Chereads / Menikahlah denganku / Chapter 42 - Bagaimana Rasanya

Chapter 42 - Bagaimana Rasanya

"Mut!" salah seorang sekretaris itu menahannya, "Bagaimana rasanya bercinta dengan dengan orang yang sudah tua?"

Yang lainnya tertawa mendengar pertanyaan itu.

"Iya, Jelek lagi! Aku yakin dia melakukannya dengan tutup mata!" tawa mereka makin bergemuruh.

Mumut menatap mereka satu persatu, dia merasa jengkel karena mereka sudah memasuki wilayah privasinya. Mumut menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Bagiku suamiku adalah lelaki paling tampan yang aku kenal. Dan seseorang yang sangat menyayangiku. Tak perduli apapun yang kalian katakan." katanya sambil berlalu.

Mumut yakin seandainya mereka tahu dia adalah istri pimpinan mereka tentu mereka tidak berani mengganggunya. Mereka mengganggunya karena semata karena rasa iri mendengar dia yang seorang pegawai rendahan menikahi orang kaya.

Setelah membersihkan dan merapikan semua peralatan, Mumut segera menuju pantry dan beristirahat di sana sambil menikmati setelah teh hangat. Dia mengambil ranselnya dari loker. Dia mengambil sebuah mushaf dan mulai membacanya dengan suara perlahan. Setelah membaca beberapa lembar, Mumut menandainya dan menutup mushafnya dan memasukannya ke dalam ranselnya kemudian mengeluarkan macbooknya dan mulai menghidupkannya.

Mumut kemudian terlihat serius saat menatap ke monitor dan tangannya dengan lincah bermain di atas keyboard menulis sesuatu.

"Mut," suara Harti mengagetkannya.

Mumut menoleh, tersenyum pada pada Harti.

"Katanya tadi kamu dibully oleh para sekretaris di ruangan mereka?"

"Gak papa, mbak. Nanti kalau mereka tahu siapa suami Mumut, mereka gak akan membuli lagi?"

"Suami kamu pasti orang yang sangat berpengaruh ya?"

"Begitulah,"

"Kamu sangat beruntung, Mut."

Beberapa orang masuk ke ruangan itu, ada Yeni di antaranya. Mumut menatap mereka sekilas, rupanya mereka sengaja datang untuk membuktikan apa benar dia memiliki barang-barang mewah itu. Mereka menatap takjub laptop dan ponsel milik Mumut. Mereka kemudian bertanya-tanya pada Mumut tentang barang-barang itu juga tentang suaminya. Mumut menjawab semuanya kecuali tentang suaminya.

"Mut, suami kamu kan tajir, traktir kita, dong." pinta Yeni.

"Iya dong, Mut," sahut yang lain.

Mumut menatap mereka, tersenyum tipis.

"Aku ijin sama suamiku dulu, ya?"

Semua orang itu menatap Mumut penuh harap, Mumut tidak berani menelpon Bian karena takut mengganggunya, dia hanya mengirim pesan dan menunggu jawaban dari Bian. Cukup lama pesan Mumut tidak di baca Bian. Yeni dan teman- temannya menatap Mumut penuh harap.

Lima menit kemudian telepon Mumut berdering, Mumut segera mengangkatnya.

(Halo, Iya, bagaimana, Sayang?)

(Iya, pake saja kartu kredit yang sudah aku berikan ke kamu.) jawab Bian.

"Tapi...." Mumut merasa tidak enak Dia takut Bian menganggapnya men

(Anggap saja syukuran pernikahan kita karena kemarin kita tidak mengundang mereka) Bian tertawa. (Gitu saja, aku masih ada rapat.)

"Terimakasih,"

Wajah Mumut terlihat sumringah, sambil tersenyum dia meminta mereka datang ke cafe Astro sepulang kerja nanti.

Cafe Astro terletak tak jauh dari perusahaan jaraknya sekitar limaratus meter dari sini. Dekorasi cafe itu sangat kekinian dengan tema futuristik dengan menu yang juga kekinian.

Ada sekitar sepuluh orang termasuk Harti yang datang ke tempat itu. Bagi mereka ini adalah kesempatan langka bagi mereka karena biarpum letaknya dekat dengan perusahaan tapi harganya tak terjangkau untuk mereka para pegawai rendahan. Tanpa rekomendasi Bian Mumut juga tidak akan datang ke sini.

Mumut membiarkan mereka untuk memilih pesanan mereka sendiri-sendiri. Mumut tersenyum saat melihat mereka bahagia menikmati hidangan yang ada.

"Suami kamu gak menjemput kamu, Mut,?" tanya Harti sambil menyeruput minumannya.

Mumut menggeleng, tersenyum. Tentu saja Mumut tidak ingin mereka tahu mengetahui siapa saat ini.

Telepon Mumut bergetar, dia segera memeriksanya dan mendapati sebuah pesan balaan dari Pak Budi agar dia menemuinya sore ini sekitar jam empat sore.