Chereads / Am I Normal? / Chapter 16 - Keputusan Yang Rumit (2)

Chapter 16 - Keputusan Yang Rumit (2)

Pagi ini, Haru tidak seperti biasanya. Jika tersenyum kepada siapa saja adalah kebiasaannya, maka sikap dinginnya untuk saat ini tidak menunjukkan seorang Haru yang sebenarnya.

Orang-orang yang menyadarinya akan menganggapnya sedang bertingkah aneh. Namun, ia merasa bahwa semua berjalan seperti biasa, tidak ada yang berubah atau bahkan aneh dengan sikapnya saat ini.

Haru berjalan menuju lokernya untuk mengganti sepatu, dengan menundukkan kepalanya sembari terus memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan lagi.

"Senpai!" Seseorang memanggilnya dari belakang.

Haru dibuat begitu terkejut dengan suara itu, lalu segera berbalik, "oh, Kanna-chan, ada apa?".

"Aku tidak sengaja melihatmu, senpai. Jadi, aku menyapamu" Jawab Kanna dengan senyum manis terhias pada wajahnya saat ini.

Haru membuka lokernya dan mengambil sepatu, lalu mengenakannya tanpa mempedulikan Kanna yang masih berdiri di belakangnya.

"S-senpai...?" Panggil Kanna dengan mengecilkan suaranya.

"Kau mau jalan ke kelas bersamaku?" Kata Haru setelah mengenakan sepatunya.

Kanna mengangguk dengan begitu bersemangat. Matanya berbinar dengan senyum lebar menyertainya, lalu segera berjalan di samping Haru dengan tersipu malu-malu.

Berjalan bersama wanita yang sudah ditolaknya, membuat Haru sedikit kaku untuk membicarakan sesuatu, sebab perasaan tidak enak hati kerap kali membuatnya merasa bersalah jika bertemu.

Tidak hanya pada Kanna saja, tetapi pada semua wanita yang pernah dikencaninya, lalu dibuangnya begitu saja. Hingga ia berpikir bahwa kelakuan buruknya itu telah dikembalikan padanya.

Ya, seorang yang selalu mempermainkan seperti dirinya, kini telah dipermainkan oleh seseorang yang masih terus ia pikiran hingga saat ini.

Langkah mereka terhenti saat tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita cantik yang tampak terkejut melihat mereka berdua.

Erika, yang terus mengamati mereka, dengan pandangan sinisnya yang terus ia tujukan pada seorang wanita yang berjalan bersamanya saat ini, Kanna. Akan tetapi, tidak berlangsung lama hingga Erika melanjutkan langkanya bersama dengan beberapa kawannya yang mengikuti dari belakang.

Selang beberapa saat, Kanna pun tiba di kelasnya, dan Haru segera melanjutkan langkahnya kembali setelah Kanna berterima kasih.

Setibanya di kelas, semua orang memandangnya dengan mata yang seakan bertanya-tanya, tetapi ia tidak menghiraukan mereka yang memandang, dan bahkan untuk seorang guru yang menanyakan kabar saat ia hendak ke kelas tadi.

*****

"Youichi? Ikut ibu ke kantor sekarang" Kata seorang guru saat jam pelajaran kedua telah selesai, lalu segera keluar menuju kantor, diikuti oleh Haru di belakangnya.

Haru tidak perlu menanyakan, mengapa? Sebab ia benar-benar menyadari kesalahannya sendiri.

ketika beberapa saat, mereka pun sampai, dan segera masuk. Guru tersebut meletakkan buku-buku yang dibawanya di atas meja, lalu duduk sambil menatap Haru yang sedang berdiri di hadapannya.

"Youichi, darimana saja kau? Sudah seminggu kau tidak masuk sekolah, dan saat menanyakan kabar pada ibumu, ia bilang kalau kau selalu berangkat ke sekolah" Kata guru tersebut tanpa melepaskan pandangannya.

Haru hanya bisa terdiam. Tidak ada alasan baginya untuk diutarakan saat ini sebagai pembelaan diri, dari sebuah kesalahan yang memang sengaja ia lakukan.

"Kau tidak masuk di beberapa les, padahal kau tau hari ini ujian kelulusan mulai dilakukan hingga seminggu ke depan..." Kata guru itu, lagi.

"Hmm...baiklah. Ibu tidak ingin menghukummu. Hari ini, ibu hanya memperingatimu...kau tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama lagi...dan sekarang, kau boleh keluar" Lanjutnya.

Haru pun segera keluar. Cukup beruntung memiliki seorang wali kelas yang baik sepertinya hingga ia tidak perlu diberi surat peringatan, atau bahkan memanggil orang tuanya.

Ia berjalan, hendak turun kebawah, tetapi anehnya orang-orang yang ia lewati sering kali melirik ke arahnya, dan itu bukanlah hal yang biasa.

"Youichi?!" Seru seseorang dari atas saat Haru menuruni tangga, yang ternyata adalah Shino.

Haru menghentikan langkahnya, menunggu Shino yang sedang turun menghampirinya.

"Hei, ada apa denganmu? Para siswa membicarakanmu. Katanya, 'si prince' blah blah blah blah...seharusnya, kau harus lebih menjaga nama baikmu...haha" Kata Shino yang nyengir saat sudah berada di dekat Haru.

Haru duduk di tangga, diikuti oleh Shino. Dalam hati, ia benar-benar tak ingin mendengar seseorang mengajukan pertanyaan itu atau bahkan memberi nasihat seperti itu.

"Kalian--" Shino tidak melanjutkan perkataannya saat melihat Daiki yang juga menghentikan langkahnya di depan mereka saat hendak menaiki tangga.

Tampak dari raut wajahnya, ia begitu terkejut saat melihat mereka berdua, dan tentu saja Haru juga merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak? Orang yang selama ini ia hindari sudah ada di depan mata.

Haru segera menundukkan kepalanya, tak ingin melihat wajah seorang di hadapannya sebab rasa yang tersisa dapat membuatnya kembali pada kesalahan yang sama. Namun, sepertinya Daiki juga tampak tak ingin menyapa dengan melewati mereka begitu saja.

"Youichi?" Panggil Shino dengan memelankan suaranya, saat Daiki sudah menghilang menaiki tangga.

Sakit sekali! Sulit sekali memutuskan sebuah hal yang begitu rumit dengan perasaan yang masih tersisa!

"Apa yang terjadi dengan kalian berdua?" Lanjutnya.

Haru mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, lalu menatap Shino, "hei, Shino? Kenapa menyukai seseorang begitu menyakitkan?".

"Kau pasti pernah menyukai seseorang, kan? Apa kau juga merasakan sakit sepertiku?" Lanjutnya.

"Youichi? Aku tidak tau apa yang telah terjadi di antara kalian berdua, dan jika kau tidak ingin memberitahuku juga bukan masalah, tapi aku dapat memastikan satu hal yang mungkin sudah kau sadari sebelumnya..." Ujar Shino yang juga menatapnya.

"Kau sangat menyukainya" Lanjutnya.

Haru sudah tahu akan hal itu, tetapi mengapa ia harus terkejut mendengar pernyataan itu? Bukankah ia 'tuan' dari perasaan itu? Yang seharusnya lebih tahu?

Ia sangat menyukainya. Jauh dari dugaannya sendiri. Namun, dengan perasaan suka yang mungkin sudah berlebihan ini juga membuatnya harus memutuskan sebuah keputusan yang rumit.

*****