Cleo menatap Nyonya Sofia dengan pasrah.
Jika nenek tidak membawa uang, lantas kenapa mereka harus masuk dari satu toko ke toko lainnya untuk berbelanja, dan berakhir dengan membeli sebuah perhiasan di toko ini?
Nyonya Sofia memasang wajah sedih.
"Tidak apa-apa jika kamu tidak mau. Nenek bisa membelinya lain kali. Itupun jika nanti saat Nenek kembali, liontin ini masih ada."
Ucapannya yang bagai palu, cukup membuatnya terlihat menyedihkan. Padahal itu hanya mengenai sebuah liontin Sehingga mau tidak mau Cleo akhirnya menawarkan diri untuk membayar perhiasan itu, sesuai keinginan nenek.
Untung saja ia membawa kartu kredit milik cucunya!
"Tolong bungkus ini," seru Cleo langsung pada Si Penjaga Toko.
Mendengar itu Nyonya Sofia langsung merasa senang. Persis seperti anak kecil yang mendapatkan setumpuk permen.
"Kau memang cucu menantuku yang terbaik!!" ungkap Sofia dengan penuh semangat. Cleo pun membalas dengan senyuman tipis.
"Nenek juga adalah nenek mertuaku yang terhebat!!" balas Cleo setengah bergurau. Keduanya pun sama-sama tertawa.
"Apa kau juga ingin membeli sesuatu?" tanya Sofia.
Cleo spontan menggeleng, "Tidak, Nek. Terima kasih."
Setelah melakukan pembayaran dan menerima barang yang dibeli, Cleo dan Nyonya Sofia kembali melanjutkan kegiatan mereka untuk berkeliling di sekitaran pusat pembelanjaan. Sepanjang kegiatan, tak jarang keduanya sering kali tertawa dan saling bercengkrama.
Hingga waktu menunjukkan pukul 6 sore, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah mereka masing-masing sebelum hari semakin gelap.
"Apa kau yakin tidak ingin aku antar pulang? Aku bisa meminta Arman untuk mengantarmu pulang terlebih dahulu. Setelah itu, baru kami bisa kembali ke rumah," ucap Nyonya Sofia menawarkan tumpangan.
Arman adalah nama supir nenek. Dan karena Cleo tidak memiliki kendaraan pribadi untuk pulang, nenek menawarkan diri untuk mengantarnya. Tapi karena Cleo berpikir itu akan merepotkan, Cleo menolaknya.
"Itu tidak perlu, Nek. Lagipula, jalan ke arah rumahku cukup berlawanan dari sini. Jika nenek mengantarku, nenek jadi harus memutar jalan dan akan semakin lama sampai ke rumah. Nenek pasti sudah capek seharian ini. Tenanh saja. Aku bisa memesan taxi online," tolak Cleo sopan.
Sofia mengangguk.
"Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Hubungi aku jika kau sudah sampai di rumah, oke?" perintah Nenek yang langsung disetujui oleh Cleo.
Mereka pun akhirnya berpisah. Dan Cleo langsung memesan sebuah taxi online dari ponselnya. Tak selang beberapa menit, mobil yang dipesannya datang. Ia langsung saja naik ke mobil itu dan pulang ke kediaman Harry.
***
Sesampainya di rumah, Sofia langsung merebahkan dirinya di atas sofa di kamarnya. Melihat kepulangan Nyonya-nya, Daniar yang hari ini tidak ikut dengannya atas perintah majikannya hanya bisa menghampiri Sofia dengan penuh rasa ingin tahu.
"Nyonya, bagaimana hari ini? Apa semuanya berjalan dengan baik?" tanya Daniar sambil membantu Sofia merilekskan diri. Ia memijat pelan bahu Sofia yang terlihat lelah.
"Ya, sejauh ini."
Jawaban singkat Sofia membuat Daniar mengerutkan kening.
"Dia tidak curiga?" tanya Daniar khawatir.
Sofia menggeleng, "Sepertinya, tidak."
Dengan ragu, Daniar bertanya kembali, "Nyonya, apa Anda perlu sampai melakukan hal ini? Membuat wanita itu membayar semua tagihan Anda, dan membuatnya harus mengunakan kartu milik Tuan Harry suaminya untuk keperluan Anda, bukankah itu sedikit berlebihan?"
Sofia yang awalnya memejamkan mata menikmati pijatan ringan Daniar, membuka perlahan matanya. Ia mengambil posisi duduk yang mengarah ke Daniar dan berkata.
"Kenapa itu bisa dikatakan berlebihan? Aku hanya sedang mengetesnya. Kau tahu sendiri, aku sangat suka mengetes orang. Terutama, orang-orang yang dekat denganku dan keluargaku," seru Sofia melakukan segala macam pembelaannya.
Daniar memaklumi itu.
"Ya, sama seperti ketika Nyonya Cleo datang ke rumah sakit saat ia pertama kali ia menemui Anda. Nyonya juga mengujinya dengan berpura-pura menjadi saya," Daniar mengingat kembali kejadian yang dulu pernah terjadi saat Nyonya Cleo muncul.
Sofia tertawa, "Kau benar. Dan dia begitu terkejut saat mengetahui bahwa akulah nenek Harry yang sebenarnya. Dia bahkan hampir jatuh dari kursinya setelah mendengar itu."
Mungkin bagi Sofia itu adalah hal yang lucu. Tapi bagi Daniar, yang saat itu takut setengah mati kedoknya akan terbongkar, hanya bisa mengelus dadanya dengan berat hati.
"Dan sekarang, anda mencoba mengerjainya lagi dengan membuat tagihan yang membludak di rekeningnya? Serta berakting, di depannya?" Daniar tanpa menyalahi segala aturan yang sudah semestinya terjadi antara bawahan dan atasannya, menggumamkan berbagai argumen.
Sofia mengoreksi itu.
"Maksudmu rekening milik Si Bocah Kikir itu?" ralatnya.
Daniar berderik.
Nenek macam apa yang menyebut cucunya sendiri seorang yang kikir? Bukankah selama ini, Tuan Harry sudah sangat memanjakannya? Apapun yang Nyonya Sofia inginkan, Tuan Harry selalu mengabulkan itu. Selain tentu saja, berita soal kekasihnya, yang baru-baru ini diumbarnya.
"Nyonya, tidak pantas menyebut cucu Anda sendiri sebagai seseorang yang kikir," Daniar mencoba mengoreksi juga, "Jika ada orang lain yang mendengar, mereka akan beranggapan bahwa ucapan Anda itu adalah benar! Dan itu, bukan hal yang baik!"
Sofia menanggapi protes Daniar dengan malas.
"Kau tentu tahu apa yang aku maksudkan. Sejak kejadian waktu dulu itu, dia memang menjadi laki-laki yang kikir. Kikir terhadap orang yang tidak disenanginya. Dan kikir terhadap orang yang dekat dengannya. Terutama jika dia itu adalah wanita," jelas Sofia.
"Karena itu, Anda ingin menguji Nyonya Cleo dan juga Tuan Harry dengan kesengajaan Anda hari ini?" Tanya Daniar lagi tanpa pikir panjang.
-