Chereads / Main Love / Chapter 52 - Kenyataan yang menakutkan

Chapter 52 - Kenyataan yang menakutkan

"Sayang... makanlah sesuatu, aku tidak ingin kamu sakit." Bujuk Marve, ini sudah hampir seminggu dan Maya selama ini hanya duduk diam melamun di kamarnya.

"Mas... "

"Ya sayang..."

"Aku sangat takut... Bagaimana jika Tuhan mengambilmu juga dari sisiku? Aku rasa Tuhan memang tidak mencintaiku jadi ia mengambil semua yang aku sayangi."

"Jangan bicara seperti itu, mungkin memang sudah takdirnya bi Mina dan Arya hanya memiliki waktu hidup yang singkat. Aku tidak akan pernahegi kemanapun, aku akan selalu ada disisimu."

Marve sungguh terluka melihat keadaan Maya saat ini, wajahnya pucat dan kantung matanya menghitam, ia selalu terbangun dari tidurnya lalu menangis, melamun dan menolak untuk makan, yang Maya lakukan hanya menangis dan menangis, ia sangat terpuruk dan Marve merasa tidak berguna karena tidak bisa menghibur istrinya yang sedang berduka.

"Makanlah walaupun hanya sedikit."

"Aku tidak lapar, aku hanya ingin berbaring."

"Kamu akan sakit jika kamu terus seperti ini."

Marve meletakkan mangkuk bubur di atas meja, ia kemudian menyentuh punggung tangan Maya dengan lembut dan menatapnya.

"Sama seperti dirimu aku tidak memiliki siapapun selain kamu. Tolong jangan seperti ini Maya, aku tahu kamu masih berduka tapi hidup terus berjalan, kamu tidak bisa berhenti disini karena jika kamu berhenti bagaimana dengan ku?"

Maya mengangkat pandangannya, ia menatap Marve dan berusaha untuk tidak menangis meskipun npada akhirnya ia tidak sanggup melakukannya, Maya menarik Marve dan memeluknya erat, menangis terisak-isak di pelukan Marve.

"Aku tahu kamu bisa melakukannya, sayang..."

"Marve... Hatiku sangat sakit... Kenapa hatiku terus menerus merasa kesakitan? Aku takut jika aku akan terus seperti ini. Apa yang harus aku lakukan, Marve?" Maya meluapkan perasaannya yang selama ini ia tahan dan pendam sendirian.

Menangis dalam pelukan Marve hingga nafasnya tersengal-sengal. 

"Dunia ini membuatku takut... Aku takut jika semua orang yang aku cintai akan meninggalkanku..."

"Aku tidak akan meninggalkanmu, aku akan selamanya bersamamu, Maya. Aku berjanji."

Marve tidak kuasa menahan tangisannya, ia sangat terluka melihat keadaan Maya saat ini.

***

Setelah Maya menjadi lebih tenang, Marve sengaja mengajak Maya untuk berjalan-jalan di taman agar Maya tidak terjebak oleh duka yang ia rasakan.

Angin yang berhembus cukup kencang untuk menggoyang-goyangkan dahan pohon yang rindang membuat udara menjadi lebih sejuk dari biasanya. 

"Udaranya sangat segar ya..." Ucap Marve saat mereka tiba di tepi danau, Maya menoleh dan tersenyum tipis, "Benar, sangat nyaman berada disini."

Maya kemudian melangkah lebih dekat menghampiri tepi danau, rasa dingin seketiy menyentuh kulitnya saat ia menyentuh air danau ini.

Maya tersenyum saat angin kembali berhembus membelai kulitnya.

"Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melihatmu tersenyum, aku sangat merindukannya."

Maya menoleh dan kembali berjalan kearah Marve.

"Terima kasih karena sudah membuatku kembali tersenyum."

Marve membelai wajah Maya dan membuatnya kembali tersenyum, "Aku yang seharusnya berterima kasih, aku tahu ini semua sangat sulit bagimu tapi kamu mampu bertahan, aku merasa sangat bersyukur." Marve terlihat hampir menangis, rasanya sangat bahagia melihat Maya perlahan kembali ceria meskipun sorot matanya masih menggambarkan kesedihan.

"Aku tidak akan bisa bertahan jika aku tidak memilikimu." Maya memeluk Marve erat, semua masih terasa berat baginya namun ia merasa lebih baik karena Marve berada di sisinya.

Perlahan Maya melepaskan pelukannya, ia kemudian menyentuh kaki Marve yang sudah tidak memakai alat bantu lagi.

"Aku tenggelam dalam kesedihanku dan mengabaikan kondisimu, maafkan aku mas..."

"Kmu tidak pernah mengabaikan ku, dek."

Maya kemudian beranjak bangun, ia membantu Marve turun dari atas kursi rodanya.

"Masih banyak embun pagi yang membasahi rumput disini, aku akan membantumu berlatih berjalan, mas..."

Maya kemudian menuntun Marve dan dengan tertatih Marve berusaha untuk berjalan meskipun kadang ia harus terjatuh dalam pelukan Maya karena kakinya masih belum terbiasa kembali berjalan.

"Hati-hati mas..."

"Aku jadi ingin terus terjatuh agar kamu terus menangkap tubuhku dan memelukku." Ucap Marve saat Maya masih memeganginya.

"Ayolah mas jangan bergurau atau aku akan melepaskanmu sekarang.." Ancam Maya tertawa.

"Maka aku akan menarikmu kembali padaku..." Marve menarik tubuh Maya hingga merapat padanya, ia berdiri dengan satu kakinya tapi ia mampu menopang tubuhnya dan mendekap erat tubuh Maya.

"Aku suka ketika kamu tersenyum dek... saat kamu tertawa itu sebuah kebahagiaan bagiku jadi sayang jangan bersedih lagi, aku bersamamu dan jangan buat Bi Mina dan Arya merasa bersedih karena telah meninggalkanmu dan kini kamu terpuruk dalam kesedihan.. Dari pada kalian bersedih akan lebih baik jika kamu tersenyum dan tertawa kembali maka bi Mina dan Arya tidak akan pernah menyesal meninggalkanmu dan tenang di surga sana." Ucap Marve menasehati.

Maya mengangguk tapi air matanya menetes snagat sulit baginya menerima kenyataan ini tapi yang Marve ucapkan memang benar, "Aku akan menjadi kuat dan bahagia demi mereka..." Ucap Maya yangasih memeluk Marve erat.

"Dan aku akan membalas siapapun yang melakukan semua ini pada Meraka, aku pasti akan menemukan jalannya." Gumam Maya dalam hati, ia masih meyakini jika kematian Mina dan Arya adalah sebuah kesengajaan yang dilakukan Kania.

Setelah menunggu selama beberapa hari, Andre akhirnya dapat melihat kembali wajah Maya, itu membuatnya bahagia tapi tidak dengan pemandangan yang memperlihatkan kemesraan Maya dan Marve saat ini yang membuat hatinya kembali patah.

Mengapa Maya tidak datang sendirian saja? Ia hanya ingin menedekapnya seperti Marve mendekapnya saat ini.

Mengapa sangat sulit menggapai Maya?

Andre yang sejak tadi bersembunyi dibalik pohon besar hanya dapat mengepalkan tangan menahan rasa cemburu dihatinya.

"Aku ingin memelukmu walaupun hanya sekali. Aku sangat merindukanmu, Maya."

***

Sementara itu, Agung melangkah pelan melewati garis polisi yang telah terpasang dirumah Mina dan Arya yang sudah habis terbakar.

Polisi masih berada di lokasi untuk mencari petunjuk karena tidak terjadi kosleting listrik dan mereka menemukan jika ada sebuah wadah berbau bensin yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian.

Agung sedang berbicara kepada kepala penyidik tentang perkembangan kasus kebakaran di kediaman Mina dan Arya.

Seorang petugas kemudian menghampiri mereka dengan membawa sebuah bukti baru.

Sebuah bros, bros seorang pria, Mina tidak mungkin memilikinya, apakah ini milik suami Maya?

Atau mungkin ini milik Randy?

***

Maya mendorong kursi roda Marve memasuki kamarnya, ia lalu membantu Marve utuk berbaring diatas ranjang.

"Dek..."

"Ya mas?" Maya menghampiri saat dirinya baru akan memasuki kamar mandi.

"Kamu memerlukan sesuatu?"

"Mengapa menjadi murung lagi?" Tanya Marve sambil membelai rambut Maya pelan.

"Aku tidak murung... Aku baik-baik saja." Jawab Maya tersenyum.

"Dek.. Jangan membohongi mas..." Ucap Marve, saat tadi mereka baru akan kembali tiba-tiba seorang pria berambut putih datang dan membawa Maya berbicara beberapa saat.

Pria itu adalah Agung, Agung menceritakan jika ia telah mengetahui semuanya saat bertemu dengan Mina di pesta pernikahan Maya dan Marve.

Agung menceritakan bahwa sehari sebelumnya Randy mengancam bi Mina, memintanya untuk pergi mengajak Arya dan Maya, dan kejadian kebakaran ini pasti ulah Randy dan Kania, ia mengatakan jika polisi telah menemukan dregen bekas bensin dan bros seorang pria.

Agung telah bertanya apakah bros yang berada ditangannya ini adalah milik suaminya namun Maya mengatakan jika itu bukan milik Marve karena Marve tidak pernah menggunakan Bros.

Dan dengan begitu penyelidikan penyebab kebakaran akan segera menemukan hasil namun bukannya merasa senang, Maya justru semakin merasa terluka karena ia merasa ia tidak dapat melindungi Arya dan Mina.

"Dek, kok malah melamun..."

"Apa sebenarnya yang dikatakan oleh pria tadi yang menemuimu?" Tanya Marve sambil mencari jawaban lewat wajah Maya ia menusuri sorot matanya yang redup.

"Dia adalah paman Agung tadi ia datang ke lokasi kebakaran, dia bilang seseorang datang mengancam bi Mina sehari sebelum kejadian kebakaran itu terjadi dan polisi telah menemukan sebuah dregen bekas bensin tidak jauh dari lokasi kejadian dan juga sebuah bros pria." Jelas Maya, Akhirnya ia memilih bercerita pada Marve karena polisi juga pasti akan mengungkapkan hasil penyelidikan pada Marve.

"Jadi maksud kamu kemungkinan kebakaran itu disengaja?" Tanya Marve hati-hati, Maya mengangguk pelan sampai ia tidak kuasa menahan tangisnya lagi.

"Mengapa ada yang tega melakukan semua ini pada bibi dan adik ku, mas? Apa salah mereka?" Maya menangis terisak.

"Tenanglah, sayang. Mas akan membantumu menangkap pelaku yang telah membakar rumah bibimu."

....

Penyelidikanpun berlanjut, setelah beberapa saat akhirnya polisi menetapkan seorang tersangka.

Dia adalah Randy, Randy tidak mengakuinya namun semua bukti mengarah padanya.

Dalam dregen itu memang tidak ada bekas sidik jarinya tapi bros itu memang miliknya dan sebuah ancaman yang dilontarkannya beberapa hari yang lalu pada Mina menjadi alasan kuat polisi menangkap Randy sebagai tersangka.

"Mengapa kamu melakukannya? Mengapa kamu membunuh bibi dan adik ku? Apa salah mereka, mengapa kamu tega melakukannya? Kamu adalah penjahat! Pembunuh!" Maya sangat histeris, ia meneriaki Randy dan mencercanya dengan berbagai pertanyaan serta makian.

"Tidak Maya, bukan aku pelakunya! Aku di jebak, semua ini bukan salahku! Percayalah padaku jika aku tidak mungkin melakukannya." Ucap Randy saat telah selesai persidangan.

Maya hanya dapat menangis dalam dekapan Marve.

Randy mantan supir ibunya dulu, Maya mengetahui jika Randy memang menyimpan perasaan pada Mina namun mengapa ia sampai berbuat senekat itu dan membuatnya arus kehilangan Arya dan Mina sekaligus.

Artikel dan beritapun akhirnya dirilis.

"Kebakaran terjadi karena cinta bertepuk sebelah tangan."

"Cinta tidak terbalas berujung malapetaka."

Maya tidak tahu jika Randy bekerja sama dengan Kania jadi ia tidak mencurigai Kania sama sekali setelah Randy akhirnya masuk penjara.

Setidaknya kini Maya dapat bernafas lega karena orang yang telah berbuat keji pada bibi dan adiknya akhirnya tertangkap. Meskipun Maya tidak yakin jika ia bisa melupakan duka ini dengan cepat.

***