"Aku benar-benar tidak bisa mengerti dirimu. Kau jelas sangat sibuk dan bahkan benci jika seseorang membuang waktumu dengan percuma. Dan lihat sekarang! Kita makan malam bersama tidak lebih dari sehari setelah kita dipertemukan oleh Kakek. Tidakkah kau berpikir bahwa ini jelas hanya akan menyia-nyiakan waktumu yang katamu sangat berharga itu??" tutur Monica yang sudah mulai tidak sabaran. Ia agaknya harus segera membuat pria ini berubah pikiran sebelum semuanya menjadi terlambat.
Bryan memikirkan ucapan Monica. Wanita ini benar. Ia memang sangat menghargai setiap waktu yang dimilikinya selama ini. Ia selalu menolak jika ada orang yang mengajaknya keluar walaupun hanya sekedar makan atau minum sebentar disela-sela waktunya seharusnya bekerja.
Tapi begitu tadi siang ia mendapat telepon dari Tuan Hendra, Kakek Monica yang mengajaknya untuk makan malam dengan cucunya, Bryan langsung menyanggupinya tanpa pikir panjang. Alhasil, tak hanya dirinya yang dibuat bingung dengan sikapnya yang mengejutkan itu, sekretaris pribadinya juga menatapnya dengan tidak percaya.
Sekretaris Rio benar-benar tidak percaya bahwa bosnya itu bahkan rela merubah jadwal temunya dengan Tuan Park dari Korea yang seharusnya terjadi malam ini dengan besok pagi. Alhasil, semua jadwal bosnya yang sudah padat menjadi berantakan seketika.
Bryan masih ingat bagaimana raut wajah seketarisnya itu yang cemberut karena harus mengatur ulang semua jadwal bosnya itu selama seminggu ini.
Seorang waiters datang dan menyuguhkan makanan ke atas meja. Monica langsung mengambil peralatan makannya dan menyantap makanan itu dengan segera. Ia tidak ingin berlama-lama makan bersama Bryan. Jadi lebih baik jika ia tidak menundanya.
Bryan memperhatikan Monica, "Apa kau sangat lapar?" tanyanya yang bingung melihat Monica yang seperti terburu-buru.
"Hanya untuk mempersingkat waktumu," jawab Monica singkat, yang langsung menohok Bryan. Ia agaknya sedikit kesal dengan perkataannya sendiri tentang waktunya yang berharga waktu itu.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa kau tidak merasa menyia-nyiakan waktumu?" tanya Monica lagi. Yang sebenarnya akan dijawab Bryan dengan kata tidak tapi langsung dibatalkannya begitu mendengar ucapan Monica selanjutnya.
"Ya, kau pasti berpikiran seperti itu. Karena aku juga berpikiran hal yang sama. Aku juga merasa telah menyia-nyiakan waktuku yang berharga hanya untuk sepotong steak," lanjut Monica tanpa mendengar balasan Bryan sambil mengangkat piringnya.
Bryan tertawa.
Monica melototinya. Apa ada yang lucu? Ia terlihat bingung.
"Itu artinya kita sama-sama telah menyia-nyiakan waktu kita yang berharga. Apa kau ingin meminta Kakekmu untuk mengganti rugi? Kau tahu dengan jelas ini adalah ide Kakekmu bukan aku," jawab Bryan yang jelas tidak ingin disalahkan. Ia bersyukur tidak sempat mengatakan tidak tentang pertanyaan Monica sebelumnya. Ia tidak ingin wanita ini salah paham dan akhirnya berbesar kepala.
"Ya, tentu saja. Tapi kau jelas berada di pihak yang bisa menolaknya. Kenapa kau harus menempatkan posisimu ditempat yang tidak bisa disalahkan? Padahal jelas, kau punya pilihan," protes Monica.
Dan tentu saja aku tidak ingin memilih alternatif lain, gumam Bryan dalam hati.
Sejujurnya ia cukup merasa tertarik dengan wanita di depannya ini jika saja wanita ini lebih bersikap manis dan patuh padanya. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa justru itulah yang menjadi daya tarik yang ditonjolkannya.
Oia, jangan berasumsi yang tidak-tidak dulu. Dirinya hanya beranggapan bahwa Monica adalah wanita yang cukup menarik. Hanya sebatas itu. Tak ada pikiran lain yang lebih dari itu mengingat wanita ini sangat rewel soal perjodohan.
Bryan yakin banyak wanita yang ingin berjodoh dengannya tapi wanita ini justru malah menolaknya mentah-mentah. Itu sebabnya ia merasa perlu memberi pelajaran pada gadis ini tentang apa yang disebut sebuah keberuntungan.
"Tidakkah kau berpikir umurmu semakin bertambah setiap kali kau menaikkan darahmu ketingkat tertinggi seperti itu beberapa kali? Aku yakin keriputmu akan semakin bertambah jika kau tidak menghentikannya segera," Bryan membalas ucapan Monica dengan candaan yang menurut Monica sama sekali tidak lucu.
Bryan tersenyum, "Aku hanya mencoba mencairkan suasana. Jika itu tidak lucu, maaf."
Permintaan maaf yang jelas tidak terlihat seperti permintaan maaf. Monica malas meladeni. Ia tidak percaya pria yang dikiranya dingin dan datar ini bisa sangat jayus dalam membuat sebuah lelucon. Ia yakin pria ini pasti punya dua kepribadian. Tidak. Iya rasa tiga. Karena jika ia sedang bersama Kakek, pria ini jelas sangat bersikap dengan sopan layaknya anak teladan. Tapi jika hanya di depan Monica. Lihatlah kelakuannya itu. Menyebalkan sampai ditingkat akut!!
"Aku penasaran, memangnya sudah berapa kali kau melakukan perjodohan? Apa kau selalu semenyebalkan ini?" tanya Monica dengan penuh sindiran.
"34 kali," jawab Bryan langsung.
Monica melongo.
"34 kali??"
Ingin membuat rekor Muri?
Monica jadi penasaran bagaimana perjodohan itu bisa dibatalkan. Apa mereka ditolak atau menolak?
Seolah bisa membaca pikiran Monica laki-laki itu menjawab, "Aku yang menolak mereka semua. Tapi kau tidak perlu terlalu kaget. Ada beberapa diantara mereka yang belum pernah aku temui. Jadi jika dihitung kembali, tidak sampai segitu. Mungkin sekitar 25-an. Entahlah. Aku tidak terlalu ingat."
"Dan aku orang pertama yang membuatmu setuju?" tanya Monica yang tidak peduli berapa tepatnya wanita yang sudah dijodohkan dengan Bryan.
Bryan mengangguk, "Ya,"
"Karena kau sudah lelah dengan semua perjodohan gila itu. Sehingga kau akhirnya memutuskan untuk menyerah dan pasrah dengan perjodohan terakhirmu ini yang kebetulan adalah aku?" tanya Monica lagi. Baru satu kali dijodohkan saja kepalanya sudah mau pecah. Apalagi jika ia berada di posisi Bryan? Ia benar-benar tidak bisa membayangkannya.
Tapi bukankah ini bisa menjadikan alasan bagi pria itu agar berubah pikiran untuk membatalkan kembali perjodohannya yang ke 35? Dan akhirnya baru menyetujui kembali perjodohan berikutnya yang ke.. 36?
Monica tertawa geli membayangkan idenya itu.
Ia menatap pria itu lekat-lekat. Bersiap untuk mengutarakan pikirannya itu secara langsung. Tapi pria itu langsung memotongnya.
"Tidak ada alasan untukku menolak sekali lagi perjodohan ini seperti yang kau inginkan karena menurutmu aku telah terbiasa menolak. Dan kemudian baru menyetujui perjodohanku yang berikutnya setelah aku membatalkan pertunanganku ini denganmu," seru Bryan sambil memandang Monica dengan tanpa rasa kasihan.
Monica menatap pria itu tidak percaya.
Apa pria ini punya kemampuan membaca pikiran? Ia tahu pria ini memang punya IQ dan EQ yang luar biasa. Tapi apa dia juga punya kemampuan menembus pikiran orang hanya dengan sekali melihat?
Sekujur tubuh Monica langsung merinding. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Takut-takut bila saja pria ini semakin bisa membaca pikirannya yang lain.
"Apa kau sudah selesai menyantap makananmu? Jika sudah kita sebaiknya langsung pulang," ujar Monica begitu melihat piring Bryan yang bersih.
***