Chereads / TRAPPED IN TIME; CHINESE DYNASTIES / Chapter 2 - Chapter 1

Chapter 2 - Chapter 1

Di sebuah sekolah di China, seorang pemuda tengah tergesa-gesa berlari menuju perpustakaan. Melihat wajahnya yang tampan kekanakan serta perawakannya yang kecil kurus, orang tidak akan menyangka bahwa sebenarnya pemuda itu sudah berusia enam belas tahun, sedang duduk di kelas dua SMU, bahkan termasuk jajaran anak-anak terpandai di sekolahnya. Matanya yang polos memancarkan kegembiraan yang amat sangat. Di tangannya tergenggam sebuah map yang cukup besar.

Dengan riang dibukanya pintu perpustakaan, dan dengan langkah yang membuat semua orang yang tengah serius membaca menoleh kesal padanya, dihampirinya seorang anak perempuan yang sedang sibuk membaca buku di deretan yang lumayan jauh letaknya dari pintu. Gadis itu memiliki rambutnya yang lurus sebahu dibelah tengah dan berwarna cokelat alami, warna yang jarang dimiliki oleh orang Asia pada umumnya. Begitu juga dengan bola matanya yang berwarna abu-abu kelam. Namun sekarang bola mata abu-abu itu tampak suram, sama seperti raut wajahnya yang tampak agak pucat.

Mendengar langkah si pemuda, gadis itu lantas meletakkan buku yang tengah ia baca. Dan menoleh dengan pandangan penasaran, bukan pada si pemuda, melainkan pada map yang dibawanya.

Sudah diumumkan rupanya? tanya gadis itu. Kalau dilihat dari wajahmu, seharusnya sukses.

Lihat saja sendiri, kata pemuda itu sambil mengeluarkan isi map tersebut. Tertarik, gadis itu mengintip isi surat yang diberikan anak itu padanya.

~1st Champion of National Youth Inventor Competition~*

Wah, selamat yah Hanhe... sudah kuduga, kau pasti akan berhasil dalam lomba ini, kata gadis itu sambil tersenyum kecil.

Haha.. jadi bagaimana? Jadi ya, perjanjian kita tempo dulu... kata Hanhe, si pemuda itu. Di sebelah supermarket ada restoran yang baru dibuka, lanjutnya sambil mengedipkan mata penuh arti.

Hah?.. Tapi itu kan mahal sekali.. bisa bangkrut aku..

Yaaa.. siapa suruh tempo dulu kau berkata, Baiklah, jika kau benar-benar jadi juara pertama, aku akan mentraktirmu di manapun kau suka. Jangan bilang kau lupa ya Fenger.. ada catatannya di notebook ku.

Yah maksudyku kan untuk dorongan support.. Fenger, si gadis terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan, Ya sudah, tak apa...

Fenger, hari ini kau tak seperti biasanya... kau kenapa?

Entahlah, setelah melihat gambar ini perasaanku jadi tidak enak..."

Perlahan, diambilnya kembali buku yang barusan ia baca. Dipandanginya lembaran di dalamnya yang sejak tadi ia perhatikan dengan penuh minat. Hanhe, si pemuda itu, juga ikut memperhatikan lembaran tersebut.

Tampak, dalam lembaran itu, walaupun agak-agak buram, gambar seorang wanita cantik berpakaian ala puteri zaman dulu. Bunga-bunga beserta aneka hiasan rambut memperindah mahligai alaminya, sementara payung besar berwarna cerah sibuk menaunginya dari hujan rintik-rintik yang ikut terlukis. Roman wajahnya nyata anggun nan memukau, sementara wajahnya yang sayu tengah menatap jauh ke depan. Seolah sedang menunggu penantiannya tiba.

Kelihatannya kau tertarik sekali pada lukisan itu? kata Hanhe. Memangnya ada yang tidak beres pada lukisan itu, ya?

Fenger mendesah. Ia sungguh tidak bisa menjelaskan perasaannya yang aneh pada Hanhe. Tidak ada yang ganjil pada lukisan itu, memang, batin si gadis, namun...

Ha, ngomong-ngomong, aku sudah menargetkan apa yang akan kujadikan jurus untuk lomba selanjutnya!

Fenger tersentak dari lamunannya. Memangnya masih ada kompetisi lagi?

Tentu saja. Memangnya kompetisi beginian hanya berakhir di tingkat nasional. Nggak lah. Pasti ada tingkat internasionalnyalah!

Dan kamu ikut? tanya Fenger masih dalam keadaan setengah melamun.

Tentu saja.

Terus, kau bilang apa tadi, rumus pamungkas untuk lomba selanjutnya? Memangnya YIC membolehkan pesertanya membuat rumus?

Ya ampun, Fenger. Tadi aku bilang jurus, bukan rumus. Wah, rupanya lukisan ini hebat sekali ya, bisa membuat mu jadi sepanglin ini. Aku jadi penasaran, apa sih, yang aneh pada lukisan ini?

Sambil berkata begitu, Hanhe mengambil buku tersebut dan mengamatinya.

Aneh, biar kupelototi berkali-kalipun aku tidak menemukan hal yang aneh pada lukisan ini!

Memang tidak ada yang aneh, jawab Fenger. Namun aku merasakan deja vú ketika melihatnya. Entah mengapa aku merasa mengenal wanita dalam lukisan ini. Tidak, lebih dari itu, aku merasa bahwa sang wanita dalam lukisan ini adalah aku sendiri.

Apa?! Apa aku tidak salah dengar?! tanya Hanhe seraya mendekatkan telinganya ke arah Fenger, berlagak ingin mendengar lebih jelas. Wanita cantik ini dirimu?! Wahhahaha! Ternyata, temanku sepede ini, hihihi! Beda bagai langit dan bumi gini dibilang sama! Hahaha... Aduh! Apa-apaan sih?! Kan sakit! keluhnya sambil memegang telinganya yang baru saja dicubit oleh Fenger.

Aku ini bicara serius tahu! Bukan main-main! Kamu itu, ah, ngga bisa diajak serius! Fenger merajuk.

Ya, ampun, aku kan hanya bercanda. Dasar! gerutu Hanhe. Ternyata zaman sekarang cewek di mana-mana sama. Ngga punya selera humor! Beda banget sama wanita zaman dulu!

Sok tahu kamu! sergah Fenger cepat. Mendadak, setelah mendengar kata-kata Hanhe barusan, ia jadi ingin bertanya, Oh, ya, ngomong-ngomong tadi kaubilang punya rumus pamungkas untuk...

Bukan rumus, jurus!

Ah, sama saja, toh nanti yang dipakai kompetisi juga rumus!

Jarang rumus dipakai di YIC. Yang penting di sana adalah kreativitas!

Apalah! Ya, memang ada hubungannya dengan lukisan ini?

Hmm, gimana ya? Perlu dikasih tahu ngga yaaa...

Kalau ngga mau kasih tahu juga ngga apa-apa. Toh bukan urusanku!

Ya, ampun, ngambek lagi! Hey, aku bicara begitu, apa salahnya?

Maaf, Hanhe, tetapi setelah aku melihat lukisan ini perasaanku jadi ngga enak. Mungkin untukmu ini lukisan biasa, tapi buatku tidak. Aku benar-benar penasaran, Lukisan apa sebenarnya ini! Sayang data-datanya tidak memadai. Buku ini hanya memuat lukisan tapi tidak informasinya.

Kalau begitu, mungkin jurus pamungkasku bisa membantumu!

Benarkah? wajah Fenger berubah cerah.

Mungkin... belum pasti, sih... jawab Hanhe, yang langsung membuat wajah Fenger mendung lagi. Tapi, kemungkinan selalu ada, kan? tanyanya saat melihat wajah mendung temannya itu. Lagipula, aku yakin bukan hanya info tentang lukisan ini yang dapat kita peroleh kalau proyekku ini berhasil. Kita bisa meneliti, bahkan mungkin mengungkap, seluruh kenyataan dan kebenaran, sejarah!

Hah?! Fenger terbelalak tidak percaya mendengar bagian terakhir kata-kata Hanhe. Sejarah?

Yup!

Memang proyek apa yang sedang kauteliti?

Asal kau berjanji untuk tidak membocorkannya, aku beritahu!

Untuk masalah itu kau tidak perlu cemas. Jabatan wakil Ketua OSIS yang tanggungannya sebegitu besar saja dipercayakan seluruh sekolah padaku, mana mungkin rahasiamu yang tanggungannya tidak sebesar itu malah kusebarkan? sahut Fenger. Lagipula, kita ini kan sahabat, mana mungkin rahasia sahabat sendiri saja kubocorkan?

Jangan salah, proyek ini sangat jauh, jauh, jauuuh lebih penting dibandingkan OSIS-mu!

Baik... aku percaya. Jadi, tolong jangan main tebak-tebakan lagi, oke? Langsung saja kaukatakan! Lagipula, memang sehebat apa sih, proyek yang sedang kaukerjakan?

Mungkin kau tidak akan percaya, tapi jurus pamungkasku untuk menang kali ini adalah... suara Hanhe mengecil, atau lebih tepat bila dikatakan menjadi bisikan saat ia mengimbuh, ...mesin waktu.

...

* YIC = Youth Inventor Competition (Juara Pertama Kompetisi Inventor Muda).