Akhirnya setelah berjalan sekitar sepuluh menit kami sampai sebuah rumah dengan halaman yang luas dengan pepohonan yang rindang. Ada berbagai tanaman buah di setiap sudut halaman yang beberapa di antaranya tengah berbuah meski masih mentah. Bu Tutik mengajak kami memasuki halaman rumahnya yang asri. Seorang laki-laki beserta dua orang anak laki-laki tampak duduk di teras menunggu kedatangan kami. Bu Tutik segera memperkenalkan mereka sebagai suami dan kedua anaknya.
Bu Tutik dan suamiya mengajak aku dan Ali memasuki rumah mereka sementara kedua anak Bu Tutik pamit untuk bermain ke rumah temannya. Aku dan Ali duduk di kursi kayu jati yang ada di ruang tamu dengan posisi berdekatan hanya di batasi sebuah kursi sementara Bu Tutik dan suaminya duduk di depan kami.
Beberapa saat kemudian Bu Tutik masuk ke bagian dalam rumahnya sementara kami berbincang dengan suami bu Tutik, atau lebih tepatnya Ali yang mengobrol dengan suami bu Tutik karena aku hanya menimpali sesekali.
"Sebenarnya jalan itu jarang dipakai, tapi memang itu jalan tercepat sampai ke tempat ini," kata suami bu Tutik setelah mendengar aku terpeleset dan hampir terjatuh saat melewati jalan tadi.
Aku meringis! Sudut mataku menatap wajah Ali yang terlihat rumit kubaca. Aku dan Ali tak tahu kenapa Bu Santi menunjukkan jalan itu, mungkin biar kami lebih cepat sampai ke tempat ini karena kami harus menyelesaikan pendataan ini segera.
"Ada jalan lain tapi memutar jauh, paling tidak duapuluh menit menyusuri jalan sepanjang tepi sungai ini dan nanti sampai di RT 1. Kalau warga RT 4 kesini ya memang lewat jalan itu daripada memutar," lanjut Pak Irman sambil tersenyum melihat reaksiku dan Ali.
Bu Tutik keluar dari pintu dia masuk tadi dan membawa penampan berisi gelas dan piring. Bau kopi segera menguar memenuhi ruang tamu yang sederhana ini. Bu Tutik segera menghidangkan kopi dan ubi rebus di atas meja dan mempersilahkan kami untuk menikmatinnya sebelum kami melanjutkan pendataan ke rumah-rumah yang ada di tempat ini.
Ali mengambil gelas berisi kopi yang masih mengepulkan asap kemudian meletakkannya kembali setelah menyesapnya sedikit kemudian sepotong ubi rebus dan mengunyahnya pelan. Ali tampak menikmati potongan ubi rebus yang sepertinya lezat.
"Enak ini, zie. Ayo dicoba, gak kalah sama pizza di cafe biru," kata Ali saat menyadari aku tengah memperhatikannya.
Aku segera mengalihkan tatapanku dan mengambil gelas kopi di depanku dan meniupnya sebelum menyesap kopi yang terasa sangat nikmat karena udara mulai terasa dingin. Ali mengambil sepotong ubi rebus lagi dan menyodorkannya ke mulutku. Aku mengelak dengan wajah memerah, Bu Tutik dan suaminya langsung tergelak melihat tingkah kami.
"Aku bisa makan sendiri!" aku mengambil sepotong kecil ubi rebus dan memakannya. Rasanya asin dan gurih karena bu Tutik menambahkan garam saat merebusnya membuatnya terasa begitu nikmat apalagi dipadu dengan kopi manis yang mulai menghangat.
Sembari menikmati hidangan kami terus berbincang sembari mendata kondisi rumah dan keluarga bu Tutik. Pak Irman dan Bu Tutik menjawab dengan gamblang semua pertanyaan yang diajukan Ali kepada mereka.
Saat Ali sedang bertanya pada mereka, aku membuka grup chat yang sudah menumpuk. Aku membuka grup PKMD dusun sambi dan melihat sudah banyak chat di sana, kebanyakan berisi foto-foto kegiatan hari ini.
(Ali, Zie... sudah selesai belum?) tanya Ria di grup.
(Masih pendataan) balasku sambil menyertakan foto Ali yang sedang melakukan wawancara. (Kurang tiga rumah lagi)
(Cepetan, yang lainnya sudah pada bersantai)
Aku tidak membalas chat di grup lagi karena Ali tela selesai melakukan wawancara dan Bu Tutik mengajak kami menuju rumah yang lain untuk melanjutkan pendataan. Kami memasuki satu persatu rumah yang tersisa dan bertanya-tanya pada pemilik rumah yang hari itu sengaja tidak pergi karena menunggu kedatangan kami.
Dalam waktu singkat kami telah selesai melakukan pendataan karena itu kami segera pamit.
"Ya, hati-hati, kalian lewat jalan ini saja terus, nggak usah belok-belok nanti kalian sampai di dekat pintu masuk dusun Sambi." kata suami bu Tutik.
"Terimakasih, pak, bu." kata kami hampir serempak.
"Kalian memang pasangan yang serasi, pasti senang ya dapat tempat praktek satu lokasi jadi bisa sambil pacaran." kata suami bu Tutik sambil menepuk-nepuk bahu Ali membuat wajah cowok itu memerah.
Aku lebih tersipu lagi, wajahku terasa panas dan warnanya pasti lebih merah dari wajah Ali.
***