Chereads / Dikala Cinta Menyapa / Chapter 20 - Bab 20 ( Perlu Bicara )

Chapter 20 - Bab 20 ( Perlu Bicara )

Sukacitanya itu langsung hilang tepat ketika Bryan meminta untuk ikut turun dan masuk ke dalam rumah bersama dengannya. Menurut pria itu, dirinya wajib untuk memberi salam terlebih dahulu pada Kakek sebelum ia akan pulang.

Monica menatapnya tak percaya.

Sangat cerdas! Pria yang paling cerdas dalam menanggalkan semua kesukacitaan Monica dalam satu kali gerakan.

Apa pria ini sedang bersikap layaknya seorang calon cucu menantu yang baik? Benar-benar tidak masuk akal!

Monica mendadak merinding dan mencoba tetap bersikap sopan.

"Aku rasa itu tidak perlu. Ini sudah cukup malam. Dan Kakek pasti sudah tidur," tolak Monica dengan cepat dan berusaha bersikap semanis mungkin untuk membujuk pria itu membatalkan niatnya.

Tapi bukannya menunggu persetujuan dari Monica, Bryan justru langsung turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah tanpa bisa dicegah.

Monica panik dan mengejarnya.

"Apa kau tidak punya sopan santun sama sekali? Aku belum mengizinkanmu untuk masuk, tapi kau sudah seenaknya saja melangkahkan kakimu itu seenaknya?!" protesnya sambil tetap mengikuti Bryan dari belakang.

Bryan tampak tidak peduli. Ia terus berjalan masuk dengan percaya diri sambil menyapa beberapa pelayan rumah yang ia temui dengan senyuman. Bryan juga sempat bertanya kepada para pelayan itu, apakah Tuan besar mereka ada dirumah dan jika ada apakah Beliau sudah tidur? Dan tentu saja para pelayan itu langsung menjawab dengan jujur tanpa melihat tanda isyarat dari Monica.

"Tuan besar ada di dalam dan beliau tidaj pernah tidur sepagi ini," jawab salah seorang pelayan dengan hormat.

Senyum Bryan merekah. Ia melirik Monica sekilas lalu berbalik melangkahkan kakinya dengan sangat yakin.

"Apa kau sedang mencoba mengabaikanku?" tanya Monica dengan kesal setelah keduanya telah cukup melangkah semakin masuk ke dalam rumah. Sepertinya pria ini cukup sering mengabaikannya.

Dan itu sangat menjengkelkan!

Kau juga mengabaikanku tadi. Karena itu kau pantas mendapatkannya, seru Bryan dalam hati.

Ya, dalam hati.

Tapi Monica bisa meresponnya dengan tertawa garing. Ya pria ini memang sedang mencoba mengabaikannya. Ia menggelengkan kepala karena lelah terus berdebat. Jika pria ini memang ingin menyapa Kakek, maka silahkan! Dia jelas tidak butuh dirinya untuk menemani.

Monica memutuskan untuk melangkahkan kakinya pergi sebelum kesabarannya semakin hilang.

Begitu berbalik, Monica langsung berteriak karena hampir bertabrakan dengan seseorang.

"Astaga!! Kakek?! Kau mengejutkanku saja dengan tiba-tiba muncul begitu!! Apa kau itu hantu??!!" teriak Monica gempar.

Hampir saja jantungnya lepas. Ia tidak menyangka Kakeknya akan tiba-tiba saja muncul tanpa suara.

"Apa kau tidak berlebihan dalam bersikap?" tanya Kakek menanggapi kehebohan yang cucunya buat.

Monica mencibir.

"Kakek memang sudah sejak tadi berdiri dengan manis di sini menunggu kalian. Dan Kalian telah masuk tanpa menyadari kehadiran Kakek di sini?" tegur Kakek sambil menjelaskan bagaimana ia bisa ada di tempat yang membuat cucunya terkejut.

Bryan meminta maaf karena tidak menyadari kehadiran Kakek Hendra, dan sekaligus memberi salam padanya.

Kakek meliriknya sambil tersenyum, "Apa makan malam kalian menyenangkan?" tanyanya dengan seulas senyum penuh kesenangan.

Monica menatapnya selingai itu dengan ngeri. Apa ini sungguh kakeknya? Ada apa dengan senyum langka di balik kumis tebalnya itu.

"Lumayan," Bryan menjawab pertanyaan Kakek dengan sopan.

Monica melempar pandangannya sembarang. Lumayan hancur iya.

Kakek tertawa.

"Baguslah jika itu menyenangkan. Kau memang tidak pernah mengecewakanku. Tapi aku berharap cucuku ini tidak membuat kesalahan apapun yang membuatmu merasa tidak nyaman karenanya," seru Kakek yang tahu cucunya sering bertingkah konyol. Kakek melemparkan tatapan penuh peringatan pada Monica, tapi Monica mengabaikannya.

"Tentu saja tidak. Makan malam ini memang cukup menyenangkan," balas Bryan lagi sambil tersenyum ramah. Benar-benar senyum yang berbeda dengan yang biasa ia tunjukan di depan Monica.

Cih! Dasar pria bermuka dua!!

"Apa kalian sudah selesai berbasa-basi dan saling menyapa?" tanya Monica pada kedua pria yang saling berakrab ria dengan tidak sabaran.

"Jika sudah..." Monica melemparkan senyum lebarnya ke arah Bryan, "Tuan Bryan.. aku rasa kau sebaiknya segera pulang. Ada beberapa hal yang masih harus aku bicarakan dengan Kakek. Karena itu, kau sebaiknya tidak perlu berlama-lama. Katamu, kau hanya ingin menyapa saja 'kan? Dan aku lihat kau sudah melakukannya. Lalu, dimana pintu keluar kau tentu masih ingat 'kan?"

Monica bermaksud mengusir secara halus, tapi Kakek langsung membentaknya.

"Jaga ucapanmu!! Kau tidak pantas mengatakan itu pada calon suamimu!!" bentaknya.

Monica terbelalak.

"Apa? C-calon suami???" Monica mengendus tak percaya, "Aku dan dia belum resmi akan bertunangan. Apalagi menikah! Jadi Kakek jelas tidak bisa mengunakan kata-kata itu untuk membuatnya semakin berbesar kepala. Aku menentang keras hal itu!!"

"Berhenti bersikap keras kepala. Memangnya apa yang ingin kau bicarakan dengan Kakek?" tanya Kakek tanpa sedikitpun bersikap peduli.

"Tentu saja hal yang penting," jawab Monica mantap. Ia melirik ke arah Bryan dengan tidak sabaran karena pria itu tak kunjung pergi. Monica langsung mengerutkan kening dengan kesal.

Dengan hati-hati, Monica memberikan beberapa isyarat agar pria itu mau meninggalkan mereka berdua. Tapi bukan persetujuan yang didapatnya, melainkan larangan dari Kakek.

"Kau tetap di sini," seru Kakek pada Bryan, "Jika ada hal penting yang ingin dikatakan Monica, maka sudah sepantasnya kau ikut mendengarkannya. Karena kau sebentar lagi juga akan menjadi bagian dari keluarga ini."

Monica langsung protes.

"Kakek!! Aku sudah katakan ada hal yang perlu kita bicarakan. Berdua. Aku tidak ingin ada orang luar yang ikut dalam pembicaraan kita tanpa status yang jelas," teriak Monica yang tidak kunjung digubris Kakek.

"Jika kau ingin Kakek mendengarkan apa yang ingin kau katakan, maka kau harus mengizinkan Bryan untuk mendengarkannya juga. Jika tidak, maka jangan katakan apapun pada Kakek. Kalian akan segera menikah nantinya, jadi tentu saja Bryan perlu tahu segalanya tentang dirimu dan juga urusanmu. Apalagi jika kau bilang, ini adalah hal yang penting," seru Kakek tanpa terbantahkan.

Monica menggigit bibir bawahnya. Ia menyesal telah mengunakan kata 'penting' itu untuk memancing Bryan pergi.

Alih-alih pergi, pria itu justru punya kesempatan untuk semakin berlama-lama dengannya dan mendengar keluh kesahnya pada Kakek.

Kakek benar-benar keterlaluan! Di depan oranglain ia tega mencucutirikan cucunya sendiri. Sebenarnya siapa sih cucu kandung di rumahnya ini? Apakah itu sebenarnya adalah Bryan? Karena itukah Kakek bersikap sangat baik padanya?? Melebihi sikapnya pada cucu yang sudah dibesarkannya selama ini???

Sebelum membuat bantahan lagi untuk Kakek, Kakek langsung menyuruh semua orang untuk mengikutinya.

"Kita bicara di ruang tengah," seru Kakek tanpa bisa digindahkan.

Mau tidak mau, Monica terpaksa menurut. Ia mengikuti Kakek ke ruang tengah diikuti oleh Bryan. Begitu mereka sampai, Kakek langsung duduk di salah satu sofa yang biasa ia duduki dan mengajak Bryan untuk duduk di sampingnya. Bryan menurut dan mengikuti.

***