads / Menikahlah denganku / Chapter 37 - Cincin

Chapter 37 - Cincin

Mumut mengambil segelas air putih dan meminumnya sambil duduk di sebelah Harti. Yeni yang baru masuk ke pantry segera bergabung dengan mereka, matanya segera terarah ke cincin di jari Mumut. Yeni menatap cincin itu dengan rasa iri, cincin yang begitu indah dengan berlian besar berbentuk hati terlihat sangat cantik di jari lentik Mumut.

Seminggu yang lalu Mumut menangis-nangis karena ibunya masuk rumah sakit dan kini dia memakai cincin yang terlibat sangat mahal.

Yeni makin iri saat Mumut berjalan menuju lokernya dan mengambil ranselnya kemudian mengeluarkan laptop dari dalamnya dan meletakkannya ke atas meja! Sebuah macbook? Yeni sampai melotot menatap benda itu sementara Mumut dengan santai menghidupkan macbooknya kemudian menancapkan flashdisk ke sana. Mumut mengklik file kemudian membuka file skripsinya. Dia membaca lagi skripsinya dan mengganti beberapa kalimat yang dirasanya belum pas. Setelah merasa cukup dengan koreksinya, Mumut segera menyimpan perubahan di laptopnya dan mengeluarkan flashdisk dari laptopnya kemudian mematikannya.

Saat menutup laptopnya Mumut terkejut mendapati ekspresi Yeni yang menatapnya dengan penuh rasa iri meski bibirnya menampilkan senyum. Mumut hanya tersenyum kemudian memasukkan macbooknya kembali ke dalam tas.

"Wow!" kata Yeni sambil memegang tangan Mumut yang jemarinya tersemat cincin berlian itu.

Mumut segera menarik tangannya dan meletakkannya di bawah meja. Dia sudah mencoba untuk melepas cincin itu selama di kantor tapi Bian melarangnya lagipula Mumut juga takut kalau cincin itu hilang jadi dia tetap memakainya.

"Jadi kamu beneran kamu sudah menikah, Mut?" tanya Yeni dengan nada menyelidik.

Mumut hanya tersenyum. Mumut malas menanggapi Yeni karena semua hal yang di dengarnya akan jadi bahan gosip.

"Jangan-jangan kamu cuma jadi simpanan saja, ya? Makanya ga bisa jawab pertanyaan aku, Siapa nama suami kamu, kerjanya dimana?"

Mumut menatap Yeni dengan tatapan malas tapi kalau tidak ditanggapi orang itu akan semakin mengintrogasinya,

"Intinya aku sudah menikah, dengan siapa dan bla, bla, bla lainnya, itu biarah jadi rahasia aku dan suami!" jawab Mumut sambil berdiri kemudian menuju lokernya dan memasukkan ranselnya ke sana.

"Iya, itu urusan pribadi Mumut, Kamu mau apa kemari?"kali ini Harti yang merasa gemas pada Yeni.

"Eh, mana Hari?" tanya Yeni sambil menatap Harti dan Mumut dengan cemberut.

"Kamu kan bisa aiphone kenapa mesti datang ke sini?" tukas Harti ketus.

"Ada hal penting yang mau aku katakan ke Hari,"katanya dengan sedikit senyum.

"Tadi mengantar minuman ke para direksi, paling sebentar lagi selesai." nada suara Harti sudah melunak tidak seketus tadi.

Hari muncul tak lama kemudian, dia tersenyum menyapa ketiganya. Dia segera duduk di sebelah Yeni dan Yeni segera mengajaknya untuk berbicara sebentar di luar.

"Sebentar, aku baru saja sampai, Bicara di sini saja kenapa?" jawab Hari.

Yeni menatap Mumut dan Harti tapi keduanya tak bergeming.

Tiba-tiba pandangan Hari tertumbuk pada cincin yang dipakai Mumut dan dia merasa hatinya sakit, cincin itu adalah cincin berlian yang harganya tak mungkin terjangkau olehnya. Hari merasa yakin kalau cincin yang dipakai Mumut adalah cincin kawin karena Mumut tak pernah memakai cincin sebelumnya. Hari berfikir Mumut menikahi seorang pria yang kaya karena dia membutuhkan uang untuk membiayai ibunya yang kecelakaan waktu itu, Hari ingat ketika menjenguk ibunya Mumut dulu ibu Mumut tidak berada di kelas tiga tetapi di ruangan VVIP alias di paviliun padahal Mumut bingung dengan biaya yang diminta pihak rumah sakit.

Hari menghela nafas panjang dari dulu dia menyukai gadis itu tapi Mumut seperti tak mengerti sinyal-sinyal cinta yang dia kirim padanya dan kini tiba-tiba saja gadis itu telah menjadi milik orang lain. Hari menyadari selama ini Mumut selalu memandangnya hanya sebagai teman atau kakak.

"Selamat atas pernikahanmu ya, Mut," kata Hari sambil tersenyum, dia berusaha setulus mungkin ketika mengucapkannya.

"Terimakasih, Kak," jawab Mumut sambil menangkupkan kedua tangannya. Dia ingin bertanya siapa lelaki beruntung yang telah menyunting Mumut tapi melihat Mumut ingin membicarakannya Hari tidak jadi menyampaikan pertanyaannya apalagi ada Yeni di antara mereka yang pasti akan membuat hal itu menjadi berita besar.

"Katanya ada yang mau di sampaikan, ayo!" kata Hari kepada Yeni kemudian melangkah keluar ruangan.

Yeni dengan malas mengikuti Hari karena sebenarnya dia ingin menahan Hari di tempat ini dulu dan mendengar Hari bertanya lebih jauh kepada Mumut agar dia bisa bercerita lebih detail kepada kawan-kawannya tentang Mumut.