Chereads / Am I Normal? / Chapter 8 - Sebuah Pengakuan

Chapter 8 - Sebuah Pengakuan

Siang yang begitu suntuk bagi Haru. Entah apa yang harusnya ia lakukan tanpa seorang Daiki menemaninya. Tidur? Tidak mungkin; Mengobrol dengan seseorang? Tak ada yang lebih menyenangkan jika Daiki mengabaikannya. Mungkin akan cukup aneh untuk sebuah logika seorang yang normal, tetapi hal itu lebih baik daripada Daiki tidak sedang menemaninya.

Ia hanya terus membaca pesan dari para wanita yang mengaguminya; menggeser layar ke atas dan ke bawah; dan sesekali membalas pesan beberapa dari mereka. Ia juga terkadang menanyai diri sendiri, bagaimana cara mereka mendapatkan nomor ataupun nama akun pada sosial media yang ia miliki?--Stalker!. Namun, ia tidak begitu peduli terhadap pemikiran sepintas itu sebab bukan hal yang perlu dipermasalahkan selama hal itu bukanlah sebuah gangguan. Pikirnya.

Haru duduk bersandar di bawah pohon yang berada di belakang sekolahnya. Ia tidak ikut beraksi di lapangan hari ini dan memilih untuk bersantai bersama dengan pemikiran yang tak karuannya saat ini.

Ada banyak hal yang ia pikirkan. Terkhusus pada universitas manakah ia akan melanjutkan studinya. Ia begitu ingin masuk ke universitas yang sama dengan Daiki, tetapi mengingat ia bukanlah seorang yang berprestasi di bidang akademik, sedikit tidak mungkin pikirnya.

Ia terus memikirkan hal itu dan semakin ia memikirkannya, semakin bimbang pula rasanya. kelakuan yang aneh. Ia hampir terlena dengan pemikirannya hingga dari kejauhan seseorang memanggilnya, dan mengalihkan pemikirannya. Shino.

Ia mendekati Haru sambil tersenyum, lalu duduk di sampingnya. Ia menghela napas dan mengeluh karena kelelahan sehabis berlatih. Ia juga menceritakan bahwa ia dihujam oleh omelan-omelan sensei di clubnya. Memalukan katanya. Sedikit curhat. Ia memang seseorang yang berterus-terang.

Beeeeep beeeeep

"Hei Haruhiko...kau tidak usah menungguku nanti..." Kata Daiki di telpon.

"Aku sibuk sore ini..." Lanjutnya.

"Hmm...baiklah...baiklah..." Balas Haru dengan nada suara yang sedikit kecewa.

Haru baru saja ingin menanyakan kabarnya pada Shino sebagai teman seclubnya, tetapi Daiki telah menelponnya untuk mengabarinya suatu hal yang menambah siang yang suntuk menjadi lebih suntuk lagi.

Shino sibuk berceloteh di sampingnya dan Haru hanya tetap berusaha untuk ikut pada topik pembicaraan yang Shino bicarakan saat ini; mengiyakan; dan terbahak jika hal itu adalah hal yang lucu bagi Shino sendiri. Memaksakan diri. Mungkin. Namun, untuk menghargai apa yang ia bicarakan walau ia tidak begitu memahami apa yang Shino katakan dengan pikiran seakan tidak bersama dirinya saat ini.

"Youichi…ayo kita pergi makan ramen sepulang sekolah" Ajak Shino.

Haru mengiyakan tawaran dari Shino. Lagi pula, toh ia akan berjalan sendiri juga nantinya karena Daiki begitu sibuk hari ini. Shino pun terlihat begitu kegirangan dan langsung berdiri lalu membersihkan celananya dari kotoran yang menempel saat ia duduk tadi. Ia pun pamit, lalu pergi dan melambaikan tangan kepada Haru.

Tak lama kemudian setelah Shino pergi, seseorang dengan tubuh tinggi hampir sama dengannya, datang menghampirinya. Orang itu cukup tampan dengan rambut sedikit panjang yang ia ikat kebelakang dengan mengenakan kaos basket berwarna hitam.

Orang itu bernama Ko. Nakagawa Ko. Terlihat Ia begitu kelelahan sambil tubuhnya disandarkan pada pohon, dimana Haru juga melakukannya. Kaosnya agak basah karena keringat di tubuhnya, lalu ia kibas-kibaskan kaos itu; mencoba untuk mendinginkan tubuhnya.

Ia menyodorkan sebotol minuman untuk Haru, lalu segera diraihnya tanpa ragu menerimanya. Sepertinya, Ko cukup mengenal Haru dan begitu pun sebaliknya sebab keduanya tampak terlihat dekat.

Ko setahun di bawahnya yang bergabung pada club basket di sekolahnya. Mereka bertemu saat Haru bermain bersama orang-orang di club basket tersebut dan setim dengannya. Namun, mereka tak begitu akrab; hanya sekedar dekat sebagai teman setim di lapangan, dan menyapa sebagai seorang senior dan junior saja.

"Senpai, kenapa kau tak pernah lagi bermain basket? Kau kan cukup hebat" Kata Ko.

"Sangat disayangkan juga, kau masuk club sepak bola" Lanjutnya, lalu meneguk minuman di tangannya.

"Hmm...belakangan ini aku begitu sibuk" Tutur Haru.

"Hoo…bagaimana kalau besok? Timku begitu merindukanmu, senpai" Kata Ko dengan berharap bahwa ia akan mengiyakan ajakannya.

Haru belum bisa menentukan mengenai ajakan orang itu. Ia hanya mengatakan bahwa ia akan datang jikalau memang ada waktu luang dengan hal semacam itu walaupun sebenarnya ia memang sedikit merindukan permainan itu juga.

"Senpai?..." panggil Ko dengan berbisik dengan tubuh yang ia geser untuk lebih dekat pada Haru.

Haru pun berbalik ke arahnya. Ia mengetahui bahwa akan ada hal yang hendak disampaikan oleh Ko dengan suara berbisiknya itu, dan membuatnya mempersiapkan diri. Ko pun mendekatkan bibirnya ke telinga Haru, dan mengatakan suatu hal yang membuat Haru sedikit terkejut.

"Ada seorang wanita yang menyukaimu..." Bisik Ko, lalu kembali pada posisi awalnya.

Ko menjelaskan bahwa wanita itu masih di tahun pertama; begitu cantik; dan juga banyak para senpai yang mengakuinya. Pemaparannya membuat Haru terdiam sejenak dan mengerutkan kening. Terkejut? Keheranan? Cukup sulit menggambarkan mimik wajahnya kali ini.

Seharusnya, Haru tidaklah lagi terkejut dengan kabar seperti itu sebab ia adalah "prince" bagi para wanita di sekolahnya. Ia sudah banyak diberi surat mengenai ungkapan perasaan dari beberapa wanita di sekolah ini. Akan tetapi, kali ini benar-benar berbeda.

Setelah mengatakan hal itu, Ko beranjak pergi. Seperti sedang memberi pemikiran baru, lalu pergi begitu saja; meninggalkannya seakan ia tidak mempedulikan mengenai hal ini. Ini memang bukan urusannya dan ia harus menyelesaikannya sendiri.

Haru memikirkan hal itu bukan karena ia takut akan jatuh cinta pada wanita itu, melainkan ia merasa bahwa tak seharusnya diusik dengan sesuatu seperti itu; tak ingin kembali pada perasaan melukai hanya untuk menutupi jati diri.

Ia menyukai Daiki walau ia tak mengetahui bagaimana pendapat Daiki sendiri. Namun, itulah perasaannya yang begitu menyukai seorang Daiki dan bukanlah suatu hal yang mudah untuk seperti sekarang ini.

Asal mereka tahu saja bahwa ia sudah tenggelam terlalu dalam di dalam cinta terlarang ini. Ada banyak hal yang sudah terjadi; ada banyak perasaan wanita yang ia lukai demi suatu ego pribadi; dan ia tidak pernah menginginkan hal seperti itu kembali pada dirinya saat ini. Tidak ada alasan lagi baginya untuk melakukan hal itu.

*****

Pada sore hari, sepulang sekolah. Haru melihat Shino, lalu segera menghampirinya yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Shino tersenyum padanya saat ia menyapa, lalu mereka pun pergi ke tempat yang siang tadi mereka bicarakan.

Sesampainya di tempat itu, segera mereka duduk dan langsung memesan makanan. Tempat yang bagus dengan gaya tradisional Jepang yang menarik. Banyak juga sebayanya dari sekolah lain yang makan di tempat ini. Sepertinya memang menarik.

Tak butuh waktu lama, pesanan mereka sudah dihidangkan di hadapan mereka. Mereka makan dengan begitu lahapnya. Sesekali, mereka membicarakan hal-hal yang biasa dibicarakan oleh para pria. Mereka juga terkadang menertawakan hal-hal yang tak begitu penting hingga tak terasa mengahabiskan makanan mereka. Tidak perlu berlama-lama bagi mereka untuk beranjak dari tempat ini.

Di perjalanan, mereka mampir di sebuah jembatan. Entah apa yang membuat mereka melakukan hal itu. Mungkin untuk sekedar menikmati suasa kota pada sore hari ini.

Di jembatan tidaklah begitu ramai. Sesekali ada orang yang melintasinya di sore hari ini. Mereka berdua terlihat begitu menikmati pemandangan sekitar. Shino juga sesekali menguangkap rasa kagumnya dengan keindahan di hadapan mereka. Pejalan kaki, Kendaraan, dan gedung tinggi, cukup sederhana untuk sebuah keindahan.

Di suasana ini, Shino dengan tiba-tiba menanyakan suatu hal mengenai wanita yang pernah dekat dengannya—tepatnya yang pernah menjadi kekasih Haru. Nakahara Erika. Shino menanyakan kabar hubungannya dengan wanita itu saat ini, tetapi Haru terlihat begitu enggan untuk mengatakannya karena baginya hal itu sudah menyangkut masalah pribadi. Namun, di samping itu, bukanlah suatu masalah untuk mengungkap hubungan yang sudah lalu, dan membuatnya mulai berbicara mengenai hubungan mereka saat ini.

Haru menjelaskan bahwa ia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan wanita itu sudah sejak lama; sekitar beberapa bulan terakhir ini. Tidak tahu pasti. Ia juga mengatakan alasan ketidak cocokan mereka selama ini hingga mereka memutuskan hubungan. Sedikit melebih-lebihkan, tetapi sebuah kebenaran jika berdasar pada keadaannya sendiri.

"Youichi, ada hal yang ingin kupastikan darimu..." Kata Shino.

"Sudah lama aku ingin menanyakan hal ini, tapi aku sedikit ragu...eh! tidak!...aku takut menanyaimu langsung" Lanjutnya.

Lantas saja Haru menertawakan Shino. Menganggap bahwa perkataan itu seperti sedang menggelitiknya. Sangat lucu baginya. Ia terus saja menggoda Shino saat itu, tetapi Shino tidak menanggapinya sama sekali. Ia benar-benar serius.

"Ne…Youichi...kau menyukai Daiki, kan?" Tanya Shino yang menatapnya dengan begitu serius.

"Hah?!" Haru begitu terkejut mendengarnya.

Kali ini, ada hal yang benar- benar membuat jantungnya berdebar-debar selain Daiki. Haru tak pernah menyangka bahwa hal itu akan dipertanyakan oleh seorang seperti Shino yang tampak tak begitu tertarik dengan kabar-kabar mengenai hubungannya bersama seseorang.

Ia bungkam. Tak tahu hendak mengatakan apa. Bagaimana mengolah kalimat untuk jawaban dari sebuah pertanyaan yang memang tidak ingin ia dengarkan sama sekali? Ia ingin berbohong untuk mengatakan tidak—tidak menyukainya. Akan tetapi, serasa lidahnya melupakan cara merangkai kata yang bukan sebenarnya.

"K-kenapa kau menanyakan hal seperti itu?" ia berbalik menanyai Shino.

"Aku kan temanmu...dan sudah lama mengenalmu...yah…walau kita tidak begitu akrab sih ha ha…" Kata Shino dengan menertawakan perkataannya sendiri.

Shino pun mulai menjelaskan kepada Haru mengenai pendapatnya selama ini. Ia mengatakan bahwa Haru adalah seorang yang tidak begitu tertarik dengan wanita di sekitarnya, dan bahkan jika ia menjalin sebuah hubungan dengan seorang wanita tidak akan bertahan lama. Ia juga mengatakan bahwa sikapnya terhadap Daiki itu benar-benar berbeda dengan para wanita yang pernah menjalin hubungan dengannya.

Kali ini Haru benar-benar telah terpojokkan oleh ujaran itu. Ia tidak bisa lari lagi; tidak bisa mengelakkan suatu kebenaran lagi. Apa yang dikatakan oleh Shino baru saja telah mengunci bibirnya untuk tidak membenarkan hal itu. Jika pun ingin beralasan, ia tidak tahu harus memberi alasan yang seperti apa lagi untuk keadaannya saat ini.

"Kau menyukainya, kan?" Tanya Shino.

Haru terdiam sejenak dengan kepala yang terus mencari alasan yang tepat untuk mengelak dari sebuah hal yang namanya berterus terang.

"Iya. Aku menyukainya" Jawab Haru.

Ia sama sekali tidak ingin melakukan pengakuan ini, tetapi bibirnya yang tadinya tak dapat mengolah setiap kata spontan mengatakan hal yang sama sekali tidak ingin ia katakan. Seperti sedang di luar kendalinya. Ia pun menarik napas begitu dalam, lalu megeluarkannya perlahan untuk menenangkan dirinya yang sudah begitu kacau sebab pengakuan ini.

"Jadi, kau seorang…?" Shino tak perlu melanjutkan apa yang hendak di tanyakan nya sebab ia tahu bahwa Haru sudah mengetahui apa yang ingin di tanyakan nya.

"Iya. Aku gay..." Jawab Haru.

"Kenapa? Jijik?" Lanjutnya

"Ah tidak tidak…haha…" Jawab Shino dengan tertawa kecil.

Haru tahu bahwa Shino begitu terkejut terhadap apa yang ia katakan walau Shino berusaha menutupinya dengan cengingiran yang ia paksakan. Terlihat jelas pada wajahnya saat ini.

Ia juga tidak ingin melakukan pengakuan ini, tetapi bibirnya benar-benar menolak keinginannya. Namun, anehnya, ada perasaan lega ketika ia mengakuinya sehingga ia memilih untuk menjelaskan beberapa hal kepada Shino, dan berpikir bahwa jika ada orang lain yang mengetahuinya akan lebih baik untuk kedepannya. Lagi pula Haru yakin bahwa Shino tidak akan pernah mengatakan hal ini pada siapapun.

"Yah…itu hakmu untuk menyukai siapapun,…dan tenang saja, aku tidak akan memberitahukan hal ini kepada siapapun" Ujar Shino dengan tersenyum.

"Tunggu! Apa masih ada orang lain yang tau soal ini?!" Tanya Haru dengan begitu terkejut jikalau sampai ada orang lain yang mengetahuinya.

"Setahuku tidak ada haha..." Jawab Shino.

"Huh...semoga saja" Haru menghela napas dengan tangan kanannya mengelus dadanya.

Haru belum pernah merasa kelegaan seperti ini sebelumnya. Seakan ia membuang satu masalah dan menyisakan banyak ruang di dadanya. Ia tidak lagi tertekan oleh hal yang selama ini ia tutupi hingga membohongi orang lain dan dirinya sendiri. Setidaknya tidak berpura-pura kepada satu orang saja sudah cukup melegakan.

Baru kali ini ia mengambil keputusan yang tepat. Pikirnya. Ya, setidaknya, sore ini bukanlah sore yang buruk baginya; ia juga tidak menyesali apa yang telah ia lakukan dan berharap Shino bisa menepati sebuah janji hari ini.

*****