Jantung Ayudia berdebar sangat kencang seolah hampir lepas. Napasnya sesak dan tersengal seakan habis. Dia berlari sangat kencang masuk ke dalam pasar yang gelap.
Saat ini telah lewat tengah malam, tentu saja pasar sangat gelap, licin dan becek. Bahkan gadis itu beberapa kali terpeleset.
Ayudia mencium aroma bahaya yang akan segera menimpa dirinya. Beberapa orang lelaki sedang mengejarnya.
"Cari Dia!" Seorang berwajah bengis berambut panjang memerintahkan beberapa anak buahnya mencari Ayudia. Empat orang berlalu-lalang mencarinya. Mereka bahkan mencari hingga ke bawah meja para pelapak yang berjualan di pasar itu.
Ayudia beringsut lebih dalam menyembunyikan tubuhnya, bahkan ia menahan napas cukup lama saking takutnya. Debaran jantungnya berpacu cepat. Tubuhnya gemetar dengan hebat.
Tiba-tiba!
Cahaya menyilaukan mengenai wajahnya.
"Hai gadis kecil! Di sini kamu rupanya." Semringah kejam lelaki itu menggetarkan nyali Ayudia. Cahaya senter masih terarah ke wajahnya.
"Enggak ... enggak ... tolong jangan sakiti saya, saya mohon." Ayudia mengiba dengan suara bergetar, dia menangis dan gemetar karena ketakutan.
"Bos! Anak ini di sini. Hahhaha." Lelaki itu menjambak rambut Ayudia dengan kasar dan kuat tanpa ada sedikit pun rasa belas kasihan. Ia menyeret dan menarik gadis kecil itu keluar dari persembunyiannya. Gadis itu berontak sekuat tenaga.
Tercium bau aneh dari mulut lelaki itu. Bau yang belum pernah dia cium sebelumnya. Namun aroma ini terasa lekat di dalam ingatannya, seperti aroma kapas yang disapukan ke tangannya saat petugas laboratorium mengambil darahnya ketika dia sedang sakit. Ya, aroma alkohol yang menyengat menguar dari tubuh dan mulut lelaki yang menyeret tubuhnya dengan kasar.
"Apa mereka mabuk?!" Pikiran itu semakin mematahkan keberaniannya. Tubuhnya semakin lemas dalam ketidakberdayaan.
"Tolong, Pak, tolong lepaskan saya." Ayudia menyatukan kedua telapak tangan memohon dan menangis. Dia menggigil ketakutan.
"Hahahaha!" Gelak tawa senang dan bengis tak berbelas kasihan itu sangat mengerikan pada tengah malam di dalam pasar yang gelap. Lelaki itu tak peduli pada permohonan Ayudia. Dia terus menyeret gadis itu mengikuti langkahnya yang sedikit sempoyongan.
Lemah kaki gadis kecil itu mengikuti lelaki mabuk yang menyeretnya. Terseok langkahnya bagai layangan tertiup angin. Dia menyerahkan Ayudia pada lelaki yang dipanggilnya 'Bos'.
Si Bos tersenyum mengerikan dengan air liur yang hampir menetes. Ia sangat mirip serigala lapar yang berhasil mendapatkan binatang buruannya. Terus menyeret Ayudia tanpa sedikit pun perasaan kasihan. Si Bos semakin masuk ke dalam pasar di antara pekatnya kegelapan, diikuti tiga orang lelaki lainnya.
Hingga sampailah mereka di sudut tembok pembatas pasar dan pemukiman. Lelaki itu membuka baju Ayudia dengan paksa dan kasar hingga robek. Dia menarik sebuah meja pedagang untuk dijadikan alas melakukan keinginannya. Menikmati tubuh Ayudia yang baru berusia 16 tahun.
"Kalian jaga, ya! Kalau-kalau ada yang datang kasih tau. Kita gantian." Dia bicara dengan nyaring dan tegas, seraya tangannya melepaskan seluruh pakaian Ayudia dengan paksa.
Para anak buahnya pergi sedikit menjauh, berjaga sambil menanti 'jatah' kenikmatan yang mereka nantikan dengan tidak sabar.
Ayudia terus berontak ingin melarikan diri, namun apalah daya seorang gadis kecil dibanding lelaki yang sudah dikuasai nafsu.
"Enggak! Enggak! Saya mohon tolong lepaskan saya." Ayudia menangis sambil menutup dada dan menutup rapat kedua pahanya. Berusaha menutup area pribadinya.
Lelaki itu tak peduli, segera didorongnya dengan kuat hingga gadis malang itu jatuh terjengkang ke atas meja yang telah disiapkannya. Segera ditindihnya tubuh Ayudia yang dingin karena ketakutan.
Gadis itu berontak sekuat tenaga. Didorongnya dada lelaki yang berada di atas tubuhnya dan dia berusaha menjauhkan wajahnya sejauh mungkin agar bibir lelaki yang menjijikan itu jangan sampai mengecup bibir maupun pipinya.
Lelaki bejat itu mencengkeram tangan Ayudia ke atas kepalanya sambil mengunci dan menekan kuat ke meja. Ayudia tak dapat lagi bergerak. Lelaki itu semakin beringas dan segera memulai aksi biadabnya.
"Jangan! Tolong jangaaaan!" Ayudia berteriak bagai lolongan anjing di tengah malam.
"Aaaaah ... sakiiit!" teriaknya dengan hujan air mata, tetapi lelaki itu tetap tidak peduli. Ayudia menggigit bahu lelaki itu sangat kuat. Lidahnya mengecap rasa asin dan aroma darah. Darah itu mengalir dari pundak lelaki yang kini berada di atas tubuhnya.
Lelaki itu tak peduli sakit di bahunya. Dia hanya merasakan kesenangannya. Ayudia terus berteriak hingga habis suaranya. Hujaman demi hujaman kasar terus dia terima.
Ia sudah lemah menahan sakit di sekujur tubuhnya terutama di area pribadinya. Lelaki itu terus bergerak liar dan kasar hingga tubuhnya mengejang beberapa saat. Cairan kental tumpah menetes dari selangkangan gadis itu. Perlawanan Ayudia sungguh sia-sia belaka.
Setelah puas, lelaki itu bersuara nyaring, "Aku udah selesai." Dia pun menutup resleting celananya tanpa merasa bersalah sedikit pun. Hanya kepuasan, itu yang dia rasakan.
Pria lain mendekat.
"Jangan! Jangaaaan!." Ayudia berkata dengan suara yang lemah. Ia masih terkulai tak berdaya. Namun, penderitaannya belum usai. Masih ada tiga orang menantinya.
"Matikan saja aku, Tuhan." Ayudia berteriak ketakutan sambil menangis saat pria yang lain melepaskan celananya sendiri hingga melorot ke pergelangan kakinya.
"MATIKAN SAJA AKU!" Teriakan Ayudia kembali memecah keheningan malam saat lelaki kedua sekuat tenaga menghujamkan dirinya secara biadab.