Chereads / Bara / Chapter 38 - After birthday

Chapter 38 - After birthday

Bara terbangun dari tidurnya, semalam setelah kejutan ulang tahun yang disiapkan Kimmy berakhir dengan tidak menyenangkan bagi Bara, ia kembali ke kamarnya dengan dipenuhi perasaan takut. Kejutan kembang api tadi malam mengingatkannya pada perasaan saat dirinya hampir mati di pinggir jembatan sepuluh tahun silam. Bara meraba meja nakas di samping tempat tidurnya untuk mengambil jam tangannya. Bara terbelalak ketika melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Bara segera mengambil ponselnya untuk mengecek email yang masuk ke dalam akun emailnya. Hari ini adalah hari dimana peserta yang lolos ujian tahap kedua akan menerima email yang berisi tugas studi kasus yang harus mereka selesaikan.

Meskipun kemarin Pak Haryo sudah berjanji akan menjamin dirinya untuk tetap masuk sebagai peserta magang, namun Bara tetap ingin mengerjakan tugas yang harus ia kerjakan dengan sungguh-sungguh. Ada satu email baru yang masuk, Bara segera membukanya. Benar saja, email tersebut datang dari departemen HRD MG Group. Bara segera membuka dan membaca isinya. Isi email tersebut berisi ucapan selamat telah lolos seleksi tahap kedua dan selanjutnya akan diberikan tugas sebagai bentuk seleksi tahap ketiga.

Pada email itu diberikan instruksi untuk mengunduh file yang sudah dilampirkan dan mempelajari contoh kasus yang ada di dalamnya. Kemudian peserta test diminta untuk menyampaikan pendapatnya melalui email paling lambat dua hari setelah menerima email dari MG Group. Jika peserta tidak mengirimkan email dalam jangka waktu tersebut, peserta akan dianggap gugur. Bara hendak membuka file lampiran yang disertakan, namun tiba-tiba perutnya mengeluarkan suara seolah para penghuni perutnya sedang berdemonstrasi untuk meminta makan.

Bara akhirnya bangkit dari tempat tidurnya dan segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Niat awalnya yang hanya ingin membasuh wajah akhirnya Bara urungkan karena mengingat semalam dirinya belum sempat mandi karena sudah dikuasai oleh perasaan takut. Bara akhirnya memutuskan untuk mandi secepat kilat. Setelah selesai mandi Bara segera keluar dari dalam kamarnya.

Begitu tiba di meja makan, Bara melihat sebuah tudung saji dengan sebuah pesan.

"Maaf untuk semalam." Tulis pesan yang tertempel pada tudung saji.

Bara menduga pesan tersebut dari Kimmy, karena Kimmy yang merencanakan kejutan ulang tahun untuknya. Bara kemudian membuka tudung saji tersebut. Di dalamnya terdapat sepiring nasi goreng lengkap dengan telur dadar diatasnya dan sepotong kue ulang tahun yang semalam belum sempat Bara makan. Bara segera duduk dan menyantap sarapan paginya yang kesiangan.

Seorang asisten rumah tangga muncul dan menghampiri Bara yang sedang makan.

"Mas Bara mau dibuatkan minum apa?" Tanyanya.

"Kopi aja, Mbak."

"Saya buatkan dulu ya, Mas."

"Gulanya jangan banyak-banyak ya, Mbak."

"Baik, Mas."

Asisten rumah tangga itu segera melangkah ke dapur dan membuatkan kopi untuk Bara. Tidak berapa lama Asisten itu kembali dengan membawa secangkir kopi hitam untuk Bara.

"Makasih, Mbak," ujar Bara.

Asisten itu hanya mengangguk dan segera undur diri pada Bara.

Ponsel Bara bergetar ketika ia sedang menikmati nasi gorengnya. Bara mengintip siapa yang mengirimkan pesan untuknya. Kimmy mengirimkan pesan untuknya.

"Lu udah bangun? Gue benar-benar minta maaf soal semalam."

Bara meraih ponselnya dan mengetikkan pesan balasan untuk Kimmy.

"Thanks ya buat nasi gorengnya." Bara kemudian menyentuh tombol kirim dan kembali melanjutkan makannya.

Tidak berapa lama ponsel Bara kembali bergetar, kali ini Kimmy menelponnya.

"Haho," Jawab Bara dengan mulutnya yang masih penuh dengan nasi goreng. Sambil mendengarkan Kimmy yang berbicara di telpon, Bara segera mengunyah makanannya dan langsung menelannya.

"Ngga, gue udah ngga apa-apa kok, lu tenang aja," sahut Bara.

"Iya, ini gue lagi makan."

"Gue kayanya bakal di rumah aja buat ngerjain studi kasus yang baru dikirimin. Kalau lu mau ke sini, bawain aja gue makanan yang banyak. Otak gue perlu asupan yang banyak."

"Oke gue tunggu." Bara menutup telponnya.

Kimmy sepertinya merasa sangat bersalah akibat tadi malam, Bara pun jadi merasa tidak enak hati pada Kimmy. Karena serangan panik yang terjadi padanya bukan karena kesalahan Kimmy. Itu terjadi murni karena ketakutan berlebih yang ia rasakan akibat peristiwa yang pernah ia alami. Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan malam tahun baru yang selalu ditandai dengan pesta kembang api, sehingga tiap kali dia mendengar suara letusan kembang api, Bara selalu merasa dirinya akan segera menghadapi kematian.

****

Kimmy menutup ponselnya, dirinya merasa lega karena sudah mendengar suara Bara. Bara terdengar baik-baik saja seperti tidak ada yang terjadi semalam. Namun mengingat Bara yang selalu menyembunyikan sesuatu darinya, Kimmy ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri. Pagi-pagi sebelum Kimmy pergi untuk memenuhi jadwal pemotretannya, Kimmy menyelinap masuk ke kamar Bara.

Kimmy melihat Bara sedang tertidur, meskipun begitu nampaknya Bara terlihat sangat gelisah. Bulir-bulir keringat membasahi keningnya, padahal pagi tadi suhu kamar tidur Bara cukup dingin. Kimmy tidak menyangka Bara yang tadinya sangat menyukai kembang api, sekarang menjadi sangat ketakutan dengan kembang api.

"Apa yang sebenarnya terjadi waktu itu?" Batin Kimmy.

Kimmy menjadi semakin penasaran apa yang terjadi setelah kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Bara. Peristiwa kecelakaan tersebut sangat berdampak pada Bara. Kalau saja waktu itu Bara segera ditemukan, mungkin dampaknya tidak akan separah sekarang. Kimmy semakin sedih mengetahui apa yang terjadi pada Bara bisa jadi akibat ulah keluarganya sendiri. Namun masa lalu sudah tidak dapat diubah. Kini yang bisa dia lakukan hanya membantu Bara mengungkap apa yang sebenarnya terjadi sepuluh tahun silam.

Kimmy menghela napas, kemudian menghubungi Damar.

"Lu sibuk?" Tanya Kimmy ketika Damar menjawab telponnya.

"Nanti sore ikut gue ke rumah Eyang Haryo, ya?"

"Lu mau gue jemput atau lu yang mau jemput gue?"

"Oke, gue tunggu nanti di lobi."

Kimmy mematikan telponnya. Sore nanti dirinya akan menemui Bara bersama dengan Damar.

****

"Kamu sudah ngga apa-apa?" Tanya Pak Haryo begitu muncul di ruang makan dan melihat Bara sedang asyik melahap nasi goreng.

Bara tersenyum lebar sambil tetap mengunyah nasi gorengnya.

"Kamu ini, kerjanya bikin orang khawatir terus, saya sampai telpon Dokter supaya datang kesini, takut kamu kenapa-kenapa," gerutu Pak Haryo.

"Saya ngga apa-apa, kok. Eyang ngga perlu sampai panggil dokter," ujar Bara.

"Telat kamu, dokternya sudah datang. Tuh." Pak Haryo menunjuk seorang pria paruh baya yang sedang berjalan menuju ruang makan.

"Semalam wajah kamu sampai pucat pasi begitu. Saya pikir, saya bakal menemukan kamu terkapar di lantai lagi, nyatanya saya menemukan kamu lagi asyik makan nasi goreng." Pak Haryo melirik kesal ke arah Bara.

"Sepertinya Pak Ardan lupa mengatakan sesuatu waktu dia ketemu Eyang," ucap Bara.

"Apa yang tidak disampaikan Ardan ke saya?"

"Saya selalu mengalami serangan panik ketika mendengar suara letusan kembang ap. Semalam itu belum seberapa, saya pernah mengalami yang lebih buruk dari itu."

"Kamu bisa bicara santai tentang itu seolah itu sudah biasa terjadi sama kamu."

"Memang itu hal yang sudah biasa bagi saya, makanya sebisa mungkin saya selalu menghindari perayaan tahun baru atau apa pun yang memungkinkan saya untuk mendengar suara letusan kembang api."

"Gimana kamu menghindari malam tahun baru yang berisik dengan suara kembang api?"

"Saya akan mengurung diri saya selama malam tahun baru dan pasang suara musik yang keras," jawab Bara sembari menandaskan nasi gorengnya.

"Sepertinya kehadiran saya di sini sudah tidak diperlukan lagi," sapa Dokter yang datang untuk memeriksa Bara dengan ramah.

"Kenalkan Bara, ini Dokter Seno, dia Dokter keluarga kita." Pak Haryo memperkenalkan Dokter Seno pada Bara dan mempersilahkannya untuk duduk.

"Silahkan duduk, Dok. Ternyata orangnya sudah ngga apa-apa." Pak Haryo kembali melirik pada Bara.

Bara tersenyum pada dokter Seno.

Dokter Seno kemudian duduk di seberang Pak Haryo.

"Bagus kalau Mas Bara sudah tidak apa-apa," ucap Dokter Seno.

"Tapi sepertinya ada yang Dokter harus dengar. Coba kamu beritahu Dokter Seno apa yang baru saja kamu katakan ke saya." Pak Haryo meminta Bara untuk menggatakan tentang serangan panik yang selalu menyerangnya ketika mendengar suara letusan kembang api.

Selain mengatakan tentang serangan panik yang sering dialaminya, Bara juga menceritakan pengalamannya menghadapi serangan panik yang sering menyerangnya pada saat mendengar suara kembang api, Dokter Seno mendengarkan cerita Bara dengan seksama.

"Ada kemungkinan Mas Bara mengalami sindrom stres pasca trauma," terang Dokter Seno ketika Bara selesai bercerita.

"Maksudnya, Dok?" Tanya bara.

"Stres yang muncul karena Mas Bara pernah mengalami kejadian traumatis di masa lalu. Serangan panik yang terjadi pada Mas Bara dipicu oleh kejadian traumatis tersebut. Saran saya, Mas Bara segera melakukan konsultasi dengan psikolog agar kondisi ini tidak terus berlanjut," tutur Dokter Seno.

"Tapi saya sudah bisa mengendalikannya, Dok. Saya cuma perlu menghindari kembang api atau semacamnya yang memicu saya mengalami serangan panik," ujar bara.

"Hal semacam itu tidak bisa terus dihindari, mungkin sekarang belum terlihat menganggu, namun lambat laun bisa saja semakin memburuk."

Bara terdiam mendengar penjelasan Dokter Seno. Ternyata kejadian sepuluh tahun silam bukan hanya membuatnya kehilangan ingatan namun secara tidak sadar juga mempengaruhi kondisi mentalnya. Bara teringat pada waktu itu dirinya hampir jarang bermain bersama dengan anak-anak seumurannya. Hal ini dikarenakan Bara terlalu takut bermain di luar setelah salah seorang temannya bermain petasan di dekatnya.

Akibat kejadian itu, Bara pulang ke rumah dalam keadaan gemetar ketakutan dan selanjutnya Bara menghindari untuk bermain bersama teman-temannya. Namun, semakin dewasa Bara mulai bisa mengatasinya dengan menghindari apa pun yang berkaitan dengan petasan dan kembang api. Karena tidak mungkin bagi dirinya untuk terus bersembunyi, dirinya harus keluar dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Kalau Mas Bara mau, saya bisa rekomendasikan seorang Dokter yang dapat membantu."

"Saya mau, Dok. Bagaimana menurut Eyang?" Bara bertanya pada Pak Haryo.

"Kalau memang itu baik untuk kamu, Eyang setuju-setuju saja," jawab Pak Haryo.

"Kalau begitu, kapan kira-kira saya bisa mulai konsultasinya, Dok?" Tanya Bara.

"Saya hubungi beliau dulu, sebentar, ya." Dokter Seno kemudian menelpon salah satu koleganya di hadapan Bara dan Pak Haryo.

Selagi Dokter tersebut menelpon, Pak Haryo menepuk bahu Bara untuk kembali meyakinkan Bara atas keputusannya untuk melakukan konsultasi dengan psikolog.

"Kamu yakin mau melakukan ini?" Tanya Pak Haryo.

Bara mengangguk yakin.

"Asal kamu tahu proses seperti itu tidak semudah yang kamu pikirkan." Pak Haryo teringat pada saat dirinya dilanda kesedihan mendalam akibat kecelakaan tersebut. Pada awal-awal pengobatan, Pak Haryo tidak bisa mengendalikan dirinya dan kerap kali berusaha menyakiti dirinya sendiri ketika teringat dengan mendiang putranya, Pak Haryo merasa dirinya tidak pantas untuk hidup lagi.

Namun kemudian Pak Haryo sadar bahwa pada saat identifikasi jenazah tidak ditemukan mayat cucunya. Hal tersebut yang membuat Pak Haryo fokus menjalankan pengobatannya. Dirinya bertekad untuk menemukan cucunya yang hilang dan mulai menerima kenyataan bahwa putranya telah tiada.

"Saya yakin, sesulit apa pun prosesnya, saya bisa melakukannya," tegas Bara yakin. Bara kemudian melanjutkan kata-katanya. "Mungkin ini juga bisa membantu saya untuk mengingat peristiwa itu dengan jelas."

Pak Haryo kembali menepuk bahu Bara. Pak Haryo percaya jika dirinya saja sanggup melewatinya maka Bara juga pasti akan sanggup melaluinya.

"Saya sudah buatkan janji dengan beliau," sela Dokter Seno setelah mematikan sambungan telponnya.

"Jadi kapan saya bisa mulai konsultasinya?" Tanya Bara antusias.

"Beliau bilang, besok Mas Bara bisa langsung menemuinya di tempat prakteknya," ucap Dokter Seno sembari menyerahkan sebuah kartu nama.

Bara menerima kartu nama pemberian Dokter Seno.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Dokter Seno berniat pamit pada Pak Haryo.

"Daripada kedatangan kamu kesini jadi sia-sia karena tidak ada yang diperiksa, lebih baik kamu periksa saya saja," sahut Pak Haryo.

"Bapak ada keluhan?"

"Saat ini belum, tapi menghadapi cucu yang selalu bikin saya khawatir, saya jadi takut darah tinggi saya naik." Pak Haryo melirik pada Bara.

Dokter itu tertawa kecil mendengar ucapan Pak Haryo dan mengeluarkan alat pemeriksaannya. Sementara Bara merasa tidak terima dengan ucapan Pak Haryo bahwa dirinya yang menyebabkan tekanan darah tinggi Pak Haryo naik. Bara hendak berkata-kata sebelum Pak Haryo memberikan isyarat dibibirnya agar Bara diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Mungkin kalau kamu bawa pacar kamu kesini, tekanan darah saya akan kembali normal," goda Pak Haryo sambil melirik jahil ke arah Bara.

Bara hanya mengeluarkan erangan kecil setelah mendengar kata-kata Pak Haryo. Sementara Pak Haryo tersenyum puas sudah berhasil kembali menggoda Bara. Dokter yang sedang memeriksa Pak Haryo pun ikut tertawa kecil melihat interaksi keduanya.

****

Sore harinya kediaman Pak Haryo kedatangan Kimmy dan Damar.

"Tumben kalian berdua kesini." Pak Haryo keheranan dengan Kimmy dan Damar yang datang bersama ke kediamannya.

"Sudah lama sekali ya kamu tidak kemari," sapa Pak Haryo pada Damar.

Damar hanya tersenyum kikuk mendengar ucapan Pak Haryo sambil mencium tangan Pak Haryo.

"Sekarang dia bakal lebih sering main kesini eyang." Kimmy menimpali.

"Wah bagus kalau begitu, jadi kita ketemu bukan cuma di rapat bulanan saja."

"Iya, Eyang." Damar mencoba untuk bersikap santai. Namun memang rasanya sudah lama sekali dia tidak datang ke kediaman Pak Haryo.

"Bara dimana Eyang?" Tanya Kimmy karena tidak melihat kemunculan Bara.

"Dia di ruang kerja, kalian kesana saja. Saya mau santai dulu di kebun belakang, nanti kita makan sama-sama, ya." Pak Haryo kemudian berjalan meninggalkan Kimmy dan Damar. Keduanya segera menuju ruang kerja untuk menemui Bara.

-----

Bara sedang menekuri beberapa berita dan jurnal online untuk mencari kasus yang serupa dengan studi kasus yang sedang dikerjakannya. Karena sedang fokus, Bara tidak menyadari Kimmy dan Damar yang sudah berada di belakangnya.

"Lu kenapa susah-susah nyari contoh kasus di tempat lain, harusnya lu langsung telpon gue," tegur Damar.

Bara yang menyadari ada seseorang yang bicara di belakangnya, segera memalingkan kepalanya.

"Sejak kapan kalian ada di situ?" Tanya Bara ketika melihat Kimmy dan Damar sudah ada di belakangnya.

"Sejak tadi. Cuma karena lu terlalu fokus, lu sampai ngga sadar kita sudah di sini," Jawab kimmy.

"Sorry." Bara segera menutup komputer tangan miliknya.

Kimmy dan Damar sekarang beralih duduk di hadapan Bara.

"Ngeliat lu udah fokus ngerjain tugas dari HRD, kayanya emang lu udah ngga kenapa-kenapa," ujar Kimmy.

"Kan, tadi pagi gue udah bilang kalau gue ngga kenapa-kenapa." Bara menimpali.

"Soalnya kan lu jarang terbuka sama orang lain," sindir Kimmy.

"Oh ya, gue mau tanya sesuatu sama kalian."

"Lu mau tanya apa?" Tanya Damar.

Bara kemudian menunjukkan sebuah chip kecil yang terpasang di ponselnya. Damar terkejut Bara benar-benar mengetahui bahwa ponselnya sudah dipasangi penyadap.

"Siapa yang pasang ini di handphone gue?" Tanya Bara pada Kimmy dan Damar sambil menunjuk chip yang berkedap-kedip itu.

Damar menelan ludah.

"Mungkin eyang. Lu sendiri tahu, kan, Eyang nyuruh Pengawal buat ngawasin lu," Kimmy buru-buru menjawab. Damar menepuk lutut kimmy. Kimmy menoleh pada Damar. Keduanya saling tatap.

"Gue yang pasang itu," ucap Damar sambil menatap Bara.

"Sebenarnya gue udah tahu sih, siapa yang pasang ini, cuma gue mau tahu aja, lu bakal ngaku apa ngga," ujar Bara ringan.

"Lu tahu darimana?" Damar bertanya penasaran. Damar menoleh pada Kimmy, Kimmy menggelengkan kepalanya menolak bahwa dia yang memberitahu pada Bara.

"Bukan Kimmy yang ngasih tahu, orang yang masang ini sendiri yang ngasih tahu gue," ujar Bara.

"Kenapa itu ngga lu lepas?" Tanya damar keheranan setelah melihat Bara yang tidak melepas penyadap yang terpasang pada ponselnya.

"Buat jaga-jaga aja. Berarti, kan, sekarang kita bertiga sudah tahu apa yang harus kita lakukan." Bara kemudian mengeluarkan berkas penyelidikan yang diambilnya tempo hari di ruang penyimpanan di Bali.

"Gue percaya sama kalian." Bara memperlihatkan berkas tersebut pada Damar dan Kimmy.

Kimmy terkejut melihat sebuah foto yang mirip dengan eyangnya pada berkas yang ditunjukkan Bara.

"Bukannya ini Eyang?" Tanya Kimmy pada Damar.

Damar tidak menjawab pertanyaan Kimmy dan justru kembali bertanya pada Bara.

"Lu masih percaya sama kita berdua setelah lu dapat berkas-berkas ini?"

Bara menganggukkan kepalanya. Sorot mata Damar seolah bertanya mengapa Bara masih percaya kepadanya dan kepada Kimmy.

"Karena kita keluarga," tegas Bara yakin dan menatap Damar dan Kimmy bergantian.

"Ini di antara kita bertiga aja, Eyang jangan sampai tahu dulu," lanjut Bara.

Bara kemudian memberikan salinan berkas yang dimilikinya pada Kimmy dan Damar. Keduanya segera menyimpan salinan berkas pemberian Bara.

"Nah, kan, gue udah kasih kalian sesuatu, sekarang mana titipan gue?" Bara menjulurkan tangannya pada Kimmy.

"Emang lu nitip apaan?" Tanya kimmy berpura-pura lupa.

"Bukannya tadi pagi gue minta dibawain makanan yang banyak."

"Astaga dragon ball, dia inget dong minta dibawain makanan." Kimmy meletakkan sebuah tas belanja yang dipenuhi cemilan ke hadapan Bara.

Bara tersenyum senang sambil melihat isi tas belanja yang diletakkan kimmy dan kemudian mengambil salah satu snack yang ada di dalamnya.

"Jadi lu beliin semua itu buat dia?" Tanya Damar tidak percaya pada Kimmy. Kimmy mengangguk. "Gue ngga lu beliin sama sekali?" Damar menatap Kimmy tidak percaya.

Kimmy menggeleng.

"Lu sebenernya sayang ngga sih sama gue?"

"I love you Kang masku tersayang." Kimmy memberikan kecupan di udara pada Damar.

Damar melengos sedikit kesal. Kesal karena dirinya tidak sanggup marah dengan kelakuan Kimmy.

"Nih, gue kasih." Bara melemparkan sebungkus keripik kentang pada Damar. Damar dengan sigap menangkapnya dan langsung membukanya.

Akhirnya mereka bertiga mengobrol ringan sambil menikmati snack yang dibawa Kimmy untuk Bara. Sampai akhirnya tiba waktu untuk makan malam dan mereka kembali melanjutkan obrolanya di meja makan bersama Pak Haryo. Tentu saja dengan tidak menyinggung perihal berkas yang peninggalan orang tua Bara.

****