Chereads / Dikala Cinta Menyapa / Chapter 25 - Bab 25 ( Keputusan Gila )

Chapter 25 - Bab 25 ( Keputusan Gila )

"Tentu saja ini sangat sulit aku terima. Kalian pikir aku adalah seorang pesuruh yang akan dengan senang hati mengikuti kemauan kalian, apapun itu? Sekalipun aku dibayar mahal, aku tidak akan pernah mau melakukannya," Monica menancapkan pagar yang tinggi untuk setiap ucapannya.

Dia punya prinsip. Dan tak seorang pun bisa merubahnya. Inilah mengapa ikatan darah dalam keluarga begitu kuat dan kental. Kau pasti akan mewarisi setiap sifat kuat mereka tidak peduli jika kau menginginkannya ataupun tidak.

Jika mereka bisa keras kepala, maka Monica juga bisa.

"Sekalipun itu adalah pilihan yang terbaik untukmu?" tanya Daddy masih dengan argumennya.

Terbaik? Monica sudah muak dengan kata-kata itu sekarang.

"Daddy.. kau pasti tahu 'kan aku baru saja putus dari Hendrik?" tanya Monica to the point. Jika berita soal pertunangannya dengan Bryan telah diketahui Daddy, maka sudah bisa dipastikan bahwa Daddy tahu juga soal putusnya ia dengan Hendrik.

Tidak peduli bagaimanapun caranya, Monica memang tidak pernah bisa menyembunyikan atau merahasiakan apapun pada keluarga kecilnya ini. Mereka selalu punya cara tersendiri untuk mengetahui apapun yang mereka inginkan terutama jika itu bersangkutan dengan Monica.

Mendengar nama sebuah nama yang dikiranya tidak layak disebut itu, Daddy langsung berwajah tegang dan kesal.

"Ah, Si brengsek itu?" serunya dengan nada menghina. Ia lalu berbalik dan menatap Kakek dengan sikap acuh tak acuhnya.

"Apa ayah sudah melumpuhkannya?" tanya Daddy dengan nada santai tapi penuh bahasa layaknya seorang mafia.

Monica berteriak, "Daddy!!"

"Maaf, Honey...Daddy kelepasan bicara. Tapi Daddy tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu. Jika dia telah bersikap kurang ajar padamu, maka sudah sepatutnya ia menerima ganjaran atas perbuatannya itu," seru Daddy tanpa bersikap peduli.

Monica menghela napas. Seharusnya ia tidak mengangkat topik ini. Daddy dan Kakek sama saja. Mereka sama-sama liar dan tidak terkendali!

"Aku rasa Daddy tidak perlu khawatir karena Kakek sudah membereskannya dengan sangat baik," balas Monica dengan penuh penekanan dan entah bagaimana menjadi agak kesal tanpa sebab.

"Benarkah?" Daddy kembali menatap Kakek untuk meminta jawaban dan kepastian.

Kakek membalas tatapan itu dan berdeham.

"Pikirmu aku akan diam saja saat melihat cucuku dipermainkan?" tanya balik Kakek, yang langsung bisa diartikan Daddy dengan cukup cepat bahwa Kakek memang telah mengurus segala sesuatunya dengan sangat baik. Persis seperti apa yang telah dikatakan Monica padanya.

Monica menanggapinya dengan tidak berdaya.

"Kakek aku sudah katakan padamu untuk segera menghentikannya bukan?" Dengan segala perasaan tidak menyenangkannya, Monica kembali melakukan protes pada Kakeknya soal penegakan keadilan yang Kakeknya lakukan itu.

Tapi, walaupun telah disindir atau ditatap seperti apapun juga, Kakek tetap saja bersikap tenang dan tidak membalas.

Sehingga Monica yang merasa diabaikan, terpaksa kembali menatap Daddy-nya.

"Karena itu, Daddy tentu tahu aku belum siap untuk menjalin hubungan dengan siapapun itu, saat ini. Jadi... bisa 'kan Daddy merubah keputusan Daddy yang tidak masuk akal itu sekarang ini juga?" pinta Monica dengan wajah serius dan penuh permohonan.

"Tentu tidak," jawab Daddy singkat.

"...?!!" Monica mengendurkan bibirnya.

"Jika kau ingin Daddy menarik keputusan Daddy ini, maka kau harus membujuk Kakek dan Mommy-mu itu untuk menarik calon mereka terlebih dahulu. Jika tidak, Daddy akan tetap pada keputusan Daddy untuk menjodohkanmu dengan laki-laki pilihan Daddy."

"..." Monica memejamkan matanya sejenak. Merasa lelah.

"Lagipula, Daddy yakin pilihan Daddy tidak akan mengecewakanmu. Calon Daddy sangat pintar, berbakat, dan juga sangat ramah pada semua orang. Karena itu, Daddy yakin dia tidak akan menyakitimu seperti yang sudah mantanmu itu lakukan padamu. Daddy bisa menjamin itu," lanjut Daddy dengan sok tahu dan yakin seolah ia bisa melamarkan masa depan putrinya kelak jika ia bersama dengan calonnya itu.

Monica tertawa dengan garing mendengarnya.

Pria itu tentu saja harus bersikap ramah pada semua orang karena dia adalah seorang dokter. Apa pernah ada seorang dokter yang bersikap dingin dan kasar pada pasiennya? Jika ada, maka ucapkan selamat tinggal pada lisensinya itu karena satu persatu pasiennya itu akan melarikan diri, tanpa bisa ia cegah.

Monica mendadak memikirkan sesuatu.

"Tunggu sebentar. Jika calon Daddy itu adalah seorang Dokter tulang di Kolombia.. Lalu kapan Daddy menawari orang itu untuk menjadi calon Monic? Bukankah Daddy pergi ke sana untuk pemeriksaan kesehatan Daddy sekitar setengah tahun yang lalu?" tanya Monica heran.

"Ya, tentu saja pada saat itu."

"Hah??"

"Daddy menawarinya menjadi calon menantu secara spontan di hari itu. Daddy katakan padanya, Daddy punya seorang putri yang sangat cantik. Dan sepertinya, dokter itu tertarik padamu karena dia merespon Daddy dengan tersenyum," jelas Daddy yang langsung membuat Monica menepuk keningnya.

Jadi itu artinya, Daddy telah sembarangan saja menawari putrinya pada pria asing yang tidak dikenalnya begitu saja? Dan bukankah saat itu dirinya masih sedang berpacaran dengan Hendrik, Si Bedebah?

Dan satu hal lagi, bisa-bisanya Daddy menyimpulkan senyuman ramah seorang dokter sebagai sebuah tanda ketertarikan? Apa Daddy tidak cukup pintar.

Hah... sudahlah. Semakin Monica pikirkan, kepalanya semakin terasa pusing. Ia sudah tidak ingin berdebat lagi.

"Jadi sekarang, apa yang kalian ingin aku lakukan?" tanya Monica pada kedua laki-laki yang ada di depannya itu dengan tatapan pasrah dan tidak berdaya.

Ia merasa tenaganya telah terkuras habis.

"Kau harus menentukan pilihan diantara semua calon yang sudah kami persiapkan. Setelah berunding, kami memutuskan untuk memberikan hak pilih mutlak padamu tentang masalah ini. Kau berhak memilih siapapun diantara mereka, itupun tentu saja setelah kau telah mengakrabkan diri dengan semua calonmu itu tanpa diskriminasi," papar Daddy dengan seluruh kesimpulan yang telah ia, Kakek , dan Mommy-nya buat secara bersama.

Monica tertawa mengejek.

Apa mereka telah melakukan konferensi meja bundar bersama tanpa sepengetahuannya? Dan hasil dari konferensi itu adalah mereka meminta dirinya untuk mengikuti semua rencana mereka itu step by step?

Luar biasa.

Monica benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi. Kepalanya terasa kosong dan seakan ingin meledak. Jika bukan karena isi kepalanya itu bukanlah sebuah bom waktu, maka pasti saat ini kepala sudah akan meletus dan meluber keluar karena terdapat banyak ketegangan di dalamnya.

***

"GILA!! GILA!! GILA!! INI SEMUA BENAR-BENAR SUDAH GILA!!" teriak Monica keras dan sejadinya di ruang kerjanya.

Monica baru saja sampai di kantornya tidak begitu lama, tapi ia sudah menggegerkan hampir seluruh orang yang berada dalam satu lantai dengannya. Tak terkecuali Martha yang kala itu sedang berada di meja kerjanya, yang tepat ada di depan ruangan Monica.

Dengan tergesa-gesa dan panik Martha masuk ke dalam ruangan bosnya itu dan langsung menghampirinya.

***