Chapter 20 - Cermin Kejujuran (6)

"Tahan pertanyaanmu, anak muda, Aku akan menceritakannya!" ia menyetop Milena dengan telapak kanannya, ia menarik napas dalam, kemudian mulai menceritakan apa yang terjadi padanya, dimulai dengan sejarah peri-peri menghilang dan dijadikan hiasan stoples di rak-rak penyihir hingga nasibnya dipasangkan dengan peri berwajah tirus di sampingnya sebagai rekan kerja hari itu.

"Oh! Sungguh mengerikan! Aku tak tahu ada sejarah seperti itu!" satu tangan menutup mulutnya, matanya dibuat seolah-olah nanar mendengar tragedi kelam itu. Dan nada suaranya terdengar sungguh-sungguh prihatin, namun semua itu hanya akting belaka. Jujur saja, Ia sebenarnya tak peduli dengan sejarah tak penting macam itu, apa untungnya memikirkan hal yang sudah lewat dan berkubang dalam kesedihan? Beberapa orang memang menyebutnya peri tak berperasaan, toh, ia sudah terbiasa dengan cibiran para peri.

"Yeah! Mengerikan!" seru peri berwajah tirus itu, mengangguk cepat. "Dan ia punya cermin kejujuran!" tambahnya lagi, suaranya berbisik seolah hutan akan mendengar apa yang dikatakannya dan menyampaikannya pada sang penyihir.

Buk!

Peri satunya menginjak kaki peri berwajah tirus tadi, "jangan bicara hal yang tidak perlu!"

"Apa? Ada apa? Apa itu cermin kejujuran? Apa itu senjata berbahaya?" Milena berpura-pura tampak menggigil ketakutan kali ini.

"Oh! Tenanglah! Jangan takut seperti itu! Itu hanya cermin yang mengungkapkan kejujuran, tak akan membunuh siapapun, "ia terkekeh.

"Yeah, jika yang menggunakannya adalah orang baik-baik." imbuh peri berwajah tirus itu, sarkastik.

"Diam, Spicklose!"bentaknya kesal.

"Tapi, Bartamiel, itu benar!" Spicklose, peri berwajah tirus itu memekik tak mau kalah.

"Cukup!" Bartamiel menggerakkan tangan seolah-olah menutup mulut Spicklose.

"Spicklose? Bartamiel? Nama yang aneh!" Milena terkikik sembunyi-sembunyi.

"Apa yang barusan kau katakan?" Tanya mereka berdua serentak.

"Maaf! Jadi, penyihir ini, penyihir kegelapan ini. Dia muncul di jalan utama dan memiliki cermin kejujuran? Yang mana cermin kejujuran mampu membuat siapapun berkata jujur dan memiliki potensi lain jika digunakan secara sembarangan?" Milena berusaha mengkonfirmasinya. Mereka berdua mengangguk nyaris seirama. "Apa kalian pernah melihat cermin itu?"

"Tidak, tidak. Aku bahkan tak mau membayangkannya." Spicklose cepat-cepat menggeleng.

"Ah.... Aku pernah melihatnya di sebuah buku, bentuknya cukup besar, melebihi tinggi rata-rata peri yang ada, dan katanya dilapisi campuran perak yang tak pernah ada sebelumnya. Ada sebuah batu rubi biru yang terpasang di puncak tengah cermin. Sangat indah di buku yang aku lihat, pasti lebih indah lagi melihat aslinya." Ungkapnya dengan nada terpesona.

"Artinya aku tak bisa membawanya kemana-mana kalau begitu." Keluhnya, setengah berbisik.

"Maaf, kau mengatakan sesuatu, anak muda?"

"Bukan apa-apa." dia tersenyum lebar. "Jadi, cermin ini sekarang dimiliki oleh penyihir kegelapan yang dirumorkan itu?"

"Yeeeah... Soal itu, aku juga kurang tahu. Ada banyak penyihir yang telah mencoba mencuri harta dunia peri, kecil kemungkinan dia yang memiliki cermin itu. Kita tak tahu penyihir kegelapan mana yang memilikinya. Spicklose hanya asal bicara. Jangan dengarkan dia." Bartamiel melotot pada peri berwajah tirus itu.

"Oh…" kepala Milena tersentak ke belakang dengan kening bertaut, rencananya tidak sesuai apa yang dipikirkannya.

"Jadi, apa kau pekerja baru di hutan ini?" Tanya Bartamiel penasaran.

"Yeah. Bisa kau beritahu aku jalan menuju desa?" pintanya memelas.

"Kau ikuti saja jejeran pohon di belakang sana," Bartamiel menunjuk jalan terbuka di belakang Milena, "akan ada sungai tepat di ujungnya, ikuti saja asal airnya mengalir, kau akan melihat papan nama desa di sekitar sana."

"Baiklah. Kalau begitu, kalian berhati-hatilah!" Ia meraih tangan Bartamiel, menggenggamnya dengan kuat, berkata dengan nada sungguh-sungguh.

"Terima kasih. Itu sudah tugas kami, anak muda." Ia tersenyum nyaris menitikkan air mata haru.

"Hati-hatilah di jalan, aku yakin kau akan menyukai desa kami!" teriak Spicklose pada Milena yang kini terbang sedikit demi sedikit menjauh dari mereka, ia melambaikan tangan dengan sapu tangan berkibar-kibar di udara.

Milena terkekeh melihatnya, lalu menatap ke depan, wajahnya tiba-tiba datar, "dasar peri-peri penjaga yang aneh, apa yang mereka lihat, sih?" gerutunya kesal.

Ia mengangkat sebuah kantongan kain kecil berwarna ungu, mengguncangnya seraya berkata dengan penuh kemenangan, "debu penyamaran, membuat siapapun akan melihat apa yang ingin mereka lihat! Sungguh sangat berguna!" setelah berkata demikian ia terbang menuju tepian sungai. []