Chereads / Dikala Cinta Menyapa / Chapter 22 - Bab 22 ( Membungkam Mulut Besarnya )

Chapter 22 - Bab 22 ( Membungkam Mulut Besarnya )

"Kakek seperti seekor binatang buas, singa yang menguasai hutan belantara, atau bahkan seekor ular yang sangat berbisa, yang bahkan bisa membahayakan siapapun yang tak disenanginya. Tidak ada seorangpun yang berani melawanmu atau bahkan berselisih jalan denganmu. Karena mereka tidak hanya takut, tapi juga menganggapmu sangat berbahaya dan mengerikan. Lantas apa itu membuatmu merasa berbangga diri? Itu mungkin membuatmu berbesar hati, tapi tidak denganku," Monica terus mengatakan apapun yang ada di hatinya. Dan Kakek terus diam mendengarkannya. Begitupula dengan Bryan.

"Apa Kakek tahu apa yang sudah aku alami saat aku dibangku sekolah?" Sejujurnya Monica tidak ingin menceritakan masalah ini tapi entah mengapa kalimatnya itu terus saja mengalir tanpa bisa ia kendalikan.

"Karena banyak orang tahu aku adalah cucu Kakek, tidak ada seorangpun yang mau berteman denganku atau bahkan mendekatiku. Mereka terlalu takut jika mereka dekat denganku dan tidak sengaja melakukan kesalahan, mereka akan menerima sesuatu yang buruk darimu. Karena itu, aku tidak pernah bisa bergaul dengan baik pada siapapun yang aku kenal. Baik di kelas, di luar kelas, atau bahkan di luar sekolah."

Monica mulai berkaca-kaca mengingat kembali kenangannya yang buruk.

"Mungkin ada satu atau dua orang yang masih berbaik hati padaku dengan tidak menjudgeku dengan sebelah mata. Tapi tetap saja. Orangtua mereka tidak pernah menyukai anak mereka bergaul dengan cucu dari keluarga Anggoro. Apa Kakek bisa membayangkan bagaimana kesepian dan hancurnya perasaanku saat itu? Aku menerima kenyataan, bahwa kekuasaan bukan hanya membuatmu di atas angin. Tapi juga membuatmu berada di bawah angin."

Bryan terus menatap Monica dengan ekspresi terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Monica pernah mengalami hal yang begitu sulit sebelum ini. Apalagi saat itu seharusnya adalah masa-masa yang paling menyenangkan untuknya.

Monica mengabaikan tatapan terkejut Bryan. Ia terus menatap ke arah Kakeknya yang hanya bisa menunjukkan ekspresi yang datar.

Bahkan kata-katanya ini sama sekali tidak menyentuh Kakek? Hebat!! Benar-benar hati yang terbuat dari besi dan baja!!

"Karena itu aku mohon. Tolong hentikan sekarang juga semua yang sudah Kakek susun dan rencanakan. Aku benar-benar tidak sanggup jika harus menerima semua ini, lebih dari ini. Jangan pernah mengatas-namakan keadilan dalam setiap masalahku. Karena di mataku, Kakek tidak pernah bersikap adil sebagaimana semestinya. Ini peringatan terakhirku!"

Monica berbalik dan melangkahkan kakinya pergi tanpa menunggu jawaban dari Kakek. Ia sudah tak berselera lagi dan muak. Tidak ada yang perlu mereka bicarakan lagi karena Monica sudah menuntaskan apa yang ingin ia utarakan.

Apapun yang akan Kakek lakukan setelah ini, Monica sudah tidak peduli!

***

Kepergian Monica membuat keheningan yang cukup lama di dalam ruangan yang ia tinggalkan. Kakek Hendra sibuk dengan pikirannya sendiri dan lupa dengan kehadiran Bryan yang sejak tadi hanya bisa memilih tetap duduk dengan tenang dan tidak mengganggu kekhusyukan yang sedang berlangsung di pikiran Kakek.

Dan saat Kakek tersadar dari lamunannya, ia terkejut melihat Bryan.

"Maafkan aku. Tidak seharusnya kau mendengar ucapan yang tak terkontrol itu, seperti tadi. Cucuku itu memang sangat berkeras hati dan kepala. Itu sebabnya aku harus ekstra memberi perhatian yang lebih padanya," seru Kakek dengan kepasrahan.

Dengan mengukungnya seperti di dalam sangkar? Tidak heran jika dia terus memberontak dan menentangmu.

"Bukan masalah. Seperti yang Anda katakan. Saya akan menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi sudah sepatutnya saya terbiasa dengan pergolakan emosi yang dirasakan calon saya nantinya. Saya masih bisa memaklumi itu," balas Bryan dengan tetap santai dan mengerti.

Kakek tersenyum.

"Aku tidak pernah salah menilaimu. Kau tidak hanya bisa berpikiran jernih dan dingin tapi juga bisa menilai dengan sudut pandang yang berbeda. Kau selalu membuatku merasa tidak pernah salah dalam memilihmu menjadi cucu menantuku," seru Kakek memberi pujian.

Bryan membalas senyuman Kakek.

"Bukan masalah. Tapi jika saya diperbolehkan berkomentar. Saya rasa Anda harus mendengarkan apa yang cucu Anda katakan tadi."

Perkataan Bryan mendapat perhatian yang banyak dari Kakek.

"Apa yang sejujurnya ingin kau sampaikan padaku?" tanyanya.

Bryan menimbang sejenak lalu berkata, "Cucu Anda benar. Anda tidak perlu membuang banyak perhatian dan tenaga untuk membalaskan perlakuan mantan kekasihnya itu padanya. Tidakkah Anda berpikir hal ini justru akan semakin membuat cucu Anda merasa terbebani dan semakin memikirkan masalah ini dengan fokus yang terpecah antara mantannya dengan saya? Saya tidak ingin hal ini menjadi kesempatan bagi mantannya itu untuk kembali pada cucu Anda. Apa itu tidak pernah terpikirkan?"

Kakek memikirkan ucapan Bryan dengan lebih serius. Perkataan itu ada benarnya.

"Sejujurnya saya cukup berterimakasih pada mantan kekasih Monica. Karena berkat perbuatannya itu, jalan untuk saya bukankah menjadi lebih terbuka lebar?"

Kakek terkejut mendengar jalan pikiran Bryan.

"Dan melihat ketakutan yang ditampilkan laki-laki itu tadi saat menemui kami, saya yakin hukuman Anda sudah cukup berat baginya. Karena itu, tidakkah Anda ingin menimbang-nimbang dengan lebih teliti lagi masalah hukuman itu? Saya juga tidak ingin kejadian ini justru semakin membuat Anda jauh dari cucu Anda. Karena saya tahu Anda sangat menyayanginya melebihi apapun di dunia ini," Bryan mengakhiri argumennya dengan kalimat yang ia sendiri tidak bisa menyangka.

Kakek tetap terdiam. Ia mulai semakin merasa ucapan Bryan banyak benarnya. Apalagi setelah ia mendengar apa yang dikatakan Monica barusan. Rasanya beban yang ditanggung cucunya itu sudah cukup berat. Dan Kakek tidak ingin semakin membuatnya terbebani.

Ia memang sangat marah saat mengetahui ada seorang pria yang begitu berani berbuat seenaknya dan menyakiti cucunya. Karenanya, dengan segenap kekuatan yang ia miliki, ia bersedia melakukan apapun untuk membuat orang tersebut menderita melebihi apa yang telah ia perbuat.

Tapi jika karena masalah ini, pria kurang ajar itu sampai punya kesempatan untuk mendekati cucunya lagi dan membuat cucunya itu luluh, maka tentu saja semua hal yang sudah dilakukannya akan sia-sia.

Ia tidak pernah mengharapkan akan memiliki cucu menantu yang tidak kompeten dan bermoral seperti pria itu. Lantas, haruskah ia menarik kembali semua yang telah ia rencanakan? Ini jelas bukan keputusan yang mudah.

"Baiklah. Untuk kali ini, aku akan mendengarkanmu. Kurasa ucapanmu benar. Aku tidak perlu terlalu banyak membuang energiku untuk orang yang tidak pantas mendapat perhatianku. Aku akan memikirkan kembali masalah ini," seru Kakek akhirnya.

Bryan tersenyum. Ia tidak menyangka bahwa ucapannya akan didengar. Padahal ia hanya asal saja mengutarakan apa yang ada dipikirannya.

Begitu ia yakin semuanya telah terkendali dengan baik, Bryan meminta izin untuk pamit dan mengucapkan banyak terimakasih pada Tuan Hendra karena mau mendengarkannya.

Kakek mengangguk lalu mempersilahkan Bryan untuk pergi.

***