Chapter 18 - Cermin Kejujuran (4)

Alfred tiba-tiba saja memiliki rona wajah yang cerah, senyum lebar mengembang di wajahnya, tanpa tedeng aling-aling ia memeluk Frida yang sontak kaget mendapat perlakuan seperti itu. Grace hanya syok, mulutnya menganga lebar, "ini buruk!" desisnya kepada dirinya sendiri, "gadis itu kini memiliki harapan lebih tinggi dari sebelumnya!"

"Yeah… Lihat itu... wajahnya tersipu malu seperti seorang putri bermartabat tinggi. Itu membuatnya tampak lebih cantik." Timpal Lucinda, puas.

"Kau tahu?" Grace menelengkan kepalanya ke kanan.

"Hell, yeah! Seluruh desa bisa melihatnya dengan jelas! Cinta segitiga! Klasik!" Lucinda mendengus pelan.

Grace hanya memutar bola mata dan mendesah pelan.

"... jadi begitulah. Akan tetapi, ada yang perlu aku umumkan lagi mengenai pelakunya. Terlepas Milena bersalah atau tidak, ia tak boleh berkeliaran bebas di luar sana, mungkin ia tak ada di sini sekarang, maka aku harap kalian memberitahukan padanya…" belum selesai ia melanjutkan kalimatnya, mereka mulai mengeluh, "… bahwa jika ia bersedia tak melakukan perbuatan mengacau sampai matahari terbenam, pihak kerajaan mencabut tuduhan yang diarahkan padanya."

Kali ini keluhan yang membahana seantero podium lebih keras dari sebelumnya.

"Aku tahu! Aku tahu! Aku juga berpikir ini tidaklah adil! Namun, seburuk apapun perilaku Milena, keadilan tetaplah keadilan! Jika ia tak bersalah, maka keadilan harus ditegakkan. Ingat! Kita adalah peri-peri baik. Peri pekerja yang senantiasa bernyanyi dan bersuka ria bersama-sama, bukannya malah menghakimi seseorang sebelah mata. Jangan lupakan itu!"

Dan kata-kata terakhir itu membungkam mereka.

"Akhirnya keajaiban datang juga! Ini kesempatan baik untuk Milena!" Alfred mengguncang kedua bahu Frida. Dia sangat bersemangat, tapi tidak dengan Frida, meski ia tersenyum manis, hatinya sungguh sakit berpilin-pilin.

"Yup! Patah hati!" komentar Grace singkat. Lucinda mengangguk setuju. Mereka berdua melihat pemandangan itu dengan tatapan naas.

"Kalau begitu aku akan memberitahu kabar baik ini padanya! Aku yakin dia pasti masih tertidur di sarangnya!" Alfred hendak terbang meninggalkan kerumunan itu, tanpa diduga Frida menarik tangannya hingga nyaris membuatnya tersungkur ke tanah. "Frida!" serunya terperanjat kaget.

"Itu bisa menunggu! Kau bilang ia masih tidur, bukan? Sebaiknya kau dengar pengumumannya sampai habis. Mungkin saja ada hal bagus tambahan untuknya." Frida berusaha terdengar perhatian, namun kedua peri yang dari tadi memperhatikan mereka tahu betul kalau Frida hanya berusaha menahan kepergian Alfred. Mereka hanya bisa menghela napas panjang dan memutar bola mata.

"Ah! Kau benar juga!" Alfred menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, tersipu malu.

Frida diam-diam tersenyum penuh kemenangan. Mereka lalu kembali memusatkan perhatian pada peri berjanggut tadi.

"Maka karena itu, status Milena saat ini bukanlah pelaku, dia akan mendapat status sebagai saksi. Selebihnya akan kita lihat perkembangannya ke depan." ia terdiam, melempar pandangan dengan mata setajam silet jaga-jaga ada yang protes kembali dan membuat ricuh. Suasana hening, ia berdehem beberapa kali lalu tiba-tiba saja menjadi lebih serius. "Kali ini adalah pengumuman yang lebih penting. Jika beberapa di antara kalian akhir-akhir ini telah mendengar rumor mengenai penyihir kegelapan berkeliaran di jalan utama, " dia terdiam, "itu benar adanya." Suaranya terdengar tercekat, tenggorokannya kering, dan bulu kuduknya merinding.

Peri-peri yang mendengar pengumuman itu, menarik napas panjang dengan kedua bola mata melotot—kaget, panik, linglung, semua menjadi satu. Wajah mereka berubah pucat pasi, seolah-olah roh mereka telah direnggut seketika itu juga. Penyihir merupakan hal yang tabu dalam dunia peri, terlebih lagi penyihir kegelapan yang menjadi momok menakutkan. Beberapa di antara mereka ada yang mulai menangis, berteriak minta tolong, dan ada pula yang mematung.

"Berhenti bersikap seperti orang gila!" teriak peri berjanggut itu untuk kesekian kalinya.