Happy Reading gengs 💋
❤️❤️❤️❤️❤️
Flashback on
"Lagu tadi itu buat lo, Nic," ucap Clarista memberanikan diri.
Nico hanya menatapnya lama dan tersenyum simpul. Maju dua langkah mendekati posisi Clarista berdiri.
"Terus?" tanya Nico.
Clarista terlihat gugup, bahkan peluh sudah membasahi dahinya. Tampak Clarista tengah menggigit bibirnya dalam. Dengan sisa keberanian yang ada, akhirnya ia memberanikan diri bertanya, "Hmm- elo, mau nggak jadi pacar gue?" ucap Clarista cepat.
Nico hanya diam tanpa ekspresi, menatap lekat wajah Clarista. Di sana juga tampak kedua teman Nico. Ada Alexander dan Jammie yang tersenyum menggoda dibelakangnya. Semua yang sedang berada di Aula, menantikan jawaban Nico mengenai ajakan berpacaran dari salah satu murid yang tidak begitu populer disekolah mereka.
"Menurut lo, gue harus jawab apa?" tanya Nico pongah pada Clarista yang nampak gugup didepannya.
Clarista hanya diam dan menunduk mendengar pertanyaan yang diajukan Nico padanya. Perasaannya saat ini bercampur aduk, antara malu dan juga gugup.
"Udah gila kali yah gue mau nerima lo. Emangnya lo itu siapa, mau jadi pacar gue? Lo harus ngaca diri lo dulu sebelum nembak gue."
"Gue seganteng dan sekeren ini, masa iya pacaran sama cewek modelan lo begini. Cupu dan kampungan. Kita sama sekali gak selevel. Lo sukses mempermalukan diri lo sendiri didepan semua orang. Lo itu..." ucap Nico panjang lebar.
Bunyi tamparan keras menggema seantero Aula SMA itu, "Lo pantes nerima itu," ucap Danisha pada Nicolas yang membuatnya tertegun ditempat.
"Dan, lo apaan sih?" bentak Jammie pada Danisha akibat melihatnya menampar Nicolas.
"Ternyata selama ini lo cuma jaga imej. Aslinya lo gini!" sindir Danisha pada Nicolas.
Kedua telapak tangan Nicolas terkepal kuat dan ia segera meninggalkan aula disusul dengan Jammie dan Alex dibelakangnya.
🍃🍃🍃
Clarista berlari ke sudut sekolah, tempat yang jarang dijamah oleh siswa disekolahnya. Clarista menangis sesenggukan. Belum pernah ia teramat kecewa atas perlakuan seseorang didepannya. Clarista memang sudah menyiapkan diri untuk ditolak, namun bukan penolakan yang luar biasa memalukan yang terpikirkan di kepalanya.
Clarista duduk menenggelamkan kepala diantara kedua lutut kakinya, menumpahkan rasa kecewa yang ada ia rasakan. Ia dapat merasakan ada seseorang yang berjalan pelan kearahnya, namun gadis itu tidak sanggup mengangkat kepala untuk sekedar melihat siapa yang berada disekitarnya. Clarista yakin orang tersebut bukan sahabatnya.
"Ini, hapus airmata kamu!" ucap seseorang yang sepertinya berdiri di depannya duduk.
Saputangan itu diletakkan di ujung sepatu yang di pakai Clarista, karena tak kunjung mendongak atau menjawab ucapannya. Orang itu pergi begitu saja tanpa ucapan lagi. Dirasa seseorang itu sudah berjalan menjauh darinya, Clarista dengan sesenggukan dan airmata yang masih membasahi wajah cantiknya melihat sesuatu yang ditinggalkan orang itu untuknya.
Sapu tangan berwarna hijau muda polos, tergeletak diatas sepatu kets putih yang dipakainya. Clarista menoleh kearah orang yang memberikannya sapu tangan itu. Dan tidak ada siapapun lagi disana. Perasaan dejavu muncul ketika Clarista berusaha mengingat suara orang tadi.
Clarista menggenggam sapu tangan pemberian orang misterius itu dan memakainya untuk menghapus air mata yang terus jatuh di pipinya.
Suara langkah kaki terburu-buru mengarah ketempat persembunyian Clarista, pandangannya kosong ke depan, menatap taman belakang sekolahannya.
"Cla!" suara Gisel tertangkap oleh indera pendengaran Clarista, namun gadis itu tidak bergeming untuk menoleh Gisella.
Clarista tau, para sahabatnya sudah berada di sampingnya saat ini. Remasan lembut di pundaknya semakin membuat hatinya hancur. Air mata lagi-lagi turun di pipi, meskipun sudah di tahan sekuat-kuatnya.
Grenda menarik tubuh tanpa daya itu ke dalam pelukannya. Danisha, Gisella dan Grenda memberikan pelukan dukungan pada Clarista disertai tangis berjamaah mereka semua. Clarista bukan tipikal wanita yang cengeng menghadapi sesuatu.
Selama ini, mereka salah menilai tentang sosok seorang Nicolas. Pria yang terlihat ramah dengan siapapun, wajah tampan yang selalu dipenuhi senyuman menyejukkan hati dan perhatian diantara anggota most wanted yang lain.
Namun kini, seakan dunia terbalik. Nicolas menunjukkan wajah aslinya di akhir waktu sekolah mereka. Sudah banyak wanita yang menyatakan perasaan padanya dan ditolak dengan baik-baik dan baru kali ini penolakan kejam dilakukan olehnya, lalu berhasil menghancurkan serta mempermalukan salah satu wanita di sekolahannya yaitu Clarista.
"Cla, lo yang sabar ya? Dia bakal ngerasain karma, gue yakin banget!" ucap Gisella menenangkan sahabatnya.
"Dengan begini kita tau, gimana sifat aslinya si brengsek itu. Lo beruntung nggak jadi pacarnya, Cla," ucap Danisha.
"Lo bakal dapetin yang jauh lebih baik dari dia. Gue yakin. Lo anak baik pasti dapet yang baik juga, Cla," kata Grenda.
Clarist memeluk erat para sahabatnya. Hatinya sakit, teramat sakit atas perlakuan Nico padanya hari ini. Memuja dan menyukai orang yang salah selama dua tahun ternyata amat sangat mengecewakan sampai ke lubuk hati terdalam.
"Lo kuat, Cla. Lo pasti bisa! Ayo move on!" Gisella memberi semangat sambil menghapus air mata Clarista.
"Lo masih punya gue, Gisel dan Grenda. Kita bakal selalu ada buat lo sampe kapanpun. Kita obati hati lo bareng-bareng, ya?" ucap Danisha
"Udahan ya nangisnya? Ayo senyum. Kita harusnya bahagia hari ini. Kita harus party buat merayakan kelulusan kita dari sekolah ini," Grenda memberikan semangat.
Clarista memaksakan senyuman untuk terbit di bibirnya. Benar kata sahabatnya, dia pasti bisa move on. Dia harusnya bahagia hari ini, karena masih punya sahabat-sahabat terbaiknya.
"Makasih selalu ada buat gue," ucap Clarista dengan suara parau sehabis menangisnya pada sahabatnya dan mereka kembali berpelukan.
Augfar baru saja keluar dari toilet pria. Kaki panjangnya melangkah menuju aula sekolahannya. Baru saja beberapa langkah berjalan, tubuhnya ditabrak oleh seorang wanita. Wanita yang berlari tergesa sambil menangis. Augfar berdiri memposisikan dirinya tegap kembali setelah sedikit oleng akibat tabrakan tidak sengaja barusan.
Pandangan Augfar tidak lepas dari sosok yang baru saja menabraknya. Tanpa sadar, kakinya mengikuti arah wanita itu berlari dan bersembunyi. Tempat yang jarang di jamah para penghuni sekolah yaitu taman belakang.
Tangisan pilu sesenggukan terdengar menyayat hati keluar dari mulut wanita itu. Augfar memandang lekat sosok wanita yang kini tepat didepannya dengan wajah yang ditenggelamkan pada kedua lututnya. Tangan Augfar terkepal kuat, sehingga urat di telapak tangannya begitu kentara.
Clarista Salsabilla Biantoro, wanita yang kini berada tepat di depan seorang Augfar Andrean Davinci. Wanita dengan wajah cantik natural tanpa polesan make up, selalu terlihat ceria dan agak pendiam diantara ketiga sahabatnya serta multitalent dalam kesenian.
Wanita yang sudah menyita segala perhatian Augfar sejak menginjakkan kaki di sekolahan ini. Augfar yang terkenal dengan wajah amat tampan, digilai semua wanita di sekolahan, pesonanya cukup kuat untuk membuat wanita tunduk padanya. Namun sifat Augfar yang dingin membuatnya agak sulit dijamah orang luar.
"Ini, hapus airmata kamu!" ucap Augfar yang berdiri di depan Clarista sembari menyodorkan saputangan miliknya.
Wanita itu tidak bergeming sama sekali. Perasaan yang tak menentu membuat Augfar geram luar biasa. Augfar menaruh sapu tangan miliknya di ujung sepatu milik Clarista. Dan segera berlalu begitu saja meninggalkannya dengan berat hati. Augfar berjalan dengan pikiran yang amat kacau. Apa yang menyebabkan gadis itu menangis sebegitu menyedihkan? Apakah dia melewatkan sesuatu hal tentang gadis itu?
Bisik-bisik sepanjang koridor sekolah, Augfar mendengar nama Clarista disebut oleh teman-teman sekolahnya. Ada dua wanita yang berdiri sedang asyik bergosip sambil menyebut nama Clarista. Augfar menepuk pundaknya dan wanita itu menoleh dan wajahnya amat sangat terkejut. Pangeran sekolah menghampirinya secara tiba-tiba.
"Apa yang kalian gosipkan?" tanya Augfar tanpa basa basi dan dengan raut wajah dingin.
Kedua wanita di depannya, kikuk dan terlihat amat grogi ketika ditanya oleh ketua geng most wanted.
"Gue nanya, apa yang kalian gosipkan?" tanya Augfar lagi dengan tatapan kejam yang seketika membuat raut wajah kedua wanita itu ketakutan.
"Itu..itu tadi di Aula. Ada cewek namanya Clarista, dia nembak Nico. Tapi di tolak Nico mentah-mentah dan dikata-katain. Belum selesai Nico ngatain, tuh cewek kabur duluan sambil nangis. Gila malu banget pasti," jelas salah satu perempuan itu.
Kepalan telapak tangan Augfar mengerat. Langkah kakinya lebar-lebar melangkah meninggalkan kedua orang itu. Pergi menjauh mencari seseorang yang kini menjadi target amarahnya.
Dari sorot mata siapapun yang melihat raut wajah Augfar sudah pasti tau jika pangeran sekolahan mereka ini sedang diliputi emosi yang luar biasa besar.
Dirogohnya saku celana sebelah kanan, mengambil ponsel canggih miliknya dan menelepon seseorang.
"Gue tunggu di atap sekarang!" ucap Augfar tanpa basa basi ketika sambungan telepon tersambung.
Augfar menatap lalu lalang para murid sekolahannya di hari terakhir ini sibuk berfoto. Di setiap sudut sekolahan. Dari atas sini, Augfar mampu melihat semua penjuru sudut sekolah. Langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya dari belakang ia berdiri.
"Mau pesta dimana malem ini?" tanya Nicolas, ketika sudah berdiri tepat di belakang Augfar.
Augfar berbalik dan menatap Nicolas tajam dengan tatapan membunuh. Namun Nicolas tidak melihatnya. Dari raut wajah Nicolas ia sama sekali tidak terlihat menyesal telah melakukan sesuatu tadi.
Satu pukulan tepat mengenai pipi kiri mulus milik Nicolas yang berasal dari Augfar. Belum sempat Nicolas berucap kata, satu pukulan lagi tepat mengenai pipi kanannya. Augfar menatapnya tajam.
"Brengsek! Apaan sih lo! Lo gila, hah?" umpat Nicolas sambil meringis perih atas pukulan yang diberikan Augfar secara tiba-tiba.
"Gue nggak akan ngebiarin lo deket bahkan suka sama cewek yang udah lo sakiti tadi. Ngerti lo!" ucap Augfar tenang namun tegas.
Nicolas mendengus kesal. Sahabatnya menonjok wajahnya hanya karena cewek jelek yang baru saja ditolaknya.
"Cih! Gara-gara tuh cewek, lo mukul gue! Gue ingetin ke elo, tuh cewek nggak selevel sama gue. Gue nggak akan suka sama dia apalagi ngedeketin dia. Lo inget itu, Far! Brengsek lo!" ucap Nicolas dengan kesal.
"Gue pegang ucapan lo!" ucap Augfar santai sambil berjalan meninggalkan Nico yang kini tengah mengelap sudut bibirnya yang ternyata berdarah akibat pukulan Augfar tadi.
Flashback End
🍃🍃🍃
"Jadi gimana? Lo udah ingat apa yang lo ucapin dulu? " tanya Augfar dingin pada Nicolas.
"Ck! Itu dulu, Far. Lo nggak bisa ngatur gue apalagi perasaan gue," kata Nicolas kesal.
"Terserah lo! Yang jelas gue nggak akan ngebiarin lo deketin Cla lagi," ucap Augfar tegas.
Augfar berjalan mendekati Clarista yang kini sedang duduk diapit para sahabatnya.
Gio, Dima, Alex, Gisella, Grenda, Danisha bahkan Clarista berhasil dibuat terkaget kaget atas penuturan Augfar tadi tentang masa lalunya di sekolah.
Terutama Clarista yang masih cukup shock atas kejelasan siapa pemberi sapu tangan misterius yang sangat ingin ia ketahui orangnya.
Augfar mengulurkan telapak tangan di depan Clarista, dengan sebelah tangan lagi disimpan di saku celana. Wajah Augfar kini tersenyum, menambah berkali kali lipat ketampanannya. Sungguh pesona Augfar meluluhlantakkan perasaan para wanita disekitarnya.
Clarista masih diam, menatap uluran tangan pria tampan di depannya. Otaknya masih mencerna apakah ini hanya mimpi atau kenyataan.
"Kita pulang," ajak Augfar pada Clarista.
Gisella, Grenda dan Danisha kompak mendorong tubuh Clarista agar segera berdiri dan meraih uluran tangan Augfar.
Clarista membalas uluran tangan Augfar dengan ragu-ragu dan ketika telapak tangannya tepat bersentuhan dengan telapak tangan Augfar, pria itu menggenggamnya dengan erat.
"Kami duluan," ucapan pamit terlontar dari mulut Augfar pada teman-temannya. Clarista berjalan mengikuti langkah kaki Augfar yang terlihat tenang seakan tidak terjadi apapun tadi.
Nicolas memandang gandengan tangan itu dengan pikiran yang amat kacau. Dia tidak pernah menyangka jika ucapan sahabat karibnya itu benar-benar serius seperti sekarang.
Dima dan Gio menepuk pundak Nicolas tanpa mengucapkan sepatah katapun dan berjalan masuk kembali ke ruangan tadi. Begitupun Gisella, Grenda dan Danisha. Hanya tersisa Alex yang merangkul bahu sahabatnya.
"Gue baru tau apa yang terjadi dulu sama kalian. Gue nggak akan bela siapapun, karena kalian berdua adalah sahabat gue. Sahabat baik gue," Alex memberi jeda pada ucapannya pada Nicolas, "Sebaiknya lo nyerah. Demi persahabatan kita. Itupun kalo lo mau," lanjut Alex pada Nicolas, yang hanya ditanggapi dengan lirikan tajam.
Alex meninggalkan Nicolas sendirian dan berjalan masuk menuju ruangan mereka di awal. Nicolas dan dengan segala pikirannya yang cukup rumit, mengepalkan kuat telapak tangannya dan meninju salah satu tembok di kafe tersebut untuk melampiaskan kekesalannya.
❤️❤️❤️❤️❤️
Hayolohh....
Jangan lupa komen!!