Chereads / MARI KITA BERSAING / Chapter 9 - Lempar batu sembunyi tangan

Chapter 9 - Lempar batu sembunyi tangan

"Paman, bukan aku yang melakukannya tapi dia. Lihatlah itu sendal perempuan, mana mungkin aku memakai sendal perempuan" Kata Zen Yize berteriak, pada pria buncit itu menjelaskan dengan tidak tahu malunya.

Pria berperut buncit itu, segera memperhatikan sendal yang diacungkannya. Perkataan yang Zen Yize katakan itu, memang masuk akal dan ada benarnya pria itu langsung mempercayainya.

'Dasar pria pengecut, tidak bertanggung jawab. Melemparkan kesalahan sendiri pada orang lain, bahkan parahnya pada perempuan pula' Rutuk Glerisya dalam hati, Ia tidak percaya dengan tindakan pembelaan diri pria itu, yang tidak tahu malunya lempar batu sembunyi tangan.

"Kau! Sialan kau." Rutuk Glerisya saat berhenti tertawa, sembari melototi Zen Yize yang hanya menatapnya dengan tatapan penuh kemenangan.

"Paman, jangan percaya tukang kibul sepertinya, itu emang sendalku. Tapi, dia yang mengambilnya dariku, lalu melemparkannya kesana."

Ia terdiam sejenak, sebelum melanjutkan

"Katanya dia ingin mengecek kepala botakmu itu sekeras apa" Glerisya berteriak juga, sembari berusaha mencuci otak pria buncit itu agar mempercayinya. Namun, sepertinya ucapan Zen Yize lebih mujarab sehingga dia tidak lagi percaya padanya.

"Wah, sialan kau bajingan. Lihat pembalasanku!" Teriak pria berperut Buncit itu, menggeram dengan amarah yang meletup-letup.

"Ya, paman kamu harus membalasnya" Dengan bodohnya, Glerisya menyetujui perkataan Tua bangka itu. Yang jelas pria tua itu, mengatakan itu padanya.

"Ya, tunggu kau disana lihat apa yang akan aku lakukan padamu. Sudah melempar orang, bukannya minta maaf malah melemparkan kesalahan pada orang lain. Jelas-jelas ini sendal kamu" Teriak pria berperut buncit berkepala botak itu, dengan marah mengacungkan sendal Glerisya diatas kepalanya. Seketika, Glerisya yang mendengar itu segera terbengong beberapa saat.

Matanya semakin cepat, dalam berkedip untuk mencerna semuanya.

Ia baru menyadarinya saat, mengalihkan pandangannya ke Balkon tetangganya yang sudah kosong. Lalu, kembali melemparkan tatapannya ke bawah dan sudah tidak mendapati pria buncit itu ada dibawah. Kemudian Ia berusaha menelan ludahnya dengan sudah payah.

"Wah, gawat. Tua bangka itu pasti sedang menuju kemari, bagaimana ini?" Seketika Ia menjadi panik dan itu membuatnya mondar-mandir gak jelas.

"Sialan, bagaimana ini?" Tanyanya sembari mondar-mandir dengan panik. Dan jangan lupakan, kalau kakinya telanjang sebelah. Namun, Ia tidak menghiraukan hal itu.

"Aduh, tidak mungkin juga aku harus terjun ke bawah dari sini" Gumamnya saat matanya kembali melirik ke bawah sana. Walaupun Ia panik, tapi Ia tidak akan melakukan hal yang bodoh dengan melompat dari sana untuk kabur. Sama saja, Ia lari dari kandang binatang buas tapi malah masuk kedalam jurang. Nyawanya akan tetap terbuang sia-sia.

"Zen Yize Oppa? Apa kamu masih disana?" Panggil Glerisya ragu, memutuskan untuk memanggil Zen Yize dengan nama asli dan embel-embel Oppa. Entah itu, disengaja atau yang jelas Ia memanggilnya.

Setelah beberapa saat, telinganya mendengar samar-samar suara langkah bergema menuju ke apartementnya.

"Aihs, kenapa aku memanggilnya?" Glerisya mengusap wajahnya kesal, menyesali perkataannya yang baru saja memanggil Zen Yize yang jelas-jelas tidak akan menolongnya. Yang ada, pria itu akan dengan senang hatinya akan mendorongnya ke lubang buaya.

Drap drap drap...

Disaat yang sama suara beberapa langkah berat, menuju Apartementnya semakin terdengar dengan jelas. "Aish, tua bangka itu benar-benar datang dan parahnya membawa rombongan pula" Glerisya semakin panik dan frustasi.

"Ada apa?" Tiba-tiba suara Zen Yize terdengar mengejutkannya, yang tengah kepanikan dan hampir saja sekali lagi ia melemparnya dengan sendal untuk yang kedua kalinya. Untungnya kali ini, Ia lebih konsentrasi dalam mengendalikan rasa terkejutnya.

Perlahan, Ia menoleh pada pria itu yang sudah berdiri di teras balkon Apartementnya dengan acuh.

"Ah, tidak. Aku hanya sembarangan sebut saja" Sahut Glerisya dengan raut perlahan tenang. "Benar itu namamu? Asli? Samaran?" Sambungnya, dengan sebelah alis sedikit mencuat keatas. Ia tidak akan langsung, meminta tolong secara baik-baik. Ia harus sedikit mengancamnya dan menbuatnya menghadapi orang-orang diluar karena tertekan bukan karena kasian, itu baru dirinya.

Zen Yize tak bisa untuk tidak menyipitkan matanya, pada gadis itu.

Ia menelitinya dari kepala hingga ujung kaki, dan akhirnya Ia memahami sesuatu.

Ia mengukir senyum simpul dengan bersidakep, tubuhnya menyandar malas pada dinding. Matanya masih menatap gadis itu "Berapa harga yang kamu habiskan, untuk mencari tahuku?" Lontarnya dengan sorot mata menyelidiki.

Glerisya menyeringai dan menjawab "Tidak banyak, cukup memberikan satu kartu dari beberapa kartumu dan kebetulan aku memberikan kartu yang Gold. Mereka, langsung gerak cepat" Jawab Glerisya enteng, yang langsung merubah ekspresi Zen Yize menjadi sedikit suram. Namun, tidak merubah posisinya.

Gold Card memang bukan kartu Unlimited, tapi didalamnya setidaknya sekitar 700 M - 4 Triliunan ada. "Kamu serius?" Tanya Zen Yize pendek "Apa bayaranmu, akan hal itu?" Sambungnya dengan nada menuntut minta bayaran.

"Tsk, bayaran?" Glerisya mendesis, sembari memalingkan wajahnya kesal.

'Dia minta bayaran? Gak salah tuh? Bukannya dia yang telah mendorongku ke lubang hitam?' Batin Glerisya geram, jelas tidak sedang dalam keadaan senang untuk dibawa bercanda ataupun berbisnis.

Drap drap ddap

Langkah kaki Pria berperut Buncit dan Rombongannya sudah terdengar semakin jelas. Itu, langsung membuat Glerisya menoleh sekilas kedalam Apartementnya.

'Sial! Disaat aku akan berhasil memprovokasinya, pria bangka itu malah datang lebih cepat' Diam-diam Glerisya mengumpat dalam hatinya. Diam-diam sorot matanya kembali panik.

Glerisya kembali melemparkan tatapannya, pada Zen Yize yang masih tetap diposisinya. "Apa yang akan kamu lakukan? Jika melihat seorang gadis yang tidak bersalah harus mati mengenaskan akibat kesalahanmu? di hadapan kamu" Tanyanya dengan sebuah pengibaratan.

Zen Yize balik menatapnya sekilas, lalu mengukir senyuman "Aku tidak akan melakukan apa-apa, paling bilang 'Maaf ya? Ini mungkin sudah menjadi takdirmu' Apalagi itu orangnya kamu" Ia mengatakan itu dengan nada yang main-main dan santainya. Itu mampu, membuat Glerisya yang sudah kesal dan marah semakin menjadi.

Glerisya yang memang sudah marah dan panik semakin murka pada pria itu. Kalau Ia bisa, Ia ingin sekali menelan pria itu hidup-hidup tanpa mengunyahnya terlebih dahulu.

'Dasar pria Goblok, tidak waras, tidak punya hati, bisa-bisanya bilang begitu disaat aku sendiri masih berdiri dihadapannya' Ia melototi Zen Yize dengan marah

Zen Yize yang melihat amarah dalam sorot mata gadis itu, balik menatapnya dan berkata dengan nada genitnya "Aku tahu, aku memang tampan dan mempesona. Tidak heran kamu melihatku sampai melotot seperti itu" Ia mengusap kepalanya dengan gaya cool menurutnya. Tapi, bagi Glerisya itu terlihat sangat buruk.

Ia kembali menambahkan sebelum Glerisya angkat bicara "Bahkan, dari sorot kedua matamu aku melihat ratusan gambar hati menyongsong berterbangan menuju kearahku dan berusaha untuk menyelinap masuk ke dalam hatiku"

'Astaga! Ini orang benar-benar sudah.... Sudah kehilangan akal sehat' Glerisya membatin dengan amarah yang sudah jelas terlihat.

Glerisya yang sudah sangat marah mendengar ucapan omong kosong pria itu, mengepalkan tangannya dan menggeram pada pria itu dengan marah dan nafas yang tersenggal-senggal karena menahan marah "Dasar.... Pria kurang akal sehat"

Glerisya tak tahu harus mengatakan apa lagi, saat marah untuk mengutuk orang. Karena, dia bukanlah orang yang pandai mencaci orang. "Oh iya aku lupa kamu memang orang tidak waras, tapi aku baru ingat kamu juga buta ekspresi" Sambungnya tajam, kesal dan marah menjadi satu.

"Oh ya? Aku rasa aku tidak salah mengartikan ekspresi tergila-gilamu itu." Zen Yize menggeleng pelan, dengan senyuman menggoda masih terpampang diwajahnya yang memang tampan.

"Aku yakin 100%, kamu sebenarnya sangat memuja dan tergila-gila padaku. Lihatlah betapa banyaknya gambar hati dimatamu yang bermunculan menuju kearahku" Lanjutnya tanpa mengindahkan ekspresi Glerisya yang semakin tidak enak dipandang.

"Kamu. Tutup mulutmu!" Geram Glerisya, tidak tahu harus berkata apalagi untuk menanggapi omong kosong pria itu.

Detik berikutnya, suara gedoran dipintu dan teriakan para rombongan tua Bangka itu menggema.

Bruk bruk bruk

"Hey, Gadis tengik keluar kamu!" Teriak yang Glerisya pastikan itu Tua bangka tadi.

"Kami tahu kamu masih ada didalam" Teriakan yang diiringi gedoran pada Pintu Apartement Glerisya sudah terdengar jelas, yang dilakukan oleh Pria Buncit dan rombongannya.

Glerisya yang baru saja melupakan akan pria bangka itu kembali teringat dan membuatnya kembali panik. Ia mengatur nafasnya yang berderu, akibat menahan amarahnya pada Zen Yize.

Ia kembali menatap Zen Yize semakin marah dengan pringatan. Tapi, pria malah dengan seenaknya menyalahkan artikan "Harus berapa kali aku katakan? Aku memang sangat tampan dan mempesona. Tidak heran kamu sangat tergoda denganku"

"Kamu tidak perlu sungkan seperti itu, jika kamu sangat terobsesi untuk naik keranjangku. Aku akan dengan senang hati memuaskanmu" Ujarnya dengan santai, tanpa memperdulikan ekspresi Glerisya yang semakin menggelap karena amarah.

Nafas Glerisya semakin berderu keras, wajahnya memerah dengan suhu badan mulai memanas. Kalau masalah hati dan kepalanya jangan ditanya panas atau tidaknya dia sudah sangat-sangat panas dan geram pada pria itu.

Ia benar-benar tak sanggup lagi menghadapi pria ini dengan kepala dingin. Pria ini benar-benar tak bisa membuat darahnya mengalir dengan normal. Ia bisa pastikan, tekanan darahnya sudah naik beberapa persen dari tekanan normalnya dan Ia pastikan kalau terus-terusan berbicara dengan orang sepertinya. Dia akan mengalami darah tinggi!

Mampusss sudah! dekat, sudah dekat dirinya akan mengalami stroke.