Aku merasakan dadaku berdetak lebih cepat saat mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Aku mengikuti kedua orang tuaku berjalan menuju pintu depan. Di halaman rumah seorang lelaki keluar dari mobil sambil tersenyum, Harsya! Dia memang selalu penuh kejutan dan selalu berusaha memanjakanku. Meski tadi pagi Ia sudah setuju untuk tidak menjemputku nyatanya saat ini Ia sudah ada di sini.
Harsya segera menyalami kedua orang tuaku dengan mencium tangan mereka kemudian memelukku dengan mesra dihadapan kedua orang tuaku hingga membuatku merasa tersipu.
"Aku kan sudah bilang gak usah dijemput, ini sudah rencana mau naik bis," kataku dengan berbisik di telinganya.
"Hehe, sudah kangen," jawab Harsya sambil memegang kedua pipiku yang kontan membuat warnanya makin merah.
Ayah dan ibu segera menyuruh Harsya masuk ke dalam rumah. Mereka kemudian duduk sambil mengobrol di ruang tamu, sementara Aku masuk ke dapur untuk membuatkan Harsya kopi capuchino kesukaannya.
Kedua orang tuaku sangat menyukai Harsya, bagi ayah dan ibu Harsya bukan hanya calon menantu tetapi mereka telah menganggapnya sebagai anak lelaki mereka karena ayah dan ibu tidak menpunyai anak laki-laki. Mereka hanya memiliki satu anak saja yaitu aku, anak semata wayang mereka. Sebenarnya ibu pernah memilki anak laki-laki, tapi anak itu meninggal beberapa jam setelah lahir karena ada kelainan pada jantungnya. Anak laki-laki itu adalah kakakku.
Terkadang aku merasa iri pada Harsya, karena saat Harsya ada mereka lebih perhatian kepada Harsya daripada kepadaku. Tapi mau bagaimana lagi, mereka hanya akan tertawa kalau aku melakukan protes.
Aku keluar membawa satu cangkir kopi capuchino untuk Harsya dan dua cangkir teh manis untuk kedua orang tuaku. Setelah meletakkan cangkir-cangkir minuman itu di atas meja, aku segera duduk di sebelah Harsya bergabung dalam obrolan mereka.
Saat di rumah ini, Harsya memang lebih banyak ngobrol dengan ke dua orang tuaku terutama ayah. Mereka begitu cocok kalau sudah bicara dari a sampai z hingga lupa waktu dan itu sudah berlangsung beberapa waktu setelah aku jadian dengan Harsya. Kami mengobrol cukup lama hingga waktu telah menunjukkan jam empat sore. Ini berarti kami telah ngobrol lebih dari dua jam dan rencanaku untuk pulang ke kost lebih awal tidak jadi.
Tadinya aku berencana pulang lebih awal agar bisa beristirahat. Besok maksimal jam setengah tujuh kami sudah harus berkumpul di kampus sebelum berangkat ke desa tujuan kami.
Sebelum waktu makin malam, kami berdua akhirnya pamit pada ayah dan ibu. Seperti biasa sederet nasihat diucapkan mereka sebelum kami memasuki mobil.
***
Catatan penulis:
Ternyata yang datang Harsya bukan Ali. Yang mendukung Ali jangan kecewa dulu karena nanti ada part menarik antara Zie dan Ali.
Jangan lupa vote dan batu kuasanya, agar author makin semangat nulisnya๐๐๐