Beno kembali ke ruang makan, menyusul Andre. Masuk lift lagi. Naik ke atas. Keluar dari lift. Bertemu Andre kemudian memesan makanan. Saat Beno tiba di meja Andre, Andre tengah makan dengan lahapnya.
" Dre! Tadi Max masuk ke kamarmu, saat aku kembali, kudapati dia sedang keluar dari pintu itu. Saat ku cek, cctv yang kucabut kemarin, sudah terpasang lagi di langit-langit. Pasti itu kerjaan Max!", tegas Beno dengan kesal sembari menunggu makanannya datang.
Dengan mulut penuh Andre menjawab, " Mungkin ".
"Uhuk.."Andre tersedak. Dengan segera Beno menyodorkan gelas berisi air ke hadapan Andre.
" Gak usah ngomong napa kalo lagi makan", sindir Beno.
Selepas minum, Andre mengiyakan sindiran Beno lalu menjawab, " Tapi kan tadi kamu ngajak ngomong, kalo gak jawab disangka sombong lagi".
" Pasti Max sih, kan semalam sudah kamu cabut, terus Max masuk, dan kau lihat cctv itu sudah terpasang kembali. Pasti Max", jelas Andre.
"Cepat sekali dia memasangnya kalau begitu. Kita naik-turun lift ke lantai ini gak sampai 30 detik. Dan saat aku kesana, itu sudah terpasang seperti semula dengan rapi. Padahal kan aku mencabutnya dengan paksa tuh semalam, bautnya juga entah memental kemana. Tapi dia bisa memasang lagi dalam waktu secepat itu?"
" Max itu jika merencanakan sesuatu pasti direncanakan dengan matang, Ben. Seperti merencanakan bunker ini. Dia pasti penuh perhitungan juga untuk memasang cctv itu lagi, dia sadar cctv itu mati, dan memasangnya lagi saat kita pergi"
Beno hanya mengangguk pelan. Makanan yang dipesan Beno akhirnya datang juga. Ia segera menyantapnya. Karena kini ia benar-benar kelaparan.
" Hm... Hm.. enak sekali, benar-benar sedap", ujarnya sambil terus memasukkan makanan ke mulutnya.
" Katamu tadi jangan ngomong kalo lagi makan", sindir balik Andre.
Beno menelan terlebih dahulu makanan yang memenuhi mulutnya. Setelah itu, ia menjawab sindiran Andre, " Iya, tapi sumpah Dre, ini enak banget, gak ada duanya. Tapi meski enak, tapi tetep enakan masakan ibuku".
" Iyalah terserah katamu saja, cepat habiskan! Nanti kita bicarakan rencana selanjutnya", ujar Andre.
"Eeuu..."Suara sendawa yang keluar dari mulut Beno begitu memualkan. " Ayo!!", ajak Beno.
Mereka pun pergi menuju tempat kerja mereka kembali. Beno mengutak-atik mainan barunya. Andre dengan dokumen-dokumen juga data-data yang begitu banyaknya. Max yang sudah ada di tempatnya. Tetap memerhatikan Beno perihal kinerjanya. Dan hasilnya, Max selalu kagum dibuatnya. Tak sia-sia Max membebaskannya. Kepercayaan mulai timbul di hatinya. Hingga Beno diangkat menjadi kepala IT di bunkernya.
" Beno, berapa umurmu?", tanya Max yang melangkah mendekati Beno.
Seketika itu juga, Beno melirik ke arah suara Max yang khas. " Mungkin baru 20 tahun", jawab Beno sambil terus mengotak-atik layar besar yang sedang ia perbaiki.
"Mungkin? Kenapa mungkin?"
Beno menghentikan kegiatannya lalu menjawab pertanyaan Max sambil menatapnya, "Aku tak tahu pasti, seingatku, saat aku pergi dari desa, hari itu tahun 2019. Tapi saat kulihat di handphone Max, masih tahun 2010. Entah kalender Max yang salah, atau bagaimana. Tapi seingatku terakhir aku merayakan ulang tahun sederhana saat berumur 20 tahun"
Setelah menceritakan perihal umurnya, Beno kembali mengotak-atik benda didepannya.
" Wow! Berarti kamu masih sangat muda. Saat itu Kamu masih kuliah, kah?", tanya Max yang semakin penasaran pada Beno.
Beno berdiri, sepertinya layar besar yang tadi ia perbaiki telah selesai. " Aku lulusan SMK. Sebelum aku terdampar di pulau milikmu itu, aku sedang kuliah", sindir Beno yang mulai nampak sedih dan teringat akan keluarga dan teman-temannya.
" Aku minta maaf, Ben. Aku tak bermaksud membuatmu seperti ini", ucap Max.
Beno menatapnya tajam sebelum ia lanjut bertanya, "Lalu pusaran air itu juga buatanmu?".
" Pusaran air? Dimana? Aku tak pernah membuat pusaran air, yang aku buat di pulau itu, hanya dinding pembatas dan sapi pembunuh ditambah manusia abnormal", jawab Max yang benar-benar dibuat bingung oleh Beno.
" Iya, pusaran air. Saat aku masuk ke pulau itu, aku melewati pusaran air terlebih dahulu", jelas Beno semakin dalam.
" Aku benar-benar tidak membuat itu. Mungkin alam sendiri yang membuatnya", kata Max.
Beno hanya terdiam. Ia benar-benar terpukul akan kejadian yang menimpanya ini. Andai dulu ia tak pergi memancing dengan Indra. Mungkin dia tak akan seperti ini. Max yang ada di hadapannya hanya memandangnya. Beno yang sepertinya sudah selesai dengan tugasnya, ia merasa kelelahan dan kemudian pergi meninggalkan Max.
Masuk lift. Turun...Tanpa sengaja, ia melihat Andre terduduk di ruangan yang benar-benar transparan, tanpa pembatas. Beno melihat Andre tak hanya seorang diri. Ia melihat Andre bersama burung merpati yang ia beri nama 'Pucan' tadi pagi. Burung itu tengah bertengger bagian atas lemari tepat di belakang Andre.
' Burung itu kan tadi ada di kamar. Dan aku yakin, aku menutup pintu itu rapat-rapat. Darimana burung itu bisa keluar?', tanya batin Beno.
Lift terus bergulir ke lantai bawah. Dan tring..pintu lift terbuka. Dan Beno pun keluar dari lift yang membawanya dari lantai paling atas menuju lantai paling bawah.
Cklek..
Pintu alumunium yang elegan dibuka oleh Beno. Didapati burung itu masih bertengger di tempat seperti pagi tadi ia tengok. Lalu, burung siapa yang bertengger di atas lemari ruangan Andre, teman Beno? Apa sebuah kesalahankah yang dilihat Beno? Atau ada burung lain yang serupa dengan burung yang kini ada bersama Beno?
' Arghh..sudahlah. Buat apa aku terlalu memikirkannya. Ia hanya merpati', ucap Beno dalam hati.
Hanya merebah di ranjang yang membuatnya nyaman. Melupakan sejenak semua kesibukan. Hingga ia akhirnya teringat, ia mulai melupakan Sang Tuhan. Terperanjatlah Beno mengingat apa yang ia lakukan. Pantas saja ia tak pernah lepas dari ujian. Tuhan saja hampir ia lupakan.
Hingga berwudhu ia putuskan. Memohon ampun pada Alloh SWT tempatnya meminta bantuan. Menggelar sajadah suci di hadapan. Memulai sholat karena Alloh ia haturkan. Bersujud rukuk ia maksimalkan. Do'a tak henti-hentinya ia panjatkan.
" Ben! Ben!! Tidurnya di kasur aja napa?", ucap Andre yang membuat Beno terbangun dari tidurnya.
Sepertinya Beno ketiduran di atas sajadah seusai beribadah.
Lantas Beno pun terbangun lalu kembali tidur di atas tempat tidur. " Jam berapa sih, ini?", tanya Beno yang kelihatan masih mengantuk sambil kembali merebahkan badannya.
" Udah malem, jam 10", jawab Andre singkat sambil mengganti pakaiannya dan hendak tidur di samping Beno.
Beno tersentak mendengar jawaban Andre. Seketika itu juga ia bangun terduduk. " Apa? Yang bener, Dre", tanya Beno memastikan sambil melihat ke arah jam digital di nakas samping Andre. Dan ternyata benar saja. Jam itu menunjukkan pukul 10:07.
" Berarti aku ketiduran dari tadi siang", lanjut Beno yang kemudian tak peduli akan hal itu. Dan lanjut saja meneruskan tidur nyenyaknya.
" Ehh.. Dre. Tadi saat aku hendak ke kamar, aku lihat ada merpati itu di lemari belakang ruanganmu. Dan saat aku masuk kamar, kulihat burung itu sudah bertengger disini", jelas Beno yang kemudian menunjuk ke arah burung itu yang masih saja bertengger di meja.
" Masa?", ujar Andre memastikan apa yang diucapkan Beno.
" Iya, apa burung itu ada dua, ya?"
Andre yang tadinya sudah terbaring kembali terbangun. Ia duduk bersandar pada bantal yang ia taruh di punggungnya. " Atau.. awalnya dia mengikutiku, lalu saat dia melihatmu di lift, ia jadi mengikutimu.
Tapi gimana caranya dia keluar kalau dia mengikutimu tadi? Apa dia juga melewati pintu disaat yang sama dengan kita?
Keduanya terdiam sesaat. Hingga keheningan itu terpecah karena merpati itu malah bertengger di atas lengan Andre.
" Ahh..ada apa ini?", tanya Andre yang seketika burung itu bertengger dan membuatnya terkejut.
Burung itu tampak menyukai Andre. Burung itu memandang Andre. Tapi bukan seperti cara memandang burung, melainkan seperti pandangan manusia.