Chereads / Am I Normal? / Chapter 9 - Seorang Wanita

Chapter 9 - Seorang Wanita

Teriknya sinar matahari tidak menghalangi Haru untuk berlatih di lapangan pada siang hari seperti biasa. Ia terlihat begitu bersemangat. Rupanya, menceritakan semua hal yang ia sembunyikan kepada orang lain membuatnya sedikit berbeda dari sebelumya.

Mengenai perasaannya, ia berpikir bahwa segala hal yang ditutup-tutupi itu memanglah sebuah beban yang begitu menyusahkan. Ia bersyukur Shino menanyainya waktu lalu dan walau penuh pertimbangan, ia dapat berterus terang juga.

Sehabis berlatih, Haru berteduh di bawah pohon yang berada tak jauh dari lapangan. Ia bersandar sambil mengibas-ngibaskan kaos yang dikenakannya; begitu kepanasan pada siang hari ini.

Dari kejauhan seseorang berjalan menghampirinya sembari melambaikan tangan padanya. Ko. Juniornya. Orang yang sama waktu lalu yang tampaknya juga baru saja berlatih di clubnya, lalu duduk disampingnya.

"Hmm...hei maaf ya...aku tidak bisa bermain dengan timmu hari itu" Kata Haru.

"Haha...tidak apa-apa, senpai..." Balas Ko nyengir.

Mereka berdua terlihat begitu asyik mengobrol; membicarakan kegiatan mereka hari ini. Tak lupa juga Haru menjelaskan keadaannya saat itu sehingga ia tidak dapat memenuhi ajakan Ko untuk bermain basket bersama timnya, dan Ko tampak tak ada masalah dengan hal itu. Ia mengerti dengan keadaan Haru sehingga ia tidak begitu memikirkannya. Bukanlah hal yang perlu untuk dipermasalahkan.

"Senpai? Kau ingat wanita yang ku katakan waktu itu?" Tanya Ko dengan tiba-tiba.

Haru memikirkannya sejenak. Ia mengerti bahwa yang Ko maksud adalah wanita yang menyukainya seperti yang Ko katakan waktu itu. Ia tahu bahwa ada hal yang akan Ko sampaikan tentangnya dan segera menoleh kearah Ko, lalu menanyakan ada apa dengan wanita itu untuk memastikan bahwa dugaannya memang benar.

"Kau tahu, dia ingin menemuimu sore ini..." Kata Ko.

"Dia ingin berbicara denganmu, dan kuharap kau bisa menemuinya...dia itu gadis yang cantik loh…kau akan menyesal jika kau tidak memberinya kesempatan, senpai" Lanjutnya.

"Kenapa kau harus repot-repot memberitahuku? Dia kan bisa memberiku surat atau mengirimiku pesan haha..." Balas Haru dengan terbahak; menganggap bahwa semua itu adalah lelucon yang selama ini ingin ia tertawakan.

"Hmm...aku juga tidak tau, senpai..." Jawab Ko.

Ko pun menjelaskan mengapa ia melakukannya. Katanya, wanita itu sudah lama merengek padanya dan mengira bahwa Ko adalah teman dekat Haru sebab mereka memang tampak akrab di lapangan sehingga ia meminta bantuan dari Ko.

Ia meminta Ko untuk mengatakan semua hal tentang Haru, dan bahkan pernah memberinya sebuah surat untuk diberikan pada Haru. Namun, ia menolak karena saat itu, Haru masih menjalin hubungan dengan seorang wanita. Erika. Ko juga menjelaskan bahwa wanita itu begitu baik dan sedikit pemalu. Menurut Ko, wanita itu benar-benar menyukai Haru karena memberanikan diri untuk mengatakan hal pribadi itu padanya.

Haru benar-benar semakin digelitik saja dengan penjalasan dari Ko. Ia memegang perutnya akibat tak tahan lagi dengan tawa yang seakan mengocok perutnya. Benar-benar lucu katanya. Ia menganggap bahwa semua wanita yang menyukainya hanya menyukai fisiknya saja atau sekedar mengaguminya semata sehingga ia tidak pernah bersungguh-sungguh menanggapi hal seperti itu. Ia berbicara sedikit berlebihan. Padahal, ia sendiri tidak mengetahui isi hati dari semua wanita yang pernah dikencaninya.

"Mustahil...! Hahaha" Kata Haru dengan masih begitu menertawakan hal itu.

"Hmm…sudahlah, senpai. Jelasnya, aku sudah memberitahumu, dan sekarang aku harus pergi...dah…" Kata Ko sambil memegang pundak Haru, lalu pergi.

Sebenarnya, Haru begitu memikirkan perkataan Ko walau ia tampak begitu menertawakan hal itu. Jauh dari lubuk hatinya, hal itu adalah hal yang begitu serius baginya. Ia mengasihani wanita itu sebab harus menyukai orang yang salah dengan pemikiran yang juga terus memikirkan suatu keputusan, akan menemui wanita itu atau tidak nantinya.

*****

Pada sore hari, Haru menuju lokernya untuk mengganti sepatu. Tidak ada les hari ini sehingga ia bisa pulang lebih awal. Setibanya disana, matanya tertuju pada sebuah kertas yang menempel di pintu lokernya; bertuliskan permintaan untuk menemuinya sore ini di samping sekolah. Sudah ditebak oleh Haru bahwa yang menulis itu adalah orang yang disebut-sebut oleh Ko begitu menyukainya.

Ia memikirkannya beberapa saat dan tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk pada ponselnya. Daiki. Ternyata Daiki sudah kesal sebab sudah terlalu lama menunggu di pintu gerbang dan membuat Haru sedikit nyengir melihat isi dari teks yang sedikit lucu.

Haru memutuskan untuk tidak menemui wanita itu tanpa memikirkan perasaan yang akan wanita itu rasakan jika ia tidak melakukannya. Mungkin juga ia sudah tak berada disana. Pikirnya. Ia pun mulai beranjak menuju pintu gerbang dengan terburu-buru.

Sesampainya disana, ia melambaikan tangannya pada Daiki dengan begitu bersemangat seperti hari-hari sebelumnya. Dimana, pada saat itu Daiki sudah memasang mimik wajah yang tidak bersahabat. Lantas saja, bukannya Haru disambut dengan baik, ia malah dihajar oleh Daiki yang begitu kesal karena dibuat menunggu terlalu lama. Haru pun hanya bisa meringis kesakitan, dan meminta maaf dengan menahan tertawanya.

Setelah itu, Haru mengajak Daiki untuk segera kembali, lalu mulai berjalan di depannya. Akan tetapi, bukannya mengikuti Haru, Daiki malah tetap pada tempat dimana ia berdiri.

"Oi! Kau mau kemana?" Tanya Daiki.

"Hah? Pulang, kan? kali ini aku akan mengantarmu…lagi pula aku ingin meli—" Perkataan Haru segera dipotong oleh Daiki.

"Haruhiko!" Tegas Daiki.

"Kau harus segera menemui wanita itu...ia sudah lama menunggumu" Lanjutnya.

Haru berbalik, lalu menatapnya dengan keheranan. Darimana ia mengetahui jika ada seorang wanita yang ingin menemuinya sore ini? Terlintas di pikirannya. Apakah ia melihat catatan itu?

Ia terdiam sejenak, lalu memutuskan untuk tidak menemuinya; mengatakan bahwa wanita itu sama seperti para wanita sebelumnya. Tidak bersungguh-sungguh dengan perkataannya.

Setelah mengutarakan keputusannya, Daiki malah mengomelinya dan menyuruhnya untuk segera menemui wanita itu sekarang juga. Akan tetapi, Haru enggan melakukannya dan tetap pada keputusannya. Ia tidak ingin membuang-buang waktu hanya untuk sebuah pernyataan yang sekedar mempermainkannya. Namun, Bukannya mengerti dengan keadaannya saat ini, Daiki malah semakin mengomelinya dan membuat kesepakatan akan menunggunya di gerbang sekolah, sehingga membuat Haru bersedia untuk menemui wanita itu walau dengan sikap bermalas-malasannya.

Tidak butuh waktu lama untuk tiba di tempat wanita itu menunggu. Ia gugup dan berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam. Walau hal ini bukanlah pertama kalinya, ia masih sering merasa gugup untuk menghadapi hal seperti ini.

Haru melihat seorang wanita yang menyambutnya dengan senyum. Berbeda dengan sambutan Daiki sebelumnya. Bukannya membandingkan, tetapi hanya saja, dengan penuh harap Daiki juga bisa bersikap yang sama nantinya.

Tepat di hadapannya saat ini, berdiri seorang wanita dengan potongan rambut pendek sebatas leher. Wanita itu tidak begitu tinggi dan bisa dikatakan ia wanita yang mungil. Sangat menggemaskan. Bertubuh indah dengan parasnya yang memang cantik dan sesekali ia sembunyikan.

Haru membenarkan perkataan Ko waktu itu bahwa wanita ini idaman para senior walau sebelumnya Ia berpikir jika wanita ini hanya dijadikan sebagai target keisengan mereka saja. Namun, setelah melihatnya langsung, ia mulai memikirkannya kembali bahwa wanita ini seperti seorang Erika kedua dengan pribadi yang berbeda. Jika ia adalah seorang straight mungkin ia juga akan ikut dalam kompetisi memperebutkannya. Mengaguminya dalam hati.

Nishimiya Kanna. Wanita itu memperkenalkan diri kepada Haru. Ia tampak malu-malu. Terlihat pada pipinya yang memerah. Dengan memberanikan diri, ia pun mulai mengungkap apa yang selama ini ia rasakan terhadap Haru, dan berharap bahwa mereka bisa jalan bersama di akhir pekan nanti.

"Nishimiya-chan…aku...hmm..." Haru tidak tahu harus mengatakan apa.

Ia tidak dapat memastikan hal seperti itu dengan mudah. Perlu pemikiran yang matang untuk memutuskan keputusan yang tepat, dan dengan keadaan seperti sekarang ini, menentukan keputusan menjadi hal yang lebih rumit lagi.

Mulai tampak pada wajah Kanna rasa kekecawan. Wajahnya kian memerah. Entah karena malu atau memang ingin menangis sehingga membuat Haru merasa begitu berat untuk menolak permintaan itu. Ia pun menerima permintaan Kanna walau ia memang tidak tertarik lagi dengan hal seperti itu. Tidak ada salahnya jika hanya sekedar menemani.

"Hmm...senpai? Bisakah kau memberi nomor ponselmu padaku?" Kata Kanna, lalu segera menundukan kepalanya.

Sedikit mengejutkan. Wanita ini benar-benar berbeda dari para wanita lainnya yang mencari tahu dengan sendirinya. Benar-benar sopan. Pikirnya. Ia pun memberi nomornya dan menambah kegembiraan pada wajahnya.

Setelah itu, Haru kembali ke tempat dimana Daiki sedang menunggunya saat ini. Dari kejauhan terlihat Daiki yang sedang menyandarkan diri pada dinding gerbang sekolah sambil terus memainkan ponselnya dengan serius hingga ia harus memanggilnya berulang kali agar Daiki menoleh padanya. Ia pun segera mengajak Daiki untuk segara pulang, lalu mulai berjalan.

Seperti biasa, di perjalanan, mereka begitu jarang untuk saling berbicara. Jenuh juga untuk selalu menjadi yang pertama memulai suatu pembicaraan. Pikir Haru dan sesekali melirik kearah Daiki yang berada di sampingnya saat ini. Membosankan.

"Dia mengajakku berkencan akhir pekan nanti..." Kata Haru sambil terus melanjutkan langkahnya.

Daiki hanya terdiam seolah tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Haru baru saja. Haru menoleh ke arahnya; menatap sebelah wajah dari seorang yang selalu bersikap dingin padanya, dengan berharap bahwa Daiki akan merasakan sesuatu setelah ia mengatakan hal itu. Namun, nyatanya ia terlihat biasa saja. Entah ia memang memiliki rasa ataukah tidak sama sekali.

"Kau cemburu?" Tanya Haru dengan tersenyum tipis seolah sedang mengolok-oloknya.

Daiki tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia menundukkan kepalanya dan mengepalkan kedua tangannya. Warna putih dari wajahnya menjadi merah padam. Ia terlihat begitu kesal dengan pertanyaan lelucon yang baru saja Haru katakan dan segera melayangkan pukulannya pada Haru sehingga membuatnya untuk kesekian kalinya meringis kesakakitan dengan menahan agar ia tidak tertawa.

Hal terlucu baginya. Mungkin juga hal yang paling aneh dirinya. Melihat Daiki bereaksi seperti itu adalah hal yang sangat ia senangi. Itulah sebab mengapa ia sering kali mengatakan sebuah lelucon yang membuat Daiki memasang mimik wajah kekesalannya itu.

"Bodoh! Apa hubungannya denganku?! Dasar bodoh!" Kata Daiki dengan kesal.

"Hah?! Kalau memang tidak ada, kenapa kau memukulku?! Sial! Dasar bodoh!" Kata Haru dengan tidak kalah kesalnya.

Keheningan terjadi begitu saja setelah Haru mengatakan hal itu. Ada apa?! Ada apa dengannya?! Apakah perkataan itu terlalu kasar? Tapi, bukankah sudah menjadi hal biasa? Argh! Pertanyaan-pertanyaan di kepalanya membuatnya begitu gelisah. Namun, Ia berusaha menetupinya dengan bersikap tidak ada masalah.

"M-maaf...maafkan aku..." Kata Daiki, kemudian melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Haru di belakangnya.

Aneh. Benar-benar aneh. Haru terus saja menggoda Daiki untuk mencairkan suasana canggung di antara mereka saat ini; memaksanya untuk mengakui bahwa ia merasa cemburu, tetapi malah membuat Daiki merasa semakin kesal saja. Namun, lelucon ini mungkin hanya sekedar lelucon biasa baginya, tetapi bagi Haru adalah sebuah keseriusan yang ia padukan kedalam sebuah canda yang dikatakannya. Haru benar-benar berharap bisa mendengar Daiki mengakui hal mustahil itu.

*****

"Hoo…jadi ini rumahmu?" Kata Haru setelah berada di depan rumah Daiki.

"Aku tinggal beberapa blok dari sini…kau bisa datang kapan saja…" Lanjutnya.

Ia begitu senang karena bisa mengantar Daiki, tetapi Daiki sama sekali tidak merasa demikian. Sejak di perjalanan tadi, ia sudah begitu kesal; mengomel pada Haru sebab merasa diperlakukan bah seperti seorang wanita dan membuat Haru malah semakin menertawakan hal itu. Pemikiran yang konyol katanya.

"Mungkin, sesekali aku bisa--" Perkataan Haru segera dipotong oleh Daiki.

"Tidak! Jangan pernah berpikir kau bisa datang lain kali..." Kata Daiki dengan menyilangkan kedua tangannya di dada.

Wah...! Haru bertepuk tangan mengagumi kemampuan membaca pikiran itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Takjub. Namun, serasa leluconnya bukanlah apa-apa ataukah Daiki yang memang begitu sensitif hari ini, ia malah meminta Haru untuk segera kembali. Dingin sekali. Pikirnya.

Haru pun beranjak pergi. Tidak perlu berlama-lama karena Daiki sudah mengusirnya. Si tuan rumah yang galak. Julukan yang membuatnya nyengir saat di perjalanan pulangnya.

Beeeep beeeep beeeep

"Ya. Halo? Siapa?" Tanya Haru di telpon.

"Ah ini aku, senpai...Nishimiya Kanna..." Jawab Kanna.

"Oh...Ada apa?" Tanya Haru kembali dengan tetap melanjutkan langkahnya.

"Aku mau berterima kasih kepada senpai karena mau pergi bersamaku minggu ini..." Jawab Kanna sekali lagi.

"haha...tidak tidak! tidak perlu...itu bukan masalah buatku" Kata Haru.

"Hmm...terima kasih, senpai...sampai jumpa..." Balas Kanna, lalu menutup teleponnya.

Wanita bernama Nishimiya Kanna yang ditemuinya di sekolah tadi menelponnya untuk berterima kasih karena telah bersedia menemaninya atau lebih tepatnya bersedia berkencan dengannya di akhir pekan nanti, dan membuat Haru tampak tersenyum memikirkan hal itu.

Bukan karena ia senang ditelpon oleh si wanita tersebut atau karena "terima kasih"-nya, atau bahkan jadwal di hari minggu mereka. Tidak sama sekali. Melainkan, hanya untuk meledak diri sendiri sebab harus kembali berpura-pura, dan entah apakah ia harus mengasihani wanita itu ataukah dirinya sendiri.

*****