"Apa menyenangkan pergi dengan sugar mommy?"
Aku terperanjat saat mendengar suara yang tidak asing bagiku sehingga aku langsung menoleh kearah suara itu.
Dalam samar-samar kegelapan aku melihat wajahnya, pria yang pagi mendapatkan tamparan keras dari ibunya.
"Dimas!"
"Hebat sekali, bahkan di tengah kegelapan kamu bisa mengenaliku... Sepertinya aku tidak salah menduga jika kamu terobsesi padaku."
"Asisten, nyalakan lampu..." Ucapku dan seisi apartemen ku mendadak menjadi terang jadi aku bisa melihat wajah tampan pria yang sudah berani menyelinap ke dalam apartemen ku.
Aku bergerak mendekat, tidak ada sedikitpun ketakutan yang aku tunjukkan kepadanya justru aku dengan sengaja menyentuh wajahnya dan membelai bibirnya dengan ibu jariku sambil menatapnya menggoda.
"Terobsesi? Aku rasa itu adalah sebutan yang tepat untuk pria yang menerobos masuk ke tempat tinggal seorang wanita seperti dirimu. Katakan saja jika sebenarnya kamu tertarik padaku."
Aku bisa melihat dari sorot matanya dan ketegangan tubuhnya jika sentuhan ku membuatnya tergoda tapi kemudian dia menepis tanganku dari wajahnya dan mendorong tubuhku hingga aku terjatuh berbaring
"Aku hanya ingin memberi pelajaran padamu yang telah membuatku di tampar oleh kedua orangtuaku dan tentunya kamu harus membayar apa yang telah ibuku berikan padamu!"
Sekarang giliran Dimas yang menggodaku, sorot matanya menyeramkan seakan ia sedang melucuti pakaianku hanya dengan tatapannya belum lagi kedua tangannya yang mengekang pergerakan ku hingga aku berada tepat dibawah kendalinya.
Aku sangat takut tapi harga diriku terlalu tinggi untuk meminta ampun darinya agar dia tidak menyentuhku tapi tangannya sudah bergerak membelai wajahku dan turun ke leherku hingga sebentar lagi mungkin dia akan mampu meraup payudaraku dan sekujur tubuhku sudah tegang sekarang sehingga aku hanya bisa menahan nafasku saat ia bergerak mendekat.
"Kelihatannya kamu takut... Minta maaflah jika ingin aku melepaskan mu."
"Kenapa aku harus?"
Dimas tertawa, jelas jika ia sangat muak dengan ku.
"Kamu memang tidak pantas untuk dikasihi."
"Jangan bersikap sok baik, aku tahu jika kamu mendatangiku karena tidak mendapat kepuasan dari kekasihmu bukan? Bagaimana? Dia sudah tidak perawan ya?"
Alis Dimas mengkerut, sepertinya tebakanku benar.
"Jadi kamu masih perawan?"
Aku belum sempat menikmati kemenangan ku karena berhasil mengetahui rahasia besar Wendy karena sorot mata Dimas telah berhasil memakan keberanian ku.
Aku memejamkan kedua mataku, pasrah... Mungkin hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang tapi suara bunyi bel menyelamatkanku.
Dimas jelas terlihat sangat kesal karena bunyi bel terus berdentang tanpa jeda dan sangat bising membuatnya beranjak dari atas tubuhku dan berjalan ke arah pintu tapi dia terdiam begitu melihat layar monitor sehingga aku bergerak menghampirinya karena penasaran siapa yang datang.
"Oh lihatlah, apa kekasih mu memasang GPS di ponsel mu?" Ucap ku mengolok Dimas dan dia langsung menoleh dan menatapku tajam namun tidak mengatakan apapun. Sepertinya dia sangat terkejut.
"Haruskah aku mengijinkannya masuk?"
"Jangan coba-coba melakukannya!" Dimas memperingatkan ku dengan tegas.
"Aku tidak coba-coba sayang, tapi aku akan melakukannya sekarang!"
Aku sudah memegang gagang pintu dan akan membuka pintu tapi Dimas menarik ku ke sudut tembok dan mengangkat kedua tanganku ke atas kepalaku lalu mulai mencium ku dengan ganas.
"Pikir mu aku takut?" Bisiknya di sela ciuman kasarnya yang membuat bibirku terasa perih.
"Ayo kita nyalakan apinya sayang..." Lanjutnya sebelum kembali menciumku dengan sangat berani dan tidak terkendali.
Tubuhku tertarik kearah Dimas hingga tidak ada sedikitpun jarak diantara kami. Aku dapat merasakan tangan kekarnya merengkuh punggungku dan membelai ku, tindakan kecil yang mampu membuatku tegang dengan mudah.
Sorot mata Dimas redup padam mengalirkan gairah yang dengan mudahnya merasuki ku karena sekali lagi aku membiarkannya mencium ku dan menguasai bibir ku.
Dimas sangat mendominasi, ia melumat bibirku seperti jelly yang kenyal dan sesekali menggigitku dan membuatku meringis namun dia sepertinya tidak memiliki niatan untuk melepaskan ku karena ia malah menekan tengkuk ku sehingga aku mengerang dan dia dapat dengan mudah memasuki rongga mulutku dan menjelajahinya sesuka hatinya. Ia seperti haus akan diriku sementara aku tidak bisa menolaknya.
Sepertinya Dimas lupa jika kekasihnya sedang berada di depan pintu apartemen ku dan terus membunyikan bel dan menyebabkan kebisingan yang sama sekali tidak mengganggu kami.
Itu benar, Kami! Aku dan Dimas! Karena aku juga mulai menikmati ciuman yang terasa membakar tubuhku ini. Seharusnya ini adalah sebuah pelecehan karena Dimas mencium ku tanpa seijinku lebih dulu tapi tubuhku bereaksi lain. Aku tidak bisa menyangkal jika aku menginginkannya.
Aku menginginkannya lebih dari sekedar ciuman panas yang tidak terkendali dan ketika Dimas mengangkat tubuhku tanpa ragu aku mengalungkan tangan ku di lehernya sementara kedua kaki ku melingkar di pinggang kekarnya.
Dimas menggendongku menuju sofa dan membaringkan tubuhku di sana. Perlahan ia melepaskan bibirku dengan saliva yang masih membasahi bibir kami. Aku tahu dari caranya menatapku jika dia menginginkan ku.
Aku terus mengikuti pergerakan matanya yang tidak bisa berpaling dari bibirku yang masih basah dan mungkin membengkak akibat ulahnya dan sedetik kemudian ia menyeringai.
Seringainya seperti serigala buas yang kelaparan dan baru saja berhasil menangkap mangsanya, mungkin Dimas sudah merasa menang atas diriku sekarang karena ia tanpa ragu kembali mendekat dan mulai menjelajahi leherku dengan bibir basahnya yang terasa lembut menggelitik tapi juga membuatku menggelinjang.
"Oh, Dimas…" Aku mendesah sambil berusaha menahan tubuhnya karena Dimas sepertinya telah hilang kendali.
"Teruslah panggil namaku karena suaramu terdengar seksi membuatku menggila…"
Ini memang gila! Ya, kami berdua sepertinya telah kehilangan kewarasan kami karena aku bahkan membantunya yang kesulitan membuka jaketnya dan setelah berhasil Dimas langsung melemparkan benda yang membuatnya kesulitan bergerak itu ke sembarang arah.
Sekarang Dimas leluasa merengkuh tubuh ku, tangannya bahkan sudah bergerak menyusup ke dalam gaun ku dan membelai paha ku dengan kenakalannya dan membuat sekujur tubuhku merinding.
Rasanya sudah cukup ciuman ini membuat tubuh ku lemas dan sekarang sentuhan tangannya berhasil membuatku lumpuh dan tidak berdaya.
"Aku tidak suka sofa sempit ini!" Dimas mengerang kesal saat kami hampir terjatuh, ia kemudian beranjak dari atas tubuhku lalu menggendong tubuhku sambil melanjutkan ciuman kami.
Tangan nakalnya meremas bokongku sementara tanganku mencengkram rambutnya dan membuatnya berantakan ketika ciumannya mulai bergerak turun ke leherku. Ia menghirup tengkuk ku dan menggigit ujung telinga ku lalu berbisik, "Aku suka aroma tubuh mu."
"Maka nikmatilah!"
"Aku akan sangat menikmatinya…"'
Sepertinya permusuhan kami baru saja hilang karena kami berdua seperti pasangan yang sedang dimabuk asmara. Dimas terus memujiku sementara aku membiarkannya menyentuh tubuhku.
Kami menikmati setiap sentuhan yang kami lakukan masing-masing karena aku juga mulai mencium lehernya dan menyesapnya seperti apa yang ia lakukan kepadaku lebih dulu.
Dimas tersenyum menatapku, senyuman yang sudah lama tidak aku lihat setelah hubungan kami renggang dan perlahan menjadi sebuah permusuhan yang nyata.
Kami saling berbagi senyuman dan tatapan sebelum Dimas kembali menyudutkan ku hingga punggungku sedikit membentur pintu kamarku, ia menciumku dengan lebih intens tapi terasa lebih lembut dari sebelumnya sehingga aku mulai membalasnya dan lidah kami mulai bertautan.
Ciuman ini membuat kami menggila sehingga Dimas kesulitan untuk meraih gagang pintu kamarku karena dia sama sekali tidak mau melepaskan ku bahkan hanya untuk melihat posisi gagang pintu dengan mudah.
Kami tertawa pelan saat pintu tidak kunjung terbuka sehingga Dimas perlahan menurunkan tubuh ku agar ia bisa membuka pintu kamar ku dengan mudah tapi belum sempat Dimas membuka pintu kamar ku namun suara bunyi pin yang di tekan dari arah pintu masuk apartemenku sontak membuat kami tertegun karena tandanya ada seseorang yang sedang berusaha menerobos masuk padahal kami baru saja bersiap untuk saling melucuti pakaian kami dan bercinta dengan penuh gairah namun gairah itu hilang ketika pintu akhirnya terbuka.
Dimas langsung duduk di sofa seakan tidak terjadi apapun diantara kami sementara aku berdiri di sebelahnya dan berpura-pura memberikan ponselnya, tentunya itu terjadi begitu cepat sehingga aku tidak sempat mencerna trik licik Dimas karena ia langsung menarik ku ke posisi dimana aku sekarang berada dan memberikan ponselnya kepadaku.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Wendy dengan wajah curiga dan bersiap melontarkan kalimat caci maki kepadaku.
...