"Cemburu?" suara seorang lelaki mengagetkanku.
Aku segera melihat ke cermin dan melihat sosok Ali berdiri sangat dekat di belakangku, dia tampak tersenyum jahil. Aku berusaha menahan nafasku dan meredakan debaran jantungnya yang muncul tiba-tiba.
Cemburu? Aku mengeja kata itu dihatiku. Tidak! Mana mungkin aku cemburu, aku tidak punya hubungan apapun dengan Ali. Aku segera menyangkal kata itu di hatiku, tapi aku tak bisa memungkiri ada sakit di dalam hatiku saat melihat Ali bermesraan dengan gadis lain. Sesungguhnya aku heran, perasaan ini tak pernah ada sebelumnya kecuali setelah kejadian malam itu.
Aku membalikkan tubuhku, menatapnya dingin lalu berjalan keluar dari toilet meninggalkannya tanpa mengucap sepatah katapun. Sekilas aku bisa melihat senyumnya jahilnya makin lebar terlukis di wajah tampannya.
Aku langsung melanjutkan langkahku ke luar dari ruang perpustakaan dan meninggalkan Tia dan kawan-kawannya yang masih berada di sana.
Belum jauh aku meninggalkan ruang perpustakaan, aku mendengar sebuah suara memanggilku, Tia . Gadis itu berlari kecil menyusulku sampai nafasnya terengah-engah. Aku menghentikan langkahku dan menunggunya.
"Gila kamu, Zie! Jalanmu cepet amat, kayak dikejar hantu aja. Mau kemana?"
"Bukan hantu tapi kamu. Ayo ke kelas, waktu istirahat hampir selesai." dalihku
Aku tersenyum melihat Tia merentangkan kedua tangannya dan menarik nafas dalam-dalam.
"Ayo, ah.. " aku menyeret Tia menuju kelas.
Kelas sudah hampir penuh ketika kami sampai di sana, tak lama kemudian aku melihat Ali juga memasuki kelas, ia berjalan dengan cuek berjalan ke barisan kursi yang lain di seberangku. Tanpa sadar aku mataku mengikuti setiap gerakannya.
Keriuhan di kelas segera mereda saat bu Yayuk memasuki ruangan. Setelah menyapa kami dan mengatakan beberapa kata pembuka, beliau segera membagikan jadwal praktek kami di rumah sakit. Kali ini kami terbagi dalam beberapa Rumah sakit di luar kota.
Untuk praktek besok aku tidak satu kelompok dengan Tia dan Ali. Aku terkejut saat merasa ada rasa kecewa saat mengetahui bahwa aku tidak satu kelompok dengan Ali padahal dulu aku sangat senang kalau aku tidak satu kelompok dengannya. Aku menghela nafas panjang, menatap Ali sekilas dengan muram dan segera mengalihkan tatapanku saat mata kami bertemu.
"Kamu kenapa, Zie?" tanya Tia saat kami meninggalkan kelas, "kok, murung."
"Hehe, gak papa, cuma sedih saja gak bareng sama kamu prakteknya jadi sebulan kita gak akan ketemu," padahal dalam hati aku mengganti kata 'kamu' dengan 'Ali', aku tertawa kecil untuk menutupi perasaanku.
"Halah gaya! Biasanya juga jarang dapat satu kelompok," sungut Tia.
"Hehehe...."
Aku tak lagi berkonsentarasi dengan apa yang terjadi di sekitarku bahkan aku sampai tak mendengar apa yang Tia katakan membuat gadis itu merasa jengkel karena harus mengulang perkataannya beberapa kali.
Ketika pelajaran berakhir, Tia segera bergegas keluar untuk ke toilet. Aku merapikan barang-barang milikku dan Tia. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal diatas meja, aku berniat meninggalkan ruangan ini untuk menunggu Tia di luar kelas.
Saat hendak berdiri aku merasa seseorang berdiri di depan mejaku, aku mendongakkan kepala dan terkejut saat mendapati wajah tampan Ali ada di sana. Sebuah senyum tampak menghiasi wajahnya yang murung. Dadaku segera saja berdebar dengan kencang saat menyadari ini pertama kalinya Ali tersenyum kepadaku.
"Jangan murung, fight!" katanya sambil menyentuh jari manis kiriku dan berhenti di atas cincin platina yang kupakai.
Aku membelalakkan mata, tindakannya membuatku kaget. Jantungku berdetak kencang. Ali tak pernah menyapaku sebelumnya apalagi menyemangatiku. Tanpa menunggu jawabanku Ali segera melangkah keluar dari kelas.
Sepeninggal Ali aku merasa tak berdaya apalagi mengingat wajahnya yang juga tampak murung. Apakah dia merasakan hal sama denganku? Aku menghela nafas merasakan sesak yang tiba-tiba menyergap dadaku.
"Ya ampun, Zie... kenapa kamu masih di sini, aku sudah mencarimu ke mana-mana," sungut Tia saat melihatku masih duduk di kursiku.
Aku tersenyum tipis sambil berdiri dan menghampirinya.
"Kamu berantem lagi dengan Ali, ya? Aku melihatnya baru saja ke luar dari sini," katanya geram, Tia sangat membenci Ali seperti aku membenci cowok itu.
"Gak,"jawabku singkat.
" Tumben..."
"Lagi males." jawabku tak bersemangat
"Hahaha,..."
***