Lantunan takbir pagi ini terdengar indah di telinga nya, tangisnya semakin keras. Hatinya semakin bergemuruh tak menentu karena berbagai luka yang telah dia hadapi, Yumna menahan tangisnya di halaman masjid yang digunakan untuk solat di pagi itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi tapi suasana masih sangat sepi, hanya ada Yumna dan beberapa orang yang masih mempersiapkan tempat untuk solat berjamaah.
"Ah andaikan di rumah, jam segini sudah pasti sangat ramai" batin Yumna merasakan kepiluan yang teramat sangat. Kali ini entah mengapa berbeda, berbeda dengan dulu saat beberapa kali dia juga Idul adha dikota rantau. Ya mungkin karena saat ini dia benar-benar seorang diri. Dulu dirinya masih menjadi seorang mahasiswa, kegiatannya hanya belajar dan mengandalkan kiriman kedua orang tua. Sedangkan Idul Adha kali ini Yumna di tanah rantau dengan status sebagai pekerja. Kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat. Dulu, kebahagiaan dan ketenangan yang selalu dia rasakan. Kali ini hanya kesedihan dan kepiluan. Roda kehidupan memang berputar, tidak selamanya kita berada di atas ataupun berada di bawah.
Selang beberapa lama satu per satu jama'ah salat ied datang dan duduk ditempat yang tersedia. Tiba-tiba seorang wanita dengan pakaian syar'i dan cadarnya datang menghampiri Yumna untuk bersalaman. Seketika itu membuat hati Yumna ingin menangis, ada perasaan senang yang tidak mengerti apa yang menyebabkannya. Sampai akhirnya Yumna menitikan air mata.
"Ya Allah kenapa aku ini? Apakah sudah saatnya aku berhijrah? melihat wanita itu kenapa hatiku sakit" batin Yumna. Yumna memang sudah mengenakan hijab sejak dulu, tapi dia masih sering menggunakan celana jeans dan pakaian yang tidak longgar.
Gema takbir masih berkumandang, khatib di mimbar pun menyampaikan khutbahnya. Tidak butuh waktu lama pelaksanaan solat id pun berakhir. Langkah kaki membawanya kembali pulang ke kos seorang diri, dalam kesunyian. Sesampainya di kos tak banyak yang ia lakukan, Yumna kemudian kembali ambil wudhu dan menangis sesenggukan diatas sajadah seusai sholat dhuhanya.
"Astaghtaghfirullahal'adziim"
Terdengar beberapa kali lantunan istighfar Yumna ucapkan, dilanjutkan dengan sholawat. Lalu dia menghela nafas panjang dan mulai menengadahkan kedua tangannya. Sambil berderai air mata ia berucap
"Ya Allah ampunilah dosa hamba, kedua orang tua hamba serta sayangi mereka, hamba tahu jika kami adalah orang pilihan Mu, karena engkau tahu hanya kami yang bisa. Ya Allah hanya kepada Mu hamba meminta pertolongan, hanya kepadaMu hamba memohon. Kuatkan hati kami, beri kedua orang tua ku kesabaran yang lebih, ketakwaan, iman yang semakin dalam mencintai Mu.
Umur mereka semakin menua, hamba ingin melihat mereka tersenyum kembali. Kabulkan pula segala do'a dan pintanya. Di umur yang semakin menua, dan di umur ku yang semakin dewasa mereka mendambakan sosok yang bisa menjaga hamba, maka pertemukan hamba dengan jodoh hamba ya Allah. Pertemukan kami dalam ikatan suci.
Ya Allah, engkau yang maha membolak-balikkan hati engkau pula yang membolak-balikkan keadaan. Ya Allah yang maha kaya, hamba pasrahkan hanya pada Mu. Aamiin."
Setelah menangis dan mengadu pada Nya, hati Yumna menjadi tenang.
"Hah" sambil merebahkan dirinya di kasur, berbagai pertanyaan masuk dalam pikiran nya. Beberapa saat dia merenung, dan sesekali bertanya "kenapa aku? harus aku ya Allah? kenapa bukan orang lain?" Yumna menghela nafas panjang dan sambil mencoba tersenyum
"Tenang ada Allah, bersandar dan meminta padaNya. Ikhlaskan dan tersenyumlah, sekarang mungkin belum saatnya, tapi Allah pasti akan kasih solusi dan bahagia esok akan menyapa." Itulah penyemangat untuk dirinya sendiri. Jam dinding berlalu begitu cepat, hari sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Yumna segera pergi mandi dan bersiap untuk pergi ke kantor.
"Sudah saatnya bersiap, huhh." Meski hari ini adalah hari raya, tetapi tak ada hari libur bagi Yumna. Sistem kerja shifting mengharuskannya siap masuk meski hari libur seperti sekarang,disaat orang lain sedang berkumpul dengan keluarganya Yumna harus bekerja dan menahan rindunya kepada bunda dan ayahnya dikota Malang. Pekerjaannya di bidang jasa mungkin tidak dianggap penting bagi sebagian orang, tapi harus dia kerjakan demi mereka agar bisa berkumpul dengan nyaman bersama keluarga.
Dibawah teriknya matahari siang ini, Yumna berjalan menuju kantornya yang berjarak kurang dari 10 menit. Karena keadaan memaksanya menjadi seperti ini. Kehidupan Yumna yang sebelumnya bisa dibilang cukup, kini harus bekerja keras bahkan kekurangan. Yumna yang dulu dia bisa menggunakan mobil dengan berbagai merk, sekarang hanya berjalan kaki. Ya mobilnya hanya tersisa satu dan di gunakan untuk ayahnya di rumah. Meskipun demikian Yumna berusaha tegar dan ikhlas. Bukankah kita di dunia ini tidak memiliki apapun? Bahkan diri sendiri juga milik Allah. Begitulah kehidupan. Ada kalanya kita berada diatas, dan ada kalanya kita berada dibawah. Setiap yang hidup di dunia ini pasti akan merasakannya. Bahkan sudah dipesankan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa :
Masa ini terbagi menjadi 2 hari, hari keberuntungan bagimu dan hari naas bagimu. Di saat hari sedang berpihak kepadamu maka, bersyukur lah. Dan di saat hari sedang tidak berpihak kepadamu maka, bersabarlah. Namun semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, harus ada usaha yang disertai dengan do'a. Karena, Allah SWT tidak akan merubah nasib kita sebelum kita bersungguh-sungguh dalam melakukan usaha perubahan. Seperti yang terkandung dalam QS. Ar-Ra'd : ayat 11 yang artinya :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang ada pada diri mereka" (QS. Ar-Ra'd : 11)
Jadi, jika kita ingin merubah posisi kita menjadi diatas, jangan hanya diam pasrah tanpa usaha, hanya menunggu Allah mengubahnya. Allah akan mengubah nasib kita jika kita mau bekerja keras, ikhtiar dan tawakkal. Semua harus diawali dan diniati dari diri kita sendiri. (kutipan).
Beberapa waktu sudah berlalu, Yumna berusaha tersenyuman meski hatinya sangat tidak ingin tersenyum. Meskipun demikian dia berusaha sebaik mungkin untuk pekerjaannya. Detak jarum jam terus berputar, tidak ada yang istimewa setiap hari rutinitasnya selalu seperti ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.20 menit, setengah perjalanan pekerjaanya hari ini. Dia sangat merasa bosan, dan pada akhirnya pekerjaan yang mengharuskannya menghadap atasan. Mendekati deadline dan tidak ada satupun teman yang bisa dia ajak diskusi, mengharuskan Yumna beranjak dari kursinya. Yumna berjalan menuju meja di ujung yang jaraknya 3 meter dari posisinya saat ini.
"Mbak,aku mau tanya . . . (ia kebingungan dan bertanya panjang lebar)"
Kebetulan kepala divisi sedang ada ruang itu. Sepasang mata menatapnya, Yumna pun menatap sehingga kedua mata mereka bertemu dan saling
berpandangan. Pertanyaan Yumna hanya sampai pada kerongkongannya dan dia mengalihkan pandangannya pada mbak Siska yang tepat di sebelahnya.
"Mata itu . . . " Yumna langsung menepis pikirannya, Yumna memang lebih banyak diam, dan terkesan pemalu sehingga jarang berbicara dengan orang di kantornya jika tidak terpaksa seperti sekarang ini.
Keesokan harinya dia berangkat ke kantor seperti rutinitas biasanya. Kali ini lebih pagi dari kemarin.
'Lagi-lagi pak Dimas, kalau dipikir-pikir kok sering banget tiap kali di meja mana orang itu selalu nongol. Aaah mikir apa si kamu na, tapi mata dan wajah dan mata itu kenapa tidak asing. Mengingatkan aku sama kamu'
Yumna bergumam sambil menyelesaikan pekerjaannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, masih setengah jam lagi pekerjaannya usai. Tidak ada yang bisa dia ajak bicara ataupun bertegur sapa di sana.
'ah ini sangat membosankan, aku ingin cepat pulang' gumam Yumna. Apa yang ditunggu pun berakhir. Yumna berjalan seorang diri menuju kos meski hari sudah menjelang malam. Yumna memberanikan diri meski jalanan terlihat sangat sepi.
Hari demi hari berganti, kegiatan setiap harinya berlalu dengan membosankan. Yumna semakin giat bekerja dan memperlihatkan performa kerjanya.
Hampa . . .
Itulah yang selalu dia rasakan, entah kenapa dan bagaimana hatinya merasakan kehampaan. Jauh dari bunda dan ayahnya, merantau sendiri dikota yang baru baginya. Teman? tentu saja mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Dan semenjak kepergiannya, hatinya bagai tertutup untuk orang lain. Hari yang dia lalui terasa hampa, tidak ada yang menarik sama sekali. Jangankan semangat, bahkan untuk membuka mata atau sekedar berjalan saja sudah merasa enggan.
Kesepian . . .
Tentu saja iya, bagaimana tidak teman yang Yumna temui setiap harinya berbeda. Bahkan tak saling mengenal nama. Hanya dengan ucapan 'hai' itu saja menjadi langka baginya. Makan sendiri, duduk tanpa ada interaksi dengan teman. Bagaimanapun Yumna sangat merasakan kesepian.
Bosan . . .
Setiap hari rutinitas yang dilalui demikian adanya, bagaimana tidak membosankan? Terkadang Yumna hanya ingin hidup normal seperti orang lain. Bekerja, berinteraksi, berteman, ada kalanya saling bercanda. Namun nyatanya lingkungan pekerjaannya tidak memungkinkan. Helaan nafas panjang dan langkah terseok setiap harinya ia lalui saat pulang ke kosan. Setidaknya ada tempat di mana dia tidak harus berpura-pura dan menumpahkan kekesalannya. Merebahkan badan dan menangis mengadu pada sang pencipta.
"Kenapa aku? Kenapa harus aku ya Allah?" itu yang selalu Yumna ucapkan, pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya di sela waktu dan do'a panjangnya. Dan sampai saat ini Yumna masih menunggu jawaban yang entah kapan akan terjawab.