Chereads / Rise of Grand Crest / Chapter 18 - Saran dan musuh

Chapter 18 - Saran dan musuh

Lawan tim Leon selanjutnya telah diumumkan satu hari sebelum pertandingan. Mereka adalah kelas kedua. Kelas kedua memiliki catatan gemilang dengan tanpa kekalahan sama sekali selama kompetisi. Mereka jelas adalah salah satu tim terkuat, namun sebutan itu juga berlaku untuk tim Leon.

Pada hari pertandingan… Leon sedang berlatih keras hingga saat terakhir. Tubuhnya dibasahi keringat, napasnya terasa berat, namun matanya tetap fokus.

Leon berlatih bersama Shira Yuki dengan beradu satu sama lain. Shira Yuki melesat menuju Leon dengan cepat. Leon bergerak ke samping untuk menghindar, namun gerakan Shira Yuki berbelok di tengah perjalanan dan langsung mengejar Leon.

Tubuh putih Shira Yuki meliuk-liuk di udara dengan bebas. Leon terus menggunakan sihir dasar percepatan untuk menghindar dan menganalisa situasi. Namun Shira Yuki tidak membiarkan Leon melakukan hal itu. Shira Yuki mendesis… sebuah Crest putih bercorak ular muncul di belakang Shira Yuki. Sekelompok ular putih kecil langsung muncul secara tiba-tiba dan langsung menuju Leon seperti ombak besar.

Leon mengambil jarak mundur untuk mendapatkan sedikit waktu agar dia bisa mempersiapkan mantra.

"[Fuel Oil] [Fire Ball]

Leon menggunakan dua sihir dasar. Lingkaran sihir kecil terbentuk di hadapan Leon dan langsung menyemburkan sejumlah minyak pada kelompok ular yang dipanggil oleh Shira Yuki. Leon melanjutkan dengan melempar bola api kecil pada mereka.

Api dan minyak langsung membentuk reaksi berantai yang langsung menyelimuti kelompok ular dengan api yang berkobar.

Leon tersenyum tipis karena serangannya berhasil. Namun dia salah!

Kelompok ular yang dipanggil oleh Shira Yuki berhasil menerobos kobaran api tanpa terluka sama sekali. Bahkan mereka tidak terlalu mempermasalahkan api yang berkobar di hadapan mereka.

"Baiklah, latihan hari ini cukup. Aku masih harus menghadiri kompetisi"

Leon menggunakan sihir air dasar untuk memadamkan api yang dia buat, Shira Yuki menghilang bersama semua ular putih yang dia panggil.

Leon mengusap keringat yang membasahi wajahnya. Ini masih pagi, namun sudah hampir siang karena matahari telah berada di posisi yang tinggi. Leon berjalan pergi mengambil air minum untuk membasahi tenggorokannya yang kering dan haus.

"Aahh…"

Leon merasa segar kembali setelah minum. Air yang jernih dan menyegarkan mengalir lembut ke tenggorokannya, menghilangkan rasa haus yang menyiksa.

Leon berjalan kembali ke asrama setelah latihan. Namun Leon harus pergi ke ruang guru terlebih dahulu karena dia dipanggil oleh Hana Irena.

Leon berjalan santai melewati lorong sekolah. Sisi kirinya adalah deretan jendela yang menampilkan pemandangan lapangan yang hijau. Sisi kanannya adalah deretan pintu berwarna coklat yang berbaris rapi. Tujuan Leon adalah pintu paling ujung yang merupakan ruang guru.

Seorang siswa keluar dari ruang guru lalu berjalan pergi. Anak laki-laki itu berjalan dari arah yang berlawanan dengan Leon. Leon menatap lurus pada orang itu karena penasaran, anak laki-laki itu juga membalas pandangan Leon.

Anak laki-laki itu berhenti seketika ketika berdiri di hadapan Leon.

Dia berkata, "Jadi, kau adalah orang yang bernama Leon?"

"Ya, tapi siapa kamu?"

Anak laki-laki itu tersenyum ramah dan berjabat tangan dengan Leon.

"Senang bertemu denganmu, namaku adalah Rio Albartos. Kamu bisa memanggilku 'Rio'. Baiklah, sampai berjumpa lagi"

Rio pergi sambil melambaikan tangan setelah mengatakan itu. Leon merasa heran dengan tingkah orang itu, namun dia memutuskan untuk langsung pergi ke ruang guru.

Leon membuka pintu perlahan…

"Dasar bodoh! Caramu menggunakan sihir terlalu ceroboh dan memiliki banyak kekurangan! Berapa kali lagi aku harus mengulangi penjelasanku padamu?! Sebaiknya kau mendengarku kali ini. Jika tidak… aku tidak akan segan untuk menghajarmu"

Seorang guru pria sedang memarahi seorang muridnya. Sang murid hanya menunduk dalam diam, dia tidak berani melawan gurunya. Sementara itu, sang guru tidak berniat untuk berhenti begitu saja.

Leon begitu terkejut karena dia disambut dengan hal yang tidak terduga ketika sampai. Hampir semua orang di ruangan itu terdiam kecuali guru pria yang terus berteriak marah.

Hana Irena sedang duduk tenang di kursinya. Dia melambai pada Leon, menyuruhnya untuk mendekat.

Leon segera mendekat tanpa menarik perhatian yang tidak perlu.

Hana Irena mengobrol bersama Leon sementara guru pria masih meneruskan kemarahannya.

"Jadi, bagaimana latihanmu hari ini?"

Leon menjawab, "Tidak banyak yang berubah. Aku masih kesulitan membuat tubuh fisik untuk Shira Yuki. Aku hanya bisa membuatnya bertahan selama satu menit, dan butuh sepuluh menit untuk bisa membuatnya lagi"

Hana Irena mengangguk, "Um, itu cukup bagus untuk perkembanganmu. Teruskan latihan itu untuk memperkokoh dasar sihirmu. Pada level yang lebih tinggi, hal ini akan membuat pertumbuhanmu semakin mudah"

"Terima kasih, Guru"

Ketika perbincangan dengan Hana Irena selesai, Leon mengambil kesempatan untuk melihat siswa yang dimarahi gurunya.

Hana Irena bertanya, "Kamu penasaran?"

Leon mengangguk.

Hana Irena menjelaskan, "Siswa itu adalah salah satu perwakilan tim kelas kedua, dan orang yang keluar dari sini beberapa saat yang lalu adalah kaptennya. Kamu pasti bertemu dengannya ketika berjalan ke sini"

Leon terkejut, dia tidak menyangka bahwa Rio adalah kapten tim dari kelas kedua. Itu artinya, dia adalah kapten dari tim yang akan menjadi lawan tim Leon berikutnya.

Hana Irena melanjutkan penjelasannya, "Wali kelas kedua adalah orang yang keras dan pemarah, tapi dia selalu mengambil keputusan yang dia anggap paling benar sebagai seorang guru."

Hana Irena menatap langsung mata Leon, lalu berbicara, "Leon, dengarkan aku. Dapatkan tongkat sihir yang paling cocok denganmu, itu akan membantu untuk fokus dalam merapal mantra dan mengendalikan sihirmu"

"Terima kasih, Guru. Kalau begitu saya akan pamit"

"Ya, semoga beruntung di pertandingan berikutnya. Aku berharap banyak padamu"

Leon pergi setelah mengucapkan selamat tinggal. Dia keluar ruangan lalu menutup pintu.

"Leon?!"

Leon langsung berbalik ketika mendengar namanya dipanggil. Anna berdiri di belakang Leon, dia hendak pergi ke ruang guru juga karena memiliki urusan. Tangan Anna masih diperban karena belum cukup sembuh.

"Anna? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Anna menjadi sedikit sebal karena pertanyaan Leon, "Huh, pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku datang karena memiliki urusan. Pergilah, aku ingin masuk"

Leon bergerak menyingkir dari pintu masuk. Anna memegang gagang pintu, namun belum sempat membukanya karena Leon tiba-tiba memanggilnya.

"Anna…"

Anna berbalik dan bertanya dengan kesal, "Apa?! Cepat katakan!"

"Di mana aku bisa mendapatkan tongkat sihir?"

"Tongkat sihir? Tapi untuk apa? Kamu bahkan bukan penyihir Class Control atau Support."

Leon menjawab dengan sedikit ragu, "Yah, aku mendapatkan saran dari seseorang untuk segera mendapatkan tongkat sihir"

Anna berpikir sejenak, lalu menjawab, "Temui aku setelah makan siang, aku akan mengantarmu"

Leon tersenyum ceria, "Benarkah? Terima kasih"

"Sudahlah, pergilah sekarang. Aku masih memiliki urusan. Jangan lupa untuk berpenampilan cukup tampan. Aku tidak ingin pasanganku nanti dinilai buruk karena penampilan yang tidak sesuai"

Anna langsung masuk ke ruang guru setelah mengatakan itu.

Leon langsung berlari dengan penuh kebahagiaan menuju asrama untuk segera bersiap.