Chereads / Dikala Cinta Menyapa / Chapter 17 - Bab 17 ( Kehadiran Orang Tak Diinginkan )

Chapter 17 - Bab 17 ( Kehadiran Orang Tak Diinginkan )

Bryan melap mulutnya dan memanggil kembali salah seorang waiters.

"Aku pesan beberapa desert penutup terbaik di restoran ini. Pastikan itu tidak lama karena wanita di depan saya ini sangat tidak sabaran orangnya," seru Bryan pada sang waiters yang langsung disambut dengan pelototan tajam Monica.

Begitu waiters itu pergi, Monica langsung melakukan protes.

"Kau sengaja melakukan itu bukan? Kau ingin mengajakku ribut?" tanya Monica dengan emosi yang terpendam, "Dan lagi, kau masih ingin menghabiskan desertmu itu terlebih dahulu sebelum kita pulang??"

Monica melirik jam diponselnya. Pukul setengah sembilan dan pria ini masih ingin berlama-lama. Monica menatapnya kesal.

Ia yakin pria ini pasti sengaja terus memancing emosinya. Dengan tangan bersilang, Monica bersandar pada kursinya lalu menatap lurus ke arah Bryan.

"Kau tahu aku tidak suka berlama-lama denganmu dan kau sengaja ingin membuatku kesal dengan memesan menu tambahan untuk menahanku semakin lama di sin--?" ucapan monica terhenti di ujung. Tatapan matanya tertuju pada sekelebat orang yang dilihatnya secara tidak sengaja di belakang punggung Bryan.

Ekspresinya seketika membeku. Ia menatap sosok yang berada jauh di belakang Bryan dengan penuh kemarahan dan juga ketidaknyamanan. Dipalingkan wajahnya ke tempat lain dengan gusar. Ia berusaha untuk mengatur emosinya yang sulit dikendalinya dengan tertunduk diam.

Bryan menangkap ekspresi aneh Monica dengan bingung. Ia berbalik mencari tahu apa kiranya yang menjadi sumber pemicu perubahan raut wajah Monica yang sejak tadi baik-baik saja. Setelah berbalik, ia akhirnya paham. Bryan langsung bangkit berdiri dan menarik tangan Monica.

"Aku rasa aku sudah tidak membutuhkan makanan penutup lagi. Sebaiknya kita pulang sekarang," ucapnya cepat. Monica menuruti. Mereka akan melesat pergi dari arah yang berlawan jika saja sebuah suara tidak menghentikan keduanya.

"Monica," sapa sebuah suara berat yang sangat dikenal Monica dari balik punggungnya.

Monica sebetulnya tidak ingin berbalik. Tapi ia merasa sangat konyol jika ia melakukan hal itu. ia bukanlah wanita pengecut. Karena itu ia berbalik dan menatap lurus ke arah Hendrik dengan ekspresi sedingin mungkin.

Monica tidak tahu hal apa yang membuat Hendrik begitu berani masih menghampiri dan memangilnya seperti itu. Ia jelas sudah pernah memperingati pria ini untuk tidak memunculkan batang hidungnya lagi di depan Monica. Lantas apa pria ini punya wajah yang terlalu tebal untuk mengindahkan semua ancamannya itu?

"Monica, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan," Hendrik menatap Monica dengan ekspresi memohon. Monica terlihat kesal. Apa lagi yang perlu mereka bicarakan? Semuanya jelas sudah berakhir tepat dihari itu. Monica sama sekali tidak ingin membicarakan apapun lagi pada Hendrik, pria yang sempat sangat dicintainya tapi kini semua sudah tinggal kenangan!!

Monica melirik ke arah meja lain. Para pengawal Kakek sudah berdiri dengan sikap aba-aba. Monica jelas tidak ingin menimbulkan keributan di sana. Karena itu ia memberikan isyarat kepada para pengawalnya itu untuk tetap pada posisi mereka sebelum ada perintah darinya.

Hendrik yang sama sekali tidak menyadari bahwa Monica datang bersama dengan pengawalnya, kembali meminta Monica untuk membiarkannya berbicara dengannya.

Bryan menggeleng.

"Monica, aku mohon padamu. Ada hal yang benar-benar harus kubicarakan denganmu. Berdua," Hendrik menarik tangan Monica yang lepas dan memegangnya dengan kedua tangan.

Monica langsung menarik tangannya itu dengan kasar.

"Jangan sentuh aku!" teriak Monica marah. Ia benar-benar telah kehilangan kesabaran.

"Tidak ada apapun yang perlu kita bicarakan. Hubungan kita sudah berakhir dan aku tidak mau lagi menghirup udara yang sama denganmu dalam satu tempat. Jadi jangan mengusikku," seru Monica penuh ancaman. Hatinya tersayat dengar kata-katanya sendiri. Ia tak menyangka akan mengucapkan kata-kata itu pada orang yang dulu pernah dicintainya.

Monica kembali melirik ke arah tempat dimana ia melihat Hendrik tadi. Sandra masih berdiri di sana dengan wajah cemas dan takut. Monica tidak tahu pasti apa yang ia takutkan tapi ekspresinya itu sama persis dengan ekspresi Hendrik sekarang.

Pria itu terlihat lebih muram daripada apa yang disangka Monica. Bukankah seharusnya pria itu saat ini merayakan kemerdekaan mereka dengan wajah penuh kelegaan? Kenapa Monica justru melihat wajah penuh kemuraman dan perasaan tekanan dibalik sikap mereka ini?

Pasti ada sesuatu yang terjadi.

Apa mungkin ini ada hubungannya dengan apa yang ingin dibicarakannya? Apa mungkin Hendrik sudah menyesali semua keputusannya itu dan akhirnya ingin meminta maaf dan rujuk padanya kembali?

Tidak! Itu jelas tidak mungkin!

Tapi apa yang sebenarnya terjadi? Apa Monica melewatkan sesuatu hal yang penting?

Lamunan Monica buyar tepat ketika Bryan menarik kembali tangannya untuk mengajak Monica pulang. Monica tidak sadar, ternyata sejak tadi tangan Bryan masih menggenggam tangannya dengan cukup kuat.

Monica menatap genggaman tangan itu dengan bingung.

"Ayo kita pulang," ajak Bryan, "Kau yang bilang sendiri tidak ingin bicara dengan orang itu lagi. Karena itu lebih baik kau tidak perlu mengurusinya lagi."

Mendengar ucapan Bryan, Monica justru merasa ragu.

Ia lalu berpaling menatap Hendrik, "Apa yang sebenarnya ingin kau katakan padaku?"

Ia cukup mengenal sifat Hendrik. Ia bukan orang yang cukup berani menemuinya lagi setelah hal buruk apa yang sudah dilakukan pada Monica. Jadi karena saat ini dia begitu ngotot untuk berbicara dengannya, maka jelas sudah terjadi sesuatu. Dan Monica merasa ia perlu tahu sesuatu tentang itu.

"Aku tidak bisa mengatakannya di sini," Hendrik melirik Bryan dengan gusar, "Bisakah kita membicarakan ini berdua saja?" pintanya penuh memohon.

Monica memutar bola matanya. Lelah dengan situasi yang terlalu tegang ini. Ia melepaskan tangannya dari genggaman Bryan lalu menatapnya dan berkata.

"Kau tunggu aku di mobil. Aku akan bicara dengannya sebentar," seru Monica yang langsung membuat Bryan menatapnya tidak percaya. Sementara Hendrik menatap Monica dengan penuh cahaya pengharapan.

Bryan jelas tahu bahwa pria ini adalah pria yang buruk, yang selama ini sudah membuat Monica menangis. Tapi, mengapa wanita ini justru masih saja mau berbicara dengannya?

Apa dia bodoh?

Bryan tidak mengerti. Dan tidak akan pernah mau untuk mengerti. Seperti kata orang, mungkin hati wanita terlalu naif, lembut atau bahkan terlalu mudah tersentuh. Tapi jika wanita ini beranggapan bahwa mantannya itu ingin rujuk kembali padanya, Bryan jelas akan menjamin bahwa pikiran itu adalah pikiran yang sangat salah.

Walaupun kesal, Bryan akhirnya berbalik dan pergi meninggalkan mereka berdua.

Monica mempersiapkan diri untuk mendengar apa saja yang mungkin akan dikatakan Hendrik padanya, setelah mereka berdua telah berdiri di salah satu sudut restoran. Ia menatap Hendrik dengan tatapan menyidik. Mencoba membayangkan apa kiranya yang memungkinkan untuk dikatakan Hendrik.

***