Chapter 6 - Chapter 5

Sementara itu benda-benda seperti kursi, tempat sampah, tembok, vas bunga, bahkan anak-anak cewek yang lagi ngerumpi pun menjadi korban perkelahian mereka. Tak ayal lagi, kejadian seru itu langsung menarik banyak penonton. Maklumlah, jarang-jarang hal seperti ini terjadi di sebuah sekolah favorit seperti Qing Yuan School ini. Apalagi perkelahian itu berlangsung dengan amat brutal dan cukup memakan waktu.

Wu Anlu rupanya seorang anak yang sangat keras kepala sehingga membuat Hanhe kesulitan untuk merebut kembali mesin waktunya. Rintangan pun bertambah saat kedua bodyguard Wu Anlu turun tangan. Tubuh mereka yang kekar dan jauh lebih besar dari Hanhe memudahkan mereka untuk menyeret Hanhe menjauhi bos mereka. Namun ternyata dendam dapat membuat seseorang menjadi lebih kuat, demikian pula yang terjadi dengan Hanhe. Secara tak terduga ia dapat menepis kedua raksasa tersebut dan kembali menggempur Wu Anlu.

Bel berbunyi, menandakan pelajaran sudah dimulai. Murid-murid yang merasa diri mereka ditakdirkan hidup hanya untuk belajar langsung meninggalkan pertarungan sengit ini sambil berjalan dengan gaya acuh (tapi sebetulnya peduli) dan melontarkan celaan menghina tentang orang-orang bodoh yang seringkali membuang waktu untuk sesuatu yang tidak berguna seperti pamer kekuatan. Lain halnya dengan anak-anak yang merasa tontonan seperti ini sayang untuk dilewatkan. Mereka mulai bersorak-sorai sambil bertepuk tangan, mendukung andalan mereka masing-masing. Malah ada juga yang pasang taruhan. Pokoknya suasana saat itu benar-benar amat riuh.

Di lain pihak, Fenger cemas bukan main. Ternyata genggamannya tidak cukup kuat untuk menahan kemarahan Hanhe. Ia mencoba melerai mereka, namun hasilnya nihil. Kedua pihak seakan tidak menghiraukan atmosfer yang tengah menyelimuti mereka saat itu. Mereka juga tidak menyadari bahwa bel sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Masing-masing hanya memusatkan perhatiannya pada lawan mereka saja. Satu per satu bagian tubuh mereka terluka, bahkan ada yang telah mengeluarkan darah. Fenger semakin panik. Sekaligus kesal pada orang-orang yang bukannya melerai mereka, malahan asyik berkerumun dan sibuk pasang taruhan.

Tak kusangka anak-anak di sini suka sekali melihat orang berkelahi. Tak ada satupun yang punya inisiatif untuk melakukan sesuatu, pikir Fenger sebal. Anehnya, kok tak ada guru yang menyadari bahwa setengah murid-muridnya tengah menghilang dari kelas hanya untuk menonton orang yang sedang berkelahi.

Fenger baru akan memanggil guru dan memprotesnya mengenai hal itu, ketika sebuah suara bernada tegas menggaung di koridor sempit itu. Apa-apaan ini??!!

Seluruh anak yang tengah berada di koridor saat itu langsung berpaling ke arah seorang guru wanita berkacamata serta bertampang tegas yang berseru tadi, yang tak lain adalah Bu Guru Zhou, yang terkenal akan kedisiplinannya sehingga dijuluki killer-punishment-teacher. Wu Anlu juga telah menyadari bahaya maut yang tengah menghadang di depan mata ini, karenanya ia segera melempar mesin waktu itu dengan asal ke arah Hanhe.

Nih, tangkap kalau bisa!

Mesin waktu itu segera terlempar ke luar jendela. Berusaha mati-matian menangkapnya, Hanhe lantas melakukan tindakan nekad. Ia ikut melompat ke luar jendela. Mulanya ia memang tak bermaksud mengorbankan nyawanya hanya demi sebuah barang konyol setengah jadi, tapi tiba-tiba saja lututnya tergelincir ke arah luar mulut jendela di lantai lima itu. Segera saja desingan angin menderu kencang di telinganya, disertai dengan teriakan samar seluruh anak-anak serta Bu Guru Zhou, Oh, tidak, Hanheeee... Fengeeeer!!!!

Mendengar nama terakhir yang disebutkan para manusia di lantai lima, Hanhe segera menoleh ke samping kanannya. Dugaan terburuknya benar, Fenger tepat berada di sampingnya, memegangi lengannya!

Cewek bego!!! Kau mau ikut mati, ya???!!!

Fenger menjawab dengan panik, Aku hanya berusaha menahanmu, tapi ternyata aku juga ikut jatuh bersamamu!!!

Mendengar jawaban Fenger yang konyol itu Hanhe memilih untuk tidak menjawab. Ia kembali berkonsentrasi pada mesin waktu pembuat masalah itu. Begitu juga Fenger, ia berusaha keras menggapai mesin konyol pembuat masalah yang memaksa mereka mempertaruhkan nyawa saat ini. Usahanya berhasil, dengan susah payah akhirnya ia dapat menangkap mesin waktu itu, entah bagaimana caranya ia sendiri tak tahu. Fenger bernapas lega, mesin waktu kini sudah aman di tangannya. Tapi ketika ia menyadari jarak mereka ke lapangan sekolah di bawah sana semakin dekat, gadis itu kembali panik. Tanpa sengaja ia menekan sebuah tombol merah bertuliskan Go To dan, secepat kilat, ia dan Hanhe merasakan diri mereka seakan-akan tengah ditarik oleh sebuah kekuatan yang luar biasa. Dan mereka pun segera lenyap.

Mesin waktu setengah jadi itu telah membawa mereka ke sebuah petualangan besar yang sudah menanti di depan mata.