Chereads / DI ANTARA GEMINTANG / Chapter 5 - Cincin 2

Chapter 5 - Cincin 2

Ketika akhirnya pesanan kami datang, Harsya dan Tia segera menyantap pesanan mereka. Tia memuji-muji Harsya karena sudah mentraktirnya yang membuat Harsya dan aku tak bisa menahan tawa.

"Ah, dasar gembul! kalau dapat makanan gratis aja mujinya selangit," ujarku sambil tertawa.

"Yeey, biar saja! Kenyataannya kak Harsya kan emang baik, murah hati dan tampan lagi," Tia berkata sambil menyeruput jus alpukatnya. "kalau kamu sudah bosan sama kak Harsya boleh dong nanti buat aku!"

"Yeey, ga boleh, Kak Harsya cuma boleh jadi milikku saja, aku ga akan pernah bosan," balasku yang membuat Harsya makin terkekeh.

Tia mengerucutkan bibirnya, wajahnya yang memelas terlihat lucu sekali. Meski bertubuh subur, wajah Tia cukup manis, dia sangat super dan postur tubuhnya tak membuatnya minder. Aku dan Tia bersahabat sejak awal kuliah, Tia selalu pendukungku nomor satu dalam segala hal. Tia juga yang membuat aku dekat dengan Harsya hingga kami menjadi sepasang kekasih bahkan akan menikah beberapa bulan lagi. Tia cukup dekat dengan Harsya, Tia biasa mengobrol dan bercanda dengan Harsya, kadang saking asyiknya saat mereka ngobrol aku merasa dicuekin.

"Sudah makan dulu, nanti tersedak," kata Harsya sambil mengacak rambutku dengan tangannya yang bebas membuat jantungku rasanya ingin meledak, aku yakin saat ini wajahku memerah karena kami berada di tempat umum.

"Kalau lihat kemesraan kalian, rasanya jadi pengin punya pacar..." kata Tia dengan wajah pura-pura memelas.

Aku dan Harsya tertawa

"Lah kenapa kemarin kamu tolak si Dicky? Dia kan sudah lama ngejar-ngejar kamu,"

"Ogah!" tolak Tia tegas.

"Kenapa?" tanyaku penasaran, setahuku Tia juga punya perasaan pada pada Dicky tapi dia tak mau mengakuinya.

"Aku penginnya yang sama kayak kak Harsya. Tampan dan atletis gitu. Lah, dia kena angin saja sudah mau terbang," Tia kembali mengerucutkan bibirnya sebelum menyantap makanannya.

"Mau bilang sendiri atau aku bilangin, nich!" aku tertawa hingga perutku terasa kaku.

Kebetulan aku melihat Dicky memasuki tempat ini bersama dua orang temannya. Aku segera memanggilnya agar mendekat ke arah kami. Tia langsung salah tingkah dan segera mencubit lenganku. Aku berusaha menahan senyumku agar Dicky tak merasa tersinggung.

"Aduh!" teriakku sambil melotot.

"Halo Zie, Kak Harsya. Halo... Tia... apa kabar?" Dicky menyapa kami dan terlihat gugup saat melihat Tia diantara kami.

"Ba.. baik," jawab Tia tersipu.

Aku cuma tersenyum sambil menatap mereka dengan jahil. Dicky menyalami kami. Setelah berbasa-basi sebentar, Dicky pamit menuju ke tempat kedua temannya menunggu, tatapannya tak lepas dari Tia.

"Asyik ya ketemu sama calon pacar," kali ini Harsya yang menggoda Tia.

"Ih, kakak, apaan, sih," Tia tersipu, matanya melirik ke arah Dicky yang juga tengah menoleh menatapnya membuat Tia menundukkan kepala.

"Zie, cincin kamu bagus sekali!" tiba-tiba Tia memegang tangan kiriku dan berkata dengan takjub pada cincin yang ada di jari manisku.

Aku tahu Tia berusaha mengalihkan pembicaraan di antara kami tapi kata-katanya membuat jantungku berhenti berdetak. Aku melirik Harsya untuk melihat ketidaksukaannya karena cincin platina itu berada satu jari dengan cincin pertunangan kami tapi aku tidak melihat perubahan apapun di wajahnya. Harsya bahkan ikut memegang tanganku menatap cincin yang luput dari pandangannya.

"Cantik, beli di mana?" tanyanya lembut.

"Hehe.. tadi malam aku nemu ruangan, ditaman dekat kolam ikan koi, " jawabku asal. Semoga Harsya dan Tia percaya.

"Bukan milik petugas di ruangan VIP atau penunggu pasien?" tanya Harsya.

"Entahlah, aku sudah bertanya tapi tak ada yang memilikinya." jawabku makin gugup. "Aku coba memakainya tapi malah gak mau lepas."

Aku memutar- mutar cincin itu dan berusaha melepaskannya tapi rasanya cincin itu seperti tersangkut di jari manisku.