Chapter 52 - Tipu daya Sang Penyihir (10)

"Aku tak peduli dengan sumpah konyol itu!" Katrina terkikik dengan suara melengking. "Kau tak akan bisa lolos dariku bagaimanapun juga! Takdirmu adalah menjadi persembahan bagi kegelapan. Aku tahu itu, aku melihatnya di cermin kejujuran." ucapnya dengan nada menyakinkan.

Milena terlihat pucat. Apakah cermin itu memiliki kekuatan sehebat itu sampai bisa mengetahui nasib seseorang? Ternyata cermin itu memang berbahaya. Diliriknya kotak besi di meja seberang, cermin itu ada di dalam kotak mematikan. Bagaimana ia bisa mencurinya? Tindakannya mencuri cermin itu sepertinya akan menjadi tindakan yang akan membuat para penduduk desa bangga dan berterima kasih padanya. Benda seperti itu terlalu berbahaya berada di tangan penyihir seperti Katrina.

Perhatiannya teralih pada kotak satunya lagi. Entah benda berbahaya macam apa lagi yang ada di dalam kotak satunya itu. Ia akan mengambil benda itu juga. Rencananya harus bisa dilaksanakan sebelum malam Halloween tiba, entah malam ini atau esoknya, jika tidak, ia tak akan punya kesempatan kedua lolos dari sang penyihir sinting!

Di saat-saat seperti ini, hanya ada satu cara. Berusaha atau mati sia-sia! Itu sudah jadi harga mati.

Katrina tak melakukan apa-apa, hanya memandang seraya bertopang dagu seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Bulu kuduk Milena merinding melihat tangan berkeriput Katrin kini mulai berubah menjadi hitam legam. Milena yakin, itu bukan karena pelanggaran yang dibuatnya. Ada apa dengan penyihir itu? Apakah ia akan berubah total secara kesuluruhan dan menjadi monster?

Senyum misterius melekat di wajah sang penyihir. Kemungkinan besar ia menunggu sampai batas waktu perjanjian berakhir.

Sampai malam Halloween tiba, Milena dilindungi oleh kekuatan perjanjian sumpah penyihir. Ia memiliki waktu untuk mencari mantra yang bisa membantunya lolos.

"Kau tak akan bisa kabur dariku." Katrina melambaikan tangan kanannya ke seluruh ruangan, tindakan itu membuat pintu, jendela, dan celah yang mampu dilewati sang peri tertutup oleh sihir yang tak kelihatan. "segala celah di ruangan ini akan mencegahmu kabur. Aku tak punya banyak waktu untuk mengurusi peri menyedihkan sepertimu." lanjutnya, ia mengeryitkan hidung, seolah-olah mengendus bau busuk.

"Yeah. Cukup menyedihkan untuk bisa menipumu." Milena tertawa mengejek.

"Kau!" Katrina berusaha kembali menerjang, tapi lagi-lagi gagal. "Perisai sialan!" raungnya murka.

Mata Katrina melirik ke kotak besi, sesaat ia terlihat ragu. Tangan kirinya terjulur ke arah kotak besi itu, namun sebuah perisai juga muncul di sekitarnya.

Milena tak yakin apakah wajah katrina merah karena amarahnya sudah mulai mencapai titik puncak, atau karena hawa di ruangan itu yang kini semakin panas.

Apalagi sekarang? Tanyanya dalam hati.

Sang peri tergelak puas. "Lihat siapa yang tak berdaya sekarang?"

Katrina memandang Milena dengan mata membelalak, ia mendesis lalu menggeram. "Kita akan lihat siapa yang tak berdaya pada akhirnya."

Pembicaraan itu berakhir dengan Katrina yang berlalu menaiki tangga. Sebuah senyum licik dan misterius terpasang di wajahnya yang cantik menawan membuat Milena bungkam. Jika ia terlalu lama bersantai, maka ia akan kehabisan waktu....

***

Hening.

Peri itu mengamati keseluruhan ruangan.

Pintu, jendela, dan segala celah yang menjadi kesempatannya kabur kini sudah tersegel oleh sihir. Bagaimana ia bisa meloloskan diri sekarang? Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Matanya menatap nanar lengannya yang terkelupas. Hidungnya mengeryit, tampak jijik sendiri.

Paparan dari kotak besi itu membuat tubuhnya sulit untuk bergerak. Ia harus melakukan sesuatu dengan benda terkutuk itu. Tangannya meraih benda dari dalam tas, kotak P3K Peri-nya masih utuh. Untung saja tak terjatuh di hutan semalam.

Tanpa pikir panjang, sang peri meraih pil kecil berwarna kuning keemasan. Lalu menelannya. Ruangan tiba-tiba berputar di matanya.

Oh! Pil ini memang luar biasa! Katanya dalam hati.

Segera sebelum dirinya tumbang, ia merogoh pil lain, kali ini pil merah. Ditelannya sekuat tenaga hingga merasakan sensasi aneh di perutnya. Seharusnya ia tak melakukan hal bodoh itu. Mencampur pil kuning dan merah sangat berbahaya, walaupun hasilnya sangat menakjubkan tapi memiliki resiko tinggi. Tapi, tubuhnya akan kebal terhadap apapun, termasuk besi. Semua hal yang instan, datang bersama dengan konsekuensinya. Tindakannya itu mengancam jiwa, jika dalam tiga kali dua puluh empat jam ia tak menetralisir tubuhnya, ia bisa mati kelelahan.

"Ini terpaksa." katanya pelan.

Wajah Milena memucat.

Pil-pil aneh itu mulai bereaksi, tubuhnya terasa kuat. Hanya saja tak menyembuhkan kulit dan sayapnya yang cacat.

Jemarinya menyentuh kulit wajahnya. Kulit di sisi pelipis kanannya terkelupas, dikoreknya perlahan hingga mengelupas. Rasanya masih perih, setidaknya kini ia kebal terhadap pengaruh besi. []