Chereads / Dikala Cinta Menyapa / Chapter 14 - Bab 14 ( Makan Malam )

Chapter 14 - Bab 14 ( Makan Malam )

Monica mengabaikannya. Ia sibuk membaca laporan yang ada di tangannya dengan serius.

Martha melihat itu dan berdecak.

"Monica, aku sedang bicara padamu!" teriak Martha yang kehilangan kesabaran.

Dirinya memang selalu hebat dalam berdebat atau beragumen. Tapi jika Monica sudah benar-benar memutuskan sesuatu untuk dikerjakannya, sebagai bawahan tentu saja ia tidak bisa menolaknya. Selama ini, pekerjaan apapun yang diberikan, Martha pasti akan mengerjakannya hingga tuntas. Tapi untuk kali ini, ia tidak bisa melakukannya atau lebih tepatnya tidak ingin.

"Kau ini kenapa sih? Kenapa kau bertingkah seperti tikus yang ketakutan?" Monica menghentikan pekerjaannya lalu menatap Martha dengan tidak kuasa, "Aku 'kan hanya memintamu untuk memikirkan cara. Me-mi-kir-kan. Apa kau perlu seheboh ini? Soal melaksanakan atau hal apapun selanjutnya, semua itu aku yang akan mengurusnya. Dan kau hanya perlu mendukungku. Aku jelas tidak akan mungkin melibatkanmu dalam bahaya. Lagipula apa Kakekku semenyeramkan itu? Sampai-sampai membuatmu kehilangan nyali dan berteriak kegilaan."

Martha mengangguk dengan cepat. Direktur Hendra jelas sangat menakutkan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika dirinya membuat Direkturnya itu sampai murka dan membenci dirinya.

Orang itu akan mengusirnya segera bahkan ke ujung dunia jika perlu. Direktur Hendra adalah orang yang paling mungkin melakukan hal apapun untuk bisa membuat seseorang tidak sanggup lagi berdiri. Dan itu jelas lebih menakutkan daripada ia mati secara langsung diterkam oleh singa yang buas saat ia berada di dalam hutan yang gelap.

Paling tidak ia tidak akan merasakan sakit jika ia langsung diterkam.

Monica menatap Martha sejenak. Ia bisa mengerti ketakutan yang dirasakan Martha terhadap Kakeknya. Ia akui Kakeknya itu memang cukup menyeramkan. Lebih tepatnya berbahaya dibandingkan siapapun yang pernah dikenal Monica. Itu juga alasan yang membuat banyak orang segan untuk membuat masalah dengan Kakek.

"Kau tahu 'kan saat ini aku hanya punya kau untuk membantuku. Jika kau juga tidak mau, kepada siapa lagi aku akan memintanya? Apa kau tega melihatku ditarik paksa ke jurang pernikahan gila yang sama sekali tidak akan membuatku bahagia? Kau jelas tahu itu adalah sebuah jalan menuju neraka. Dan aku tentunya tidak akan membiarkan itu terjadi," bujuk Monica lagi.

"Ya kau benar. Itu agaknya... memang cukup mengerikan. Tapi.."

Sebuah dering telepon menghentikan Martha bicara. Ia mengambil telepon genggamnya dari dalam saku lalu terkejut melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia mengangkat telepon itu dengan gusar.

"Hallo?" sapa Martha begitu ia menjawab panggilan. Ia melirik sedikit ke arah Monica yang ternyata telah kembali tenggelam dalam pekerjaannya.

Terpancar aura kelam dan gugup di wajah Martha saat ia berbicara dengan Si Penelepon. Ia seolah hadir dalam sidang final dan sangat bahagia saat Si penelepon memutuskan panggilannya.

Tak butuh waktu yang lama bagi Martha untuk berbicara dengan si penelepon. Ia hanya menjawab sekedarnya dengan kata "iya" dan sesekali mengangguk atau menyanggupi lalu mematikan ponselnya.

Monica tak sengaja melihat reaksi Martha itu dan terheran-heran.

"Apa kau baru saja mendapat telepon dari seorang kreditor?" tanya Monica ngasal, "Wajahmu seperti balok es. Dingin, kaku dan persis seperti mayat hidup yang didinginkan. Apa kau baik-baik saja?"

Martha mengangguk. Ia mengatur napasnya yang sempat terhenti sejenak tadi. Sungguh panggilan telepon yang mengerikan. Ia hampir sama mati di tempat jika saja si penelepon itu tidak mengatakanan dengan cepat apa tujuannya menelepon.

"Siapa yang menelepon?" tanya Monica.

"Direktur Hendra," jawab Martha singkat.

Monica spontan terkejut, "Kakek? Apa maunya?"

"Beliau bilang dia tidak bisa mengubungimu. Jadi dia meneleponku sekaligus memintaku untuk mengosongkan jadwalmu nanti malam. Kau akan makan malam dengan Tuan Bryan, calonmu itu tepat pukul tujuh. Dan kau sangat diharapkan untuk tidak membuatnya malu dengan datang terlambat. Supir Cahyono akan datang menjemputmu setengah jam sebelum acara. Jadi katanya, tidak ada alasan bagimu untuk menolak," jelas Martha mengulang setiap ucapan Direktur Hendra tanpa mengurangi atau melebihkannya.

Dalam hati, Martha cukup was-was. Ia takut Monica akan mempersulit dirinya dalam menjalankan tugas yang langsung dititahkan oleh Direktur. Dan benar saja. Monica menampilkan wajah penuh marahnya ke seluruh penjuru.

"Aku baru saja bertemu dengan laki-laki itu kemarin. Dan sekarang dia memintaku untuk menemuinya malam ini? Apa dia tidak salah? Apa dikiranya aku ini toko swalayan yang bisa dikunjungi setiap hari?" Monica berteriak marah seperti api yang tersulut.

Martha menciut.

"Kau tidak mungkin menolak ini 'kan? Ini jelas hanyalah sebuah acara makan malam. Tidak akan terlalu berarti banyak. Kau bahkan sudah sering melakukan ini dengan klien kita," Martha mencoba membujuk.

Monica langsung menatapnya sengit, "Makan malam dengannya dan dengan klien jelas dua kasus yang berbeda. Apa kau bisa menyamakan dua hal itu?"

Martha terdiam.

"Aku menolaknya. Aku tidak akan pergi. Aku tidak akan pernah menuruti kemauan Kakek. Tidak sampai kapanpun. Apapun yang akan dilakukan Kakek, aku tidak akan peduli. Pokoknya sampai kapanpun aku menolak perjodohan itu dan aku tidak akan sudih menemui laki-laki itu lagi," teriak Monica tanpa jeda.

"Kurasa kau tidak akan mungkin bisa melakukan itu," balas Martha tetap tenang.

Monica menatap Martha, "Apa maksudmu?"

"Direktur bilang, jika kau tidak datang, maka ia akan mencabut semua kepemilikan sahammu di perusahaan ini. Tak hanya itu, Ia juga tidak akan mengizinkanmu bekerja di perusahaan ini sekalipun kau memohon-mohon ampun padanya. Tidak peduli kau ini adalah cucunya atau bukan, sekalinya kau menolak, maka tidak ada jalan untukmu untuk kembali," terang Martha dengan penuturan sepelan mungkin agar semua itu bisa dicerna dengan baik oleh Monica.

Monica terdiam di tempat. Ia kehilangan kata-kata dan akal sehatnya dalam sekejap.

Kakek memang pintar karena harus membuat semua saham dan pekerjaannya dipertaruhkan di sini. Ini jelas tidak adil baginya. Dan ia juga tidak akan membiarkannya hal itu samapai terjadi.

Monica menghela napas panjang.

Sepertinya, tidak akan ada pilihan lain selain menuruti keinginan Kakeknya itu untuk sementara ini. Hanya sementara. Sampai ia menemukan cara untuk merubah keputusan Kakek tanpa adanya resiko, tidak peduli bagaimanapun caranya.

Ia menatap Martha dengan tanpa semangat.

"Kosongkan jadwalku besok malam. Dan bantu aku bersiap-siap untuk besok," seu Monica akhirnya.

Ia menyuruh asistennya itu untuk keluar lalu dengan malas kembali melanjutkan pekerjaannya lagi.

Tidak ada gunanya jika ia tetap memaksakan sesuatu yang hasilnya sudah terlihat jelas. Itu hanya akan banyak membuang energinya untuk sesuatu yang tidak ada gunanya. Lebih baik ia memanfaatkan waktu dan tenaganya itu untuk menyelesaikan pekerjaannya sesegera mungkin sebelum tenggat waktu.

Sementara Martha, ia hanya bisa memandang atasannya itu dengan iba. Memang tidak selamanya jika kau seorang anak konglomerat, maka hidupmu akan terjamin kesejahteraannya.

Lihat saja Monica sebagai buktinya. Tidak hanya masalah pekerjaan yang terus menyita hampir seluruh waktunya dalam sehari, tapi ia juga diterpa berbagai masalah yang tidak hanya ditimbulkan oleh teman dan pacarnya. Tapi juga oleh keluarganya sendiri.

Poor for you. I hope you will be able to overcome this.

***