Berita kalau Mumut sudah menikah segera saja tersebar di antara para karyawan. Bisa ditebak penyebar gosip itu adalah Yeni. Yang masih menjadi tanda tanya adalah siapa suami Mumut karena Mumut tak mau mengatakannya. Yeni menduga suami Mumut adalah seorang yang tua, gendut dan jelek jadi meski tajir Mumut tidak mau mengeksposnya, dan dia menyampaikan dugaannya kepada karyawan yang lain. Tak banyak yang menyangkal pendapat Yeni dan hal itu membuat mereka penasaran semakin dengan suami Mumut.
"Iya, pasti suaminya suaminya sudah tua dan jelek ya, jadi Mumut gak ingin kita tahu suaminya."
"Dia pasti malu.."
"Iya, kalau masih muda dan cakep pasti dia gak akan menyembunyikannya'"
"Eh, tapi kan tajir!"
"Iya, Yeni bilang laptop Mumut sekarang yang ada gambar apel nya itu! Belum lagi ponselnya juga ga kalah sama punya Bu Padma dan Bu Yunia,"
(Yunia adalah manajer pemasaran yang sangat efektif, usianya sekitar tiga puluh lima tahunan dan saat ini sedang mengandung anak keduanya.)
"Pasti Mumut mau karena dia tajir, ya?"
"Padahal biasanya kalau mau ngetik tugas dia sering pinjam komputer di mejaku setelah jam kerja, " kata seorang staff yang lain.
"Beruntung banget ya di Mumut punya suami yang tajir. Walaupun sudah tua dan jelek dia bisa menikmati kemewahan."
Pembicaraan itu kemudian bertambah panjang dan bergulir makin panas di setiap ruangan.
Mumut hanya diam saat berita itu sampai padanya. Dia merasa tidak perlu melakukan konfirmasi karena itu tak penting, dia tak ingin karyawan di sini tahu kalau suaminya adalah Bian.
Ponsel Mumut bergetar, sebuah panggilan dari Bian. Mumut segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum, halo sayang." pipi Mumut merasa saat mengucapkan kata terakhir.
(Waalaikum salam, nanti jadi konsultasi ke dosen. pembimbing?) suara Bian yang penuh perhatian membuatnya berdebar. (Jam berapa?)
(Jam empat.)
(Nanti biar diantar pak Arya. Aku masih meeting pada jam itu.)
(Aku naik taxi online saja biar gak merepotkan)
(Tidak. Nanti biar di antar pak Arya!) suara tegas Bian membuat Mumut kaget sekaligus bahagia akan perhatian Bian.
(Sudah dicetak?)
(Belum..baru selesai mengoreksi.)
(Kemarilah!) jantung Mumut segera berdenyut saat Bian memintanya ke ruangannya. Pipinya terlihat makin merah.
Mumut menoleh ke arah Harti, belum sempat dia berkata kepada Harti untuk pamit ke ruangan Bian, aiphone di ruangan itu berdering. Harti segera mengangkatnya.
"Ya, pak. Iya, siap. Saya sampaikan ke Mumut agar segera ke sana." suara Harti terdengar agak gugup, dia kemudian menatap Mumut, "Gawat, Mut! kamu dipanggil Pak Bian, katanya ruangannya masih masih ada yang kotor, kamu disuruh segera ke sana!"
"Apa?" Mumut menunduk menyembunyikan senyumnya. Bian bisa saja!
"Baiklah, aku segera ke sana," katanya kemudian setelah dia bisa menahan senyumnya.
Mumut segera mengambil fashdisknya dan berjalan ke ruangan Bian.
"Ada apa, Mut?" tanya sekretaris Bian saat dia melewatinya.
Mumut terkejut, dia menatap perempuan itu dengan gugup.
"Eh, kata Pak Bian ruangannya masih kotor, aku diminta membersihkannya lagi."
Perempuan itu mengernyitkan dahinya. Seingatnya ruangan Bian sangat bersih seperti biasanya, karena dia baru saja keluar dari ruangan itu untuk menyerahkan dokumen untuk ditandatangani. Dia kemudian berfikir mungkin ada bagian yang kotor yang tak dia ketahui. Dia tersenyum saat Mumut memasuki ruangan Bian, membalas senyum gadis itu.
Bian segera menyambut Mumut dengan senyum hangat, Mumut duduk di kursi yang ada di depan meja Bian. Pipinya memerah mengingat dia duduk di kursi ini seminggu yang lalu, memohon pada Bian untuk membantunya. Dia pasti terlihat sangat menyedihkan saat itu tapi hal itu malah mengantarkannya menjadi pemilik lelaki yang tengah duduk di depannya.
Bian memintanya mendekat dan meminta flashdisk milik Mumut.
Mumut mendekat dan memberikan flashdisknya. Bian meraih gadis itu ke pangkuannya, Bian memeluk Mumut dengan tangan kirinya sementara tangan yang lain mengoperasikan laptopnya. Mumut merasa sangat malu, dia takut ada yang memergoki mereka.
Mumut baru menyadari kalau ada sebuah printer di meja Bian, biasanya meja ini bersih bahkan tadi pagi barang itu belum ada.
Bian segera menundukkan kepadanya, mencium bibir ranum istrinya membuat Mumut terkejut. Mumut membelalakkan matanya tapi kemudian terhanyut dalam ciuman Bian, hanya ada printer yang sedang mencetak dan suara dasar keduanya.
"Sial! Aku lupa kalau kalian sudah menikah." sebuah suara mengejutkan mereka. Mumut segera menjauh dari Bian tapi cowok itu segera menahannya saat mengetahui siapa yang datang.
Randy tersenyum melihat pemandangan di depannya, seorang lelaki dengan stelan jas lengkap tengah memangku dan mencium seorang perempuan dengan seragam cleaning servis . Bagi yang tidak tahu mereka pasangan suami istri pasti akan mengira sang presdir tengah melakukan pelecehan atau seorang karyawan rendahan tengah merayu bosnya.
"Ada apa?" tanya Bian tanpa ekspresi.
Randy tersenyum ke arah Mumut, membuat Mumut makin jengah.
"Oh, mau melaporkan, Bos. Ibu sudah boleh pulang administrasi beres tapi masalahnya ibu tidak mau ke rumah Bos, ibu maunya kembali ke kontrakannya." kata Randy sambil tersenyum menggoda Mumut.
Bian terdiam sebentar lalu menginstruksikan sesuatu pada Randy.
Mesin printer berhenti mencetak dan, suaranya menjadi senyap. Mumut berdiri dari pangkuan Bian, mengumpulkan kertas yang sudah tercetak dan memasukkannya ke dalam map setelah itu pamit pada Bian dan Randy. Bian menahannya dan kemudian berdiri untuk mencium keningnya sebelum membiarkan istrinya keluar ruangan.
Randy hanya ternganga