Aku tertidur sepanjang sisa perjalanan dan terbangun saat seseorang menyentuh bahuku. Aku segera membuka mata dan aku baru sadar kalau bis berhenti di depan kantor kecamatan. Aku segera menoleh ke samping dan melihat cowok di sebelahku telah berdiri, tanpa sadar aku mendongak dan menemukan senyum tipisnya yang memukau.
Wajahku memanas saat tatapan kami bertemu sesaat, aku segera melempar tatapanku keluar jendela dan melihat anak-anak yang sudah keluar dari bis . Dadaku langsung terasa sesak berdebar dan jantungku berdegup kencang. Untuk sesaat aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, aku masih duduk membeku di tempatku.
"Ayo, Zie!" ajak Tia sambil menenteng tas yang berisi barang-barang bawaannya saat melihatku masih bengong di atas kursi yang aku duduki.
"Oke,"jawabku setelah aku kembali pada kesadaranku , aku tak melihat Ali ada di sampingku dan tak tahu kapan cowok itu turun dari bis. Aku segera mengumpulkan barang-barangku dan berdiri.
"Kamu turun duluan, Ya, aku menyusul," kataku pada Tia.
Aku berusaha mengambil tas tentengku dari bagasi yang ada di atas tempat dudukku. Beberapa orang yang lewat karena hendak turun dari bis mendesakku yang berdiri sehingga aku agak kesulitan mengambilnya. Setelah beberapa saat akhirnya aku bisa mengambilnya, aku berjalan keluar dari bis berdesakan dengan yang lain.
Aku melihat Ali berada di kerumunan bersama yang lain, dia tampak sedang berbincang dengan Arif. Ali hanya melihatku sekilas tanpa menghentikan perbincangannya dengan salah satu teman dekatnya. Tak lama kemudian Arif melihat ke arahku, Arif mendekat ke arahku, membantuku turun dari bis dan membawakan sebagian bawaanku sementara tampak cuek
Kami di sambut oleh Camat, kepala Puskesmas dan kepala desa, perangkat dan tokoh masyarakat desa Karanganom. Kami berkumpul di aula kecamatan yang berada di sayap kiri kantor kecamatan.
Acara dipandu langsung oleh ketua program studi Diploma tiga keperawatan kemudian sambutan-sambutan dari Camat dan kepala Puskesmas dan kepala desa. setelah itu dilakukan serah terima mahasiswa kepada kepala desa sekaligus pembagian kelompok. Desa Karanganom terdiri dari tujuh dusun karena itu kami dibagi tujuh kelompok.
Setelah itu kami menaiki bis lagi menuju desa Karanganom, kami sampai di depan sebuah bangunan yang sederhana. Di sana tampak sebagian masyarakat yang terdiri dari tokoh masyarakat dan kader desa yang menunggu kedatangan kami dengan antusias. Kami memasuki bangunan sederhana yang merupakan Balai Desa Karanganom yang tak begitu luas dan duduk di sana berbaur dan mulai berbincang dengan masyarakat yang ada di sana.
Acara penyambutan ditingkat desa berlangsung dengan singkat, Kepala desa memperkenalkan perangkat desa dan para tokoh masyarakat juga kader-kadernya kepada kami setelah sebelumnya kami memperkenalkan diri dan menyampaikan program yang akan kami lakukan.
Desa ini terdiri dari tujuh dusun, kami kemudian dibagi menjadi tujuh kelompok sesuai jumlah dusun yang ada. Kami juga diperkenalkan dengan para kepala dusun, beberapa dari mereka sudah cukup tua tapi terlihat masih enerjik.
Kemudian kami dikumpulkan berdasarkan kelompok, sesuai desa masing-masing, kebetulan aku mendapat dusun yang paling luas dengan jumlah penduduk terbanyak. Kelompokku mempunyai anggota paling banyak yaitu sembilan orang yang terdiri dari enam orang perempuan dan tiga orang laki-laki termasuk Ali. Awalnya aku sempat ingin bertukar tempat saat tahu aku kelompok dengan Ali tapi tak ada yang mau karena takut ketahuan dosen.
Kami bersembilan bersama beberapa beberapa kader desa diangkut menggunakan mobil bak terbuka milik penduduk. Jalanan yang kami lewati menembus ladang jagung milik penduduk yang lumayan luas menuju dusun, Sambi, butuh waktu setengah jam sampai di dusun itu melewati jalanan yang berbatu yang menghubungkan dusun-dusun di desa Karanganom. Selain mempunyai wilayah yang luas, dusun Sambi terletak di tempat yang paling tinggi, di atas dusun itu terdapat hutan lindung yang berada di punggung Gunung.
Di atas bak mobil kami bernyanyi dan bersenda gurau sepanjang jalan. Aku duduk sembari memegang lututku, menatap panorama indah yang terbentang sepanjang perjalanan. Ali duduk di sebelahhku membuatku merasa kurang nyaman karena debaran di dadaku bertambah kencang apalagi saat tanpa sengaja setiap kali mata kami bersitatap. Aku juga merasa darahku berdesir saat tanpa sengaja tubuh kami bersentuhaan karena jalanan batu yang bergelombang atau jalanan berbelok.
Aku hanya berharap tak ada yang memperhatikan kecanggungan di antara kami, aku berharap kami segera sampai di tujuan agar aku bisa melepas perasaan yang menggayuti hati dan otakku.
Mobil berhenti di depan rumah sederhana tapi cukup luas dan asri yang berada di tengah dusun, rumah itulah yang akan kami tempati selama dua minggu di dusun ini. Rumah itu milik mak Ijah, seorang janda yang tinggal bersama seorang pembantunya, anak-anaknya berada di kota dan hanya pulang pada saat lebaran saja. Halaman rumah ini cukup luas, di kiri dan kanan rumah terdapat kebun yang memisahkan rumah ini dengan rumah-rumah yang lain.
Kami segera turun dari mobil setelah berpamitan pada beberapa kader yang masih ada di atas bak terbuka dan mengucap salam sebelum memasuki rumah. Kami disambut Mak Ijah dan pembantunya dengan ramah. Setelah berbincang beberapa saat, Mak Ijah memerintahkan Pembantunya untuk menunjukkan kamar kami.
Ada beberapa kamar di rumah ini dan kami menempati kamar yang berbeda. Ali bersama Rendi dan menempati kamar yang ada di sebelah ruang tamu. Aku, Ria dan Ani menempati kamar di sebelah kanan ruang makan sementara Atikah, Airin dan Seri berada di sisi lainnya.
Setelah menata pakaianku ke dalam lemari aku segera merebahkan diri di atas kasur yang berisi kapuk randu untuk melepaskan penat selama perjalanan. Kuedarkan pandanganku melihat kamar yang cukup rapi dan bersih. Ani dan Ria telah keluar dari kamar setelah tadi meletakkan barang-barang mereka.
"Aku curiga sama Ali dan Zie, biasanya mereka selalu berjauhan seperti dua kutub yang sama, hari ini aku lihat mereka akur, aku tadi lihat Zie tidur nyenyak banget di bahu Ali," aku hampir saja terlelap saat mendengar Seri berkata entah kepada siapa.
What? Wajahku memerah mendengar ucapan Seri, benarkah aku tidur di bahu Ali? Aku merasa sangat malu sekaligus kesal, harusnya tadi aku berpindah tempat duduk saat Ali berada di sampingku. Aku melirik Ali yang hanya tersenyum dingin menanggapi ucapan Seri.
"Wah, aku gak nyadar kalau dari tadi mereka barengan," nada suara Airin terdengar iri.
"Gak perlu iri begitu, Rin. Kamu tahu sendiri bagaimana bencinya Ali sama Zie, begitu pula sebaliknya," sahut Ani menenangkan Airin.
"Terkadang perasaan benci juga berubah jadi cinta," sahut Ria
"Aku gak bisa bayangin kalau mereka saling jatuh cinta,"entah siapa yang berkata karena aku sudah tak tahan lagi menahan kantukku.
Entah berapa lama aku tertidur, saat membuka aku sudah tak mendengar lagi celotehan anak-anak. Aku segera bangun dan berniat mencuci muka.
"Masih pusing?" tanya Ali saat kami berpapasan saat aku hendak menuju ke kamar mandi.
Aku menggeleng, menatapnya. Rasanya aneh melihatnya begitu lembut dan penuh perhatian
***