Setelah mencium kening Mumut, Bian segera bergegas menuju lift khusus untuk para direksi. Mumut sempat bengong dengan apa yang dilakukan Bian, cukup lama dia terdiam di tempat parkir itu sampai kemudian tersadar dan segera bergegas memasuki lift.
Sampai di pantry, Mumut melihat Harti sudah ada di sana dan segera memeluknya erat seakan mereka sudah lama sekali tidak bertemu.
Harti kembali menanyakan kondisi ibu dan Mumut menjawab sama seperti yang dikatakannya di mobil tadi. Harti tertawa mendengarnya, dia berkata dia lupa kalau tadi sudah bertanya. Tak lama kemudian beberapa cleaning service masuk dan menyalami Mumut dan ikut berbahagia atas kesembuhan ibu. Mereka bercerita kalau mereka sudah ke rumah sakit Cempaka tapi tidak menemukan ruang rawat ibu.
Mumut tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
Pembicaraan tiba-tiba beralih pada Bian. Kata mereka sejak Bian menikah, Bian jadi lebih banyak senyum dan lebih ramah pada karyawan.
Harti menceritakan ketika Mumut cuti, dialah yang kemudian mengantarkan minuman Bian ke mejanya dan Bian membalas sapaanya bahkan tersenyum kepadanya.
"Kalau nggak ingat dia sudah punya istri rasanya ingin sekali aku merayunya, senyuman bikin melayang." kata Harti.
"Iya, kemarin waktu.mau pulang aku berpapasan dengannya dan dia juga membalas senyumku." kata seorang cleaning service yang bertubuh agak gempalgempal dengan perasaan senang.
Mumut hanya tersenyum lalu mengambil seragam dalam ranselnya dan berniat untuk berganti pakaian seragam cleaning servicenya
Suara aiphone yang berdering mengagetkan orang- orang yang ada di ruangan itu. Harti segera mengangkatnya dan wajahnya menjadi pias saat tahu siapa yang berbicara di ujung saja, Bian!
"Mut, kamu diminta pak Bian segera membersihkan ruangannya."
"Ya, aku ganti baju dulu," sahut Mumut.
"Gak pake lama!" teriak Harti saat Mumut keluar dari pantry menuju toilet yang ada di sekitar pantry.
Mumut tak bisa lagi menyembunyikan senyumnya. Ini pasti akal-akalan Bian saja agar dia segera ke ruangan itu. Mumut segera mengganti bajunya kemudian merapikan jilbabnya terakhir Mumut mengoleskan lipstik tipis-tipis ke bibirnya membuatnya terlihat terlihat lebih fresh. Mumut kemudian kembali ke pantry, melipat bajunya dan meletakkannya ke loker.
Harti segera menyuruhnya bergegas menuju ruangan Bian.
Mumut segera menyiapkan peralatannya kemudian bergegas ke ruangan Bian. Mumut tersenyum pada sekretaris Bian sebelum memasuki ruangan itu seperti biasanya.
Bian tersenyum sambil menyipitkan mata ketika Mumut memasuki ruangannya. Sebenarnya dengan mengenakan seragam cleaning service saja Mumut sudah kelihatan manis hanya saja Bian tak pernah memperhatikannya sebelum ini.
Mumut menjadi salah tingkah diperhatikan Bian seperti itu.
"Selamat pagi, Sa.. yang," Mumut merasa ada yang aneh dengan panggilan itu., pipinya memerah.
"Kemarilah," Bian melambaikan tangan ke arahnya dan Mumut mendekat setelah meletakkan peralatannya.
Bian menyeret Mumut ke pangkuannya dan segera memberinya sebuah ciuman di bibir, membuat Mumut merasa sesak.
"Ih, nanti kalau ada yang melihat gimana?" Mumut merasa panik.
"Biarkan saja!" kata Bian cuek. Bian mengeratkan pelukannya kembali kembali menciumnya, Mumut terhanyut pada ciuman ahli Bian hingga membuatnya terengah-engah.
"Ah, aku mau bekerja dulu." kata Mumut ketika Bian melepas ciumannya sambil merapikan baju atasnya yang berantakan. Nafasnya masih memburu.
"Aku tidak mau mendapat komplain karena kinerjaku menurun. apalagi suamiku adalah bos perusahaan ini,"
"Hehe,"
Sebenarnya Bian enggan melepas Mumut dari pelukannya dan membiarkannya melakukan pekerjaan kasar itu.
"Sayang.."
"Ya, cepatlah," katanya parau, kemudian matanya kembali ke laprop di depannya.
Mumut turun dari pangkuan Bian dan mengambil peralatannya dan mulai membersihkan ruangan itu. Bian mengamati istrinya sambil tersenyum. Dengan cepat Mumut membersihkan ruangan itu kemudian membersihkan kamar mandi yang ada di ruangan itu.
Mumut mesti bekerja ekstra karena seminggu ditinggalkannya, ruangan Bian tidak sebersih biasanya.
Selesai dengan ruangan Bian Mumut beralih ke ruangan-ruangan lainnya dan membersihkannya dengan cepat. Setelah membersihkan semua ruangan, Mumut membereskan peralatannya dan kembali ke pantry untuk istirahat.
"Sarapan, Mut," kata Harti saat melihat Mumut memasuki ruangan.
"Silakan, tadi sudah di rumah," Mumut mengambil gelas dan menuang segelas air dari dispenser, kemudian duduk di sebelah Harti sebelum meneguknya.
"Tumben, biasanya sarapannya di sini."
"Hehe,"
"Mut, benar gak sih, berita yang mengatakan kalau kamu terpaksa menikah dengan orang berduit untuk membiayai pengobatan ibu?"
Mumut menghela nafas panjang,
"Yah, begitulah. Dari mana aku akan mendapatkan uang yang begitu banyak kalau tidak menikahi orang kaya? Untungnya aku mendapatkan orang yang sangat baik. Dia tidak sekedar membiayai biaya pengobatan ibu di rumah sakit tapi dia juga memberikan tempat yang terbaik untuk perawatan ibu." mata Mumut berkaca-kaca.
Harti mengangguk-angguk, dia ingat ibu Mumut di rawat di kelas vvip, di paviliun rumah sakit cempaka yang kalau bukan orang kaya tidak akan mungkin bisa mengaksesnya.
Harti menepuk-nepuk punggungnya.
"Syukurlah, kamu menikahinya, bukan sekedar menyerahkan keperawananmu saja."
"Iya,"
"Dia sayang sama kamu?"
"Semoga selalu begitu." Mumut menghela nafasnya dan tersenyum mengingat semua tingkah Bian.