Chereads / Main Love / Chapter 21 - Fade away

Chapter 21 - Fade away

Maya dan Marve tidak buru-buru menjauh tapi terdiam mematung sampai suara teriakan Arya menyadarkan mereka.

"Kalian jangan berbuat mesum disini!" Tegur Arya menghampiri, untuk sesaat ia memang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya karena ia masih berpikir jika Maya menikah dengan Marve bukan atas dasar cinta dan semua cerita mereka jika mereka sudah mengenal selama dua tahun di pasar saat Marve menyamar menjadi tukang parkir juga tidak memiliki bukti karena saat Arya menanyakannya pada orang-orang yang biasa berdagang serta tukang parkir disana tidak ada satupun dari mereka yang melihat jika Maya dekat dengan seorang pria, tapi apa yang Arya lihat saat ini mematahkan semua prasangka tentang pernikahan kakaknya yang dipaksakan dan membuatnya lega kini. 

Tapi tetap saja ada sesuatu yang membuat Arya tetap terlihat marah.

"Arya. " Tegur Mina menghampiri.

"Aku tidak berbuat mesum bodoh!"Ucap Maya membela diri.

"Kakak ipar mencium pipi kakak disini, apanya yang bukan mesum." Ucap Arya lagi, ia terlihat kesal kini.

"Maaf.." Ucap Maya menyesal. Tapi Arya masih terlihat kesal membuat Maya merasa tidak enak hati pada adiknya karena bagaimanapun Arya masih terlalu muda meskipun ia sudah remaja.

"Arya.. kamu tidak perlu marah sampai begitu, lagipula tidak ada yang salah dengan mencium pipi suami sendiri." Tegur Mina, ia mencoba membuat Arya mengerti.

"Benar sekali.." Sahut Maya, ia menjadi lebih percaya diri kini tapi Arya mengabaikannya dan malah masuk kedalam dapur.

"Dia sepertinya benar-benar marah.." Ucap Marve merasa tidak nyaman, ia beranjak bangun dan berdiri disebelah Maya.

"Aku akan bicara dengannya." Ucap Mina tapi Maya menahannya "Biar aku saja.."

Maya kemudian memasuki dapur, dilihatnya Arya masih berdiri menghadap microwave dengan wajah yang masih terlihat kesal.

"Arya.." Maya mendekat tapi Arya tidak mau melihatnya, terlihat ia menyeka sesuatu diwajahnya.

"Kamu menangis?" Tanya Maya hati-hati.

"Kamu masih mengingat jika kamu memilikiku?"Jawabnya ketus.

"Kamu sudah kembali menjadi orang kaya, dan melupakanku begitu saja. Kamu menghilang setelah hari pernikahanmu dan tidak mengabari kami bagaimana keadaanmu." Arya masih berucap tanpa menunjukan wajahnya pada Maya.

"Bukan seperti itu Arya.." Maya mencoba menjelaskan tapi ia tidak dapat mengatakan yang sebenarnya pada adiknya.

"Kamu bahkan melupakan jika kemarin adalah hari wafatnya orang tua kita." Arya akhirnya menunjukan wajahnya yang sudah menangis kini.

"mereka datang ke mimpiku.. Kakak tahu betapa menyakitkannya itu, tidak ada kakak bersamaku.. aku sendirian saat papa dan mama meninggalkanku lagi." Arya terlihat lebih emosional kini, ia bahkan berteriak pada Maya hingga Marve dan Mina dapat mendengarnya.

"Arya mengertilah.. Aku juga memimpikan mereka. Aku sudah menikah, aku tidak dapat terus berada disekitarmu! tapi bukan berarti aku meninggalkanmu." jelas Maya, hatinya juga merasa sakit. Ia kembali mengingat akan mimpi itu, jadi bukan hanya dirinya yang bertemu kedua orang tuanya dalam mimpi.

"Arya.. Maya.. tenanglah." Mina melangkah cepat memasuki dapur setelah mendengar teriakan Maya diikuti dengan Marve yang hanya dapat berdiri dibelakang.

"Aku juga merindukan orangtua kita, mereka juga datang kemimpiku. Lantas aku harus bagaimana? Haruskah aku tenagah malam berlari menghampirimu dan mengatakan aku memimpikan kedua orang tua kita dan mengatakan jika mereka meninggalkan kita lagi dalam mimpi itu?" Maya mendekat, ia masih menangis dan menatap wajah Arya lekat.

"Mereka datang karena kamu melupakan mereka kak! Harusnya kita datang kepemakamannya kemarin. itulah janjimu saat kita kembali ke Jakarta satu tahun yang lalu. Kamu bilang tepat dihari kematian orang tua kita nanti kita akan pergi kepemakamannya dan menunjukan siapa diri kita sebenarnya." Sahut Arya semakin emosional.

"Karena kamu sudah menjadi orang kaya, bahkan jika kita diperlakukan tidak adil selamanya pun kamu akan tetap hidup dengan senang. Aku hanya tidak terima seseorang disana masih terus menari diatas luka keluargaku." Lanjut Arya, ia kemudian berjalan pergi meninggalkan dapur.

Hati Arya masih terluka, ia tidak sengaja bertemu Kania kemarin saat diam-diam menyelinap keperusahaan Wings setelah pulang dari pemakaman orang tuanya dan wanita yang dulu mengatakan jika perusahaannya terancam bangkrut karena ibunya menggelapan uang perusahaan kini menjadi pemilik perusahaan. Kania yang hanya seorang saudara angkat ibunya berjalan dengan mengangkat kepala menikmati semua yang harusnya menjadi miliknya dan Maya semua itu mengganggu Arya hingga ia melampiaskan kemarahannya pada Maya arena merasa Maya sudah tidak perduli lagi atas penyebab sebenarnya mengapa mereka di asing kan dulu.

Sedangkan Maya hanya dapat menangis dalam pelukan Mina tapi Marve memilih menghampiri Arya yang kini duduk sendiri di depan toko mereka.

Arya yang merasakan kehadiran Marve hanya menoleh sebentar dan kembali menundukan kepalanya.

"Aku tahu bagaimana rasanya merindukan orang tuamu yang sudah tiada." Marve berucap tapi Arya mengacuhkannya.

"Maya tidak pernah seharipun tidak memikirkan kalian."

Arya menoleh dan mulai menunjukan wajahnya. "Dia melupakanku.. Kakak hanya tidak dapat merasakan ikatan diantara kami yang memudar." Ucapnya.

"Tali persaudraan tidak akan pernah memudar bahkan jika kalian berada di benua yang berbeda." Ucap Marve, ia menepuk bahu Arya untuk menenangkannya.

"Jika seorang wanita sudah menikah, ia memiliki kewajiban untuk mengurus suaminya. Aku memang tidak memintanya mengurusku, tapi aku memintanya menjadi istri yang sempurna." Lanjut Marve, mendengar ucapan Marve, Arya mulai tidak terima dan wajahnya berubah menjadi gelap.

"Kamu tahu, berada ditengah keluarga kaya. Maya tidak boleh dijatuhkan hanya karena statusnya, jadi aku menyuruhnya belajar banyak hal yang akan membuatnya dapat mengangkat kepala tanpa merasa congkak dan menundukan kepala tanpa merasa rendah diri." Lanjut Marve, Arya mulai sedikit mengerti kini.

"Itu memakan banyak waktunya, jadi aku harap kamu dapat mengerti." Ucap Marve. Ia kemudian meninggalkan Arya sedirian dan menemui Maya untuk membawanya pulang bersamanya.

Di perjalanan Maya kehilangan semua senyumnya dan hanya maemandang ke arah jendela dan menatap jalanan.

"Jadi sekarang kita mau kemana?" Tanya Marve hati-hati, Maya kemudian menoleh "Mari kita bertemu kedua orang tuaku."

....

Maya meletakan seikat bunga mawar putih diatas makam ayah dan ibunya.

"Maafkan aku.." Hanya kalimat itu yang dapat terucap dari bibir Maya, ia hanya dapat menangis dalam pelukan Marve.

Arya marah padanya kini dan ia merasa benar-benar sendiri sekarang jika saja Marve tidak bersama dengannya maka hatinya akan benar-benar hancur.

"Bagaimana kamu memanggil orang tuamu?" Tanya Marve, Maya kemudian menoleh dan menyeka air matanya cepat.

"Maafkan aku."

"Jadi kamu memanggil orang tuamu dengan sebutkan 'maafkan aku?' "

"Bukan seperti itu Marve.." Maya mulai tersenyum kini.

"Ma.. Pah, aku Marve suami Maya. Maaf karena aku baru bisa datang hari ini. Aku akan menjaga dan membahagiakan Maya jadi jangan menjadi risau, aku juga akan menjaga Arya jadi jangan cemas. Aku akan selalu bersama mereka." Ucap Marve tersenyum.

Perasaan Maya menghangat kini, setiap ucapan Marve memang terdengar ringan tapi mampu membuat Maya jauh lebih tenang.

"Maafkan aku.." Terdengar suara seseorang dari belakang membuat Maya dan Marve menoleh.

Itu adalah Arya dan Mina, dengan perlahan Arya mendekat dan memeluk Maya erat.

"Maafkan aku kak.." ucapnya lagi.

"Tidak.. aku yang harus meminta maaf. Aku akan lebih sering berkunjung mulai sekarang." Ucap Maya, ia menyeka air mata adiknya dan kemudian tersenyum.

Arya membalas senyum Maya dan kembali memeluk kakak yang sangat dirindukannya.

"Mama.. papa.., keluarga kita sudah kembali lengkap." Ucap Arya, Marve kini merangkul Arya dan tersenyum menatap dua kuburan yang bersebelahan berselimut rumput hijau yang lembut.

"Kami pasti akan bahagia.. dan tersenyumlah jika datang kemimpi kami lagi nanti." Ucap Arya, matanya berkaca-kaca. Ia sebisa mungkin menahan tangisnya dan mengubahnya menjadi senyuman.

"Sudah lama sekali, lihatlah Arya sekarang menjadi lebih tinggi dariku dan bibi Mina menjadi bertambah gendut bukan? Dan bukankah suamiku sangat tampan?" Ucap Maya tersenyum, keceriaan kembali menghiasi wajahnya.

"Benar.. Aku memang terkadang galak tapi Maya dan Arya tidak akan pernah kekurangan kasih sayang." Ucap Mina, air matanya tidak dapat tertahan karena merasa sangat sedih, ini sudah cukup lama karena setelah kematian mereka, Maya, Arya dan dirinya pergi jauh dan baru hari ini dapat kembali.

Mereka hanya dapat saling memeluk sebelum akhirnya meninggalkan pemakaman.

Disisi pemakaman yang lain, Andre telah memegang buket bunga mawar putih. Sejak tadi ia menunggu dan mematung tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Ibu Mina.. ia masih dapat mengingat wajahnya dengan jelas..

Jadi benarkah itu Maya-nya? atau ia hanya bermimpi?

....