Mumut terkejut saat mendengar Hari di mutasi ke lantai Lima belas, satu lantai di bawah tempat kerjanya sekarang. Setahu Mumut Hari tidak melakukan sebuah kesalahan, cowok itu juga termasuk rajin dan sering membantunya.
Hari digantikan oleh Pak Rama yang usianya lebih tua dan sudah menikah. Kabarnya Pak Rama ini kinerjanya bagus dan orangnya rajin juga. Mumut menganggap mutasi terhadap Hari adalah hal yang wajar. Mutasi adalah hal biasa di perusahaan. Hari sendiri tidak masalah dengan mutasi ini hanya saja dia merasa sedih karena dia tak bisa sering berjumpa dengan Mumut, tapi dia tak mengutarakanhal itu di depan Mumut.
"Kalau ada waktu senggang, datanglah kemari," kata Mumut.
"Iya, kemarilah!" sambung Harti dan lainnya.
Hari tersenyum getir, menatap Mumut dengan sendu.
"Mut, aku dengar seminggu besok kamu diminta untuk bantu bersih-bersih di rumah Pak Presdir. Itu artinya seminggu ke depan aku tidak akan ketemu kamu," kata Hari sedih.
Sebagai laki-laki Hari sebenarnya merasa ada sesuatu yang mengusiknya setiap mendengar Mumut dipanggil Bian apalagi kemarin dia melihat tatapan aneh Bian kearahnya saat dia membawa Mumut memasuki lift karyawan. Hari merasa Bian mempunyai perasaan pada gadis yang dicintainya itu apalagi saat ini Bian tidak lagi menpunyai hubungan dengan kekasihnya.
"Hehehe, alhamdulillah, rejeki!" tukas Mumut sembari tersenyum kecil, matanya tampak berbinar membuat Hari terluka.
Berita kalau Mumut bakal diminta bersih-bersih di rumah Presdir mereka sudah terdengar mulai pagi ini, Hal itu cukup menimbulkan bisik-bisik di kalangan petugas kebaersihan dan office boy, kebanyakan merasa iri dengan keberuntungan Mumut apalagi hanya Mumut yang diminta untuk melakukan hal itu. Dan lagi permintaan itu datang dari Presdir sendiri.
Dulu dia juga pernah diminta untuk membersihkan rumah mama Bian tapi waktu itu dia tidak sendiri tapi bersama beberapa temannya. Jadi hal itu cukup menimbulkan tanya tanya pada teman-temannya sesama petugas kebersihan apalagi Hari yang memang sudah curiga pada Bian. Hari takut Bian berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan pada Mumut.
Mumut sendiri menduga pasti Bian punya kejutan untuknya, suaminya itu memang selalu penuh kejutan dan kejutan-kejutan dari Bian itu selalu membuatnya senang.
Ponsel Mumut berdering, dengan segera Mumut mengeluarkan dari sakunya dan menatap layar ponselnya. Mumut terkejut saat melihat Bian melakukan panggilan video. Mumut segera memperhatikan rekan-rekannya yang sedang saling mengobrol. Merasa posisinya aman Mumut segera mengangkat panggilan telepon dari Bian. Mumut tersenyum lebar saat melihat Bian tersenyum padanya.
(Halo, Sayang. Kamu mau makan apa?) Bian tampak bersandar di kursinya.
'Iya, Sayang. Kenapa?" Pipi Mumut merona saat harus mengucap kata"sayang" kepada Bian. Rasanya gimana gitu apalagi saat menyadari beberapa orang yang ada di sekitarnya menatapnya penuh rasa ingin tahu.
(Ayo kita makan, aku ingin kita makan siang bersama,) suara Bian mendayu di ujung sana, Mumut ingin segera mengiyakan tapi dia ingat sesuatu.
"Tapi Aku masih pake seragam," jawab Mumut dengan muka merona, dia menyadari teman-temannya masih menatapnya "aku makan di kantin saja,"
(Ini perintah!) Bian tak suka dibantah. (Ada berapa orang di ruanganmu?)
"Lima... enam denganku."
(Oke!) Bian mematikan panggilannya.
Mumut masih bingung saat Bian menutup sambungan tanpa mengatakan apa-apa lagi, apakah Bian marah padanya? Mumut merasa hatinya tak enak.
"Siapa, Mut? Mesra banget. Suami kamu, ya?" goda Harti.
Mumut tertegun saat orang-orang di sekitarnya menatapnya dengan rasa penuh ingin tahu. Dia menghela nafas panjang, untunglah posisinya di pojok sehingga tidak ada yang melihat wajah Bian tadi. Mumut mengangguk pelan dan tersenyum menutupi kegugupannya.
"Suami kamu kerja dimana, Mut?" tanya Lanang penasaran.
"Yang jelas dia orang kantoran."
"Emang dia setuju kamu tetap kerja? Dia tahu kamu jadi petugas kebersihan?"
"Sebenarnya sih dia gak setuju aku bekerja lagi, apalagi dia tahu aku cuma seorang petugas kebersihan, tapi aku minta waktu diijinkan bekerja sampai aku selesai kuliah."
"Dia setuju?"
"Terpaksa, hehehe..." Mumut tertawa kecil sehingga rekan-rekannya ikut tertawa.
Mereka segera memberondong Mumut dengan berbagai pertanyaan mengenai suaminya. Mumut menjawab sesimpel mungkin agar mereka tak tahu kalau dia adalah istri dari pemilik perusahaan tempat dia dan teman-temannya bekerja.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, seorang kurir datang ke pantry membawa dua buah tas belanja, satu tas besar berisi beberapa nasi boks dan yang satunya tas lebih kecil berisi sebuah boks berukuran lebih besar.
"Ibu Mutiara?" tanya kurir kepada orang-orang yang ada di pantry.
"Iya, saya." Mumut mendekat.
"Ada kiriman dari suami ibu," katanya sambil menyerahkan tas yang berisi nasi boks kepada Mumut.
"Terima kasih, Mas," Mumut tersenyum sambil menerima tas plastik yang besar dari kurir.
"Yang ini pesanan Pak Presdir katanya suruh dititipkan di sini dulu." kurir kembali berkata sambil menyerahkan tas kepada Mumut tapi kali ini yang lebih kecil.
"Ya, Mas.Terimakasih. Nanti saya sampaikan"
Setelah kurir itu pergi Mumut segera menghubungi Bian untuk mengucap terimakasih.
"Sayang, terima kasih, ya," kata Mumut setelah panggilannya terhubung.
Bian tertawa dan menyuruh Mumut untuk segera datang ke ruangannya dengan membawa pesanannya.
Tak lama kemudian telepon di ruang pantry berbunyi, Harti segera mengangkatnya dan hanya mengatakan iya lalu menutup telepon.
"Mut, kamu diminta untuk membawa pesanan Pak Presdir ke ruangannya," kata Harti sambil tersenyum.
"Baiklah," Mumut menyerahkan tas dengan logo restoran ternama itu kepada Harti untuk dibagikan.
Harti segera membagikan nasi boks itu kepada teman-temannya, saat itu sudah masuk waktu istirahat makan siang jadi mereka segera membuka nasi boksnya dan menemukan menu ayam goreng dengan lalapan, ini adalah ayam goreng dari resto terkenal yang ada di ujung jalan yang terkenal enak dengan harga selangit. Mumut baru saja Saat mereka hendak menerima nasi boksnya ketika Yeni masuk ke dalam pantry itu jadi Mumut memberikan nasi boks ditangannya untuk Yeni.
"Buat kamu mana, Mut?" tanya Yeni saat menerima nasi kotak dari Mumut.
"Gampang.... nanti aku minta lagi sama suamiku." Mumut tersenyum, dia segera meminta memakan hidangan itu termasuk Yeni. Ruangan itu segera bergema penuh pujian pada suami Mumut.
"Ini suami kamu yang memberikan?" tanya Yeni tak percaya.
Mumut hanya tersenyum dan mengangguk.
"Aku ngantar pesanan Pak Presdir dulu." pamitnya kepada teman-temannya.
Mumut segera bergegas dengan riang menuju ruangan Bian sambil membawa tas yang lebih kecil. Mumut menunjukkan tas kecil tadi kepada Via saat dia melewatinya sembari miengatakan mengantar pesanan Bian. Via tersenyum dan mengangguk.
Lelaki itu segera menyuruhnya masuk saat Mumut mengetuk pintunya. dia segera menyuruh Mumut mendekat. Mereka duduk bersebelahan di sofa, Mumut mengambil kotak yang ada di dalam tas membukanya. Tampak sebuah hidangan yang menggoda matanya, membuat perut Mumut berbunyi.
Bian tersenyum, mengambil sendok yang ada di dalam kotak dan menyuapi Mumut dan suapan berikutnya dia masukkan ke mulutnya.
***
AlanyLove
"