Damar dan Kimmy menunggu dengan gelisah untuk mengetahui hasil test tahap pertama yang sudah selesai dilaksanakan. Kimmy membolak-balik soal yang digunakan untuk ujian.
"Soal tahun ini agak beda ya?" Ujar Kimmy pada damar.
"Lu ngga tahu?" Damar balik bertanya pada Kimmy.
"Tahu apa?"
"HRD disuruh buat soal yang baru, yang lebih susah dari tahun-tahun sebelumnya."
"Serius?" Kimmy membelalakan matanya.
Damar menganggukkan kepalanya.
"Perintah dari Eyang."
Kimmy mengatupkan bibirnya hingga mengeluarkan kata o pelan, tidak terkejut mendengar ucapan Damar yang menyebut Pak Angga yang memerintahkan untuk mengganti soal ujian tahun ini.
"Eyang sama Papa pasti berusaha untuk menjegal Bara," ujar Kimmy yakin.
Damar hanya mengangkat bahu mendengar pernyataan Kimmy.
Seseorang membuka pintu ruangan Damar. Damar dan Kimmy bersikap waspada ketika melihat pintu ruangan Damar terbuka. Bara melangkah masuk. Ketika melihat Bara yang melangkah masuk, Damar dan Kimmy kembali bersikap santai. Bara segera duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan Damar. Bara merebahkan kepalanya pada sandaran sofa dan menghela napas.
"Gimana testnya?" Tanya Kimmy tanpa berbasa-basi. Kimmy menebak Bara pasti kesulitan menghadapi test pertamanya.
"Kepala gue panas," sahut Bara sambil menatap langit-langit ruang kerja Damar.
"Emang susah banget soalnya?" Kali ini giliran Damar yang bertanya.
"Kenapa kalian bikin soal ujian yang susahnya sama kaya seleksi CPNS," ucap Bara tanpa mengalihkan perhatiannya dari langit-langit.
"Lu pernah ikut seleksi CPNS?" Damar bertanya penasaran.
"Gimana gue mau ikut ujian CPNS, kalau ijazah SMA aja gue ngga punya?" Ujar Bara sambil melirik ke arah Damar.
"Terus darimana lu tahu kalau soal ujian CPNS susah?" Damar kembali bertanya.
"Kan, ada buku kumpulan soal ujian CPNS, jangan bilang kalian ngga tahu," jawab Bara santai.
Damar dan Kimmy bergantian saling tatap. Kimmy mengangkat bahunya. Menyiratkan dirinya juga tidak mengetahui tentang buku yang disebutkan Bara.
"Jangan bilang kalian ngga tahu?" Bara membenarkan posisi duduknya kemudian menatap Damar dan Kimmy bergantian. Keduanya hanya mengangkat bahu ketika Bara menatap mereka.
"Ya, kita ngga pernah kepikiran buat ikut test PNS," ujar Kimmy polos.
"Kalian kurang gaul." Bara tertawa.
Kimmy dan Damar sama-sama menatap Bara dengan tatapan kesal. Kimmy kemudian menepuk lengan Bara dengan kencang. Bara misuh-misuh sembari mengelus-elus lengannya yang terasa panas akibat pukulan Kimmy.
"Tapi tadi lu bisa jawab soal-soalnya, kan?" Kimmy bertanya tidak sabar.
Bara kembali menatap Damar dan Kimmy, keduanya terlihat penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Bara. Namun bukannya memberi jawaban, Bara justru tersenyum jahil pada keduanya.
"Jadi, tadi lu bisa apa ngga?" Kimmy kembali bertanya dengan tidak sabar.
"Kita tunggu aja nanti hasilnya," jawab Bara sambil tersenyum lebar.
Damar menghela napas lega ketika melihat ekspresi Bara yang menyiratkan dirinya mampu melewati soal ujian pada tahap pertama.
"Lu mau minum apa buat dinginin kepala lu?" Ujar Damar pada Bara.
"Gue laper." Bara mengusap-usap perutnya.
"Lu mau makan apa?" Damar kembali bertanya.
"Pizza." Bara dan Kimmy menjawab bersamaan.
Damar melirik tajam pada keduanya yang kompak menjawab pizza.
"Kenapa gue bisa punya saudara kaya kalian berdua?" gerutu Damar sebelum menelpon layanan antar pizza untuk Bara dan Kimmy.
Damar memesan tiga box pizza beserta makanan pendamping dan minuman dingin untuk mereka bertiga.
"Makasih Mas Damar," goda Bara dan Kimmy bersamaan.
Keduanya kemudian tertawa melihat ekspresi Damar yang kesal dengan tingkah keduanya yang sedang mengolok dirinya.
****
Pak Angga menerima telpon dari Kepala Departemen HRD. Pak Angga melonggarkan dasi yang dipakainya ketika mendengar ucapan dari Kepala Departemen HRD.
"Kamu yakin, kamu sudah meminta bagian HRD untuk merubah soal ujian tahun ini?" Tanya Pak Angga pada Pak Bima ketika dia mengakhiri telponnya.
"Saya sudah memerintahkan mereka untuk menambah tingkat kesulitan ujian tahun ini, saya bahkan meminta salinan soalnya dan meminta Damar untuk memastikan tingkat kesulitannya," ujar Pak Bima.
"Bara berhasil melewati test tahap pertama."
"Papa yakin?"
"Barusan Kepala HRD yang memberi tahu."
Pak Angga melepaskan kacamata yang ia kenakan dan memijat-mijat keningnya. Kabar tentang Bara yang berhasil melewati ujian tahap pertama membuatnya sedikit gelisah.
"Papa ngga perlu khawatir berlebihan, kalau pun Bara berhasil pada tahap pertama, masih ada tiga tahap yang harus dilalui Bara."
"Semua mata tertuju pada test yang kita adakan tahun ini, semata-mata karena anak itu mengikuti test. Semua orang ingin mengetahui sejauh mana kemampuan yang dia miliki."
"Papa tenang saja, sepertinya Bara tidak memperoleh pendidikan yang baik selama dia dirawat oleh keluarga Ardan, kalau pun dia lolos pada seleksi tahap pertama mungkin itu karena faktor kebetulan saja."
"Saya tidak bisa tenang sebelum saya berhasil menyingkirkan dia. Apa kamu lupa? Bukti yang dikumpulkan Mahesa belum ditemukan sampai saat ini. Kalau bukti-bukti itu sampai jatuh ke tangan Bara, semua orang yang pada awalnya mendukung kita bisa jadi mereka akan berbalik menyerang kita, karena mereka pasti akan mencari aman untuk diri mereka sendiri."
"Mas Esa memang selalu teliti dalam mengerjakan sesuatu, kalau semua bakat yang dia miliki juga dimiliki oleh Bara," Pak Bima menghentikan ucapannya, dirinya kembali mengingat masa lalunya yang kerap kali merasa iri pada Mahesa. Hal yang menurutnya sulit untuk dilakukan, bisa dengan mudah dilakukan oleh Mahesa. Bahkan Bima kecil iri pada Mahesa yang berhasil meraih nilai tertinggi dalam ujian, meskipun pada malam sebelum ujian mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan bermain video game. Mahesa tetap memperoleh nilai tertinggi, sementara Bima harus rela dihukum oleh ayahnya karena memperoleh nilai yang rendah. Kala itu Bima merasa sekeras apa pun dirinya berusaha, dirinya tidak mampu melampaui Mahesa yang memang sudah dilahirkan dengan segudang bakat yang cemerlang.
"Bara akan dengan mudah melewati semua test yang kita adakan dan dia akan menjadi ancaman untuk kita semua." Pak Bima melanjutkan ucapannya.
Pak Angga menganggukkan kepalanya dan mulai memikirkan cara selanjutnya untuk mencegah Bara bergabung di MG Group.
****
"Ray, Ray, gue barusan dapat gosip dari bagian HRD." Seorang rekan kerja Raya menghampiri dirinya ketika Raya sedang mengerjakan tugas.
"Gosip apa lagi?" Tanya Raya tanpa mengalihkan pandangan dari layar monitor miliknya.
"Katanya, skor cucunya Pak Haryo paling tinggi di antara peserta-peserta yang lain."
Raya mengalihkan pandangan dari layar monitornya dan menatap rekan kerjanya dengan tatapan tidak percaya.
"Pasti dia dapat bocoran deh, Ray." Rekan kerja Raya melanjutkan ucapannya.
"Jangan asal ngomong lu." Raya kembali mengalihkan perhatian pada layar monitornya.
"Ya kan bisa aja Ray, Pak Damar atau Mbak Kimmy yang bawain buat dia, tadi aja ada yang lihat dia masuk ke ruangan Pak Damar."
"Ya siapa tahu dia cuma mau numpang istirahat."
"Tapi gue beneran penasaran deh Ray sama cucunya Pak Haryo itu, kata orang HRD dia ganteng banget Ray." Rekan kerja Raya menarik manja lengan Raya.
Sementara Raya mencoba bersikap acuh tak acuh. Di dalam hatinya Raya juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan rekan kerjanya itu, Raya kemudian teringat pada saat dirinya menemui Bara dan mengobrol di ruang keluarga kediaman Pak Haryo. Pada saat itu Raya melihat banyak buku berserakan di atas meja, Bara merapikan buku-buku yang berserakan tersebut dan mengatakan dirinya sedang mempersiapkan untuk ujian masuk MG Group tahun ini.
"Ganteng, pinter, tajir, paket komplit Ray. Gue mau banget dapat cowo kaya gitu."
"Ya dianya yang ngga mau sama lu," ledek Raya disertai tawa yang membuat rekannya langsung cemberut padanya.
"Lu mah jahat, Ray. Udah ah gue males gosip sama lu lagi."
"Gitu aja ngambek."
"Udah ah, gue mau balik."
"Nih, biar ngga ngambek." Raya mengeluarkan sebungkus coklat dari dalam lacinya dan memberikannya pada rekan kerjanya itu. Seketika rekan kerjanya kembali ceria dan melangkah pergi meninggalkan meja kerja Raya. Raya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah rekan kerjanya sambil tersenyum.
****
Bara memeriksa pesan masuk di ponselnya. Pesan tersebut memberitahukan bahwa dirinya lolos pada tahap seleksi pertama. Bara tersenyum lebar membaca pesan tersebut. Bersamaan dengan itu, Damar menerima telpon dari ponselnya.
"Kim." Bara menunjukkan pesan yang baru saja diterimanya kepada Kimmy, sementara Damar sedang menerima telpon di depan mereka.
"Yeaaay!" Kimmy langsung bersorak kegirangan begitu membaca pesan yang ditunjukkan Bara padanya.
Ekspresi Damar berubah terkejut ketika mendengar perkataan Kepala HRD yang menghubunginya. Damar menatap Bara yang ada dihadapannya dengan tatapan tidak percaya. Bara yang sedang tertawa bersama Kimmy menghentikan tawanya begitu menyadari Damar sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa. Tidak lama kemudian Damar mematikan sambungan telponnya.
"Telpon dari siapa?" Tanya Kimmy.
"Kepala HRD, dia ngasih tahu Bara lolos tahap pertama." Damar menghentikan ucapannya dan beralih menatap Bara.
"Meskipun lu udah lolos tahap pertama, tapi lu belum bisa santai, masih ada tiga tahap seleksi lagi," ujar Damar pada Bara.
"Iya, tenang aja." Bara meyakinkan Damar agar tidak terlalu khawatir.
"Ya udah kalau gitu, gue balik lagi ke ruang tunggu. Sebentar lagi test keduanya mulai." Bara bangkit berdiri dan merapikan pakaiannya.
"Good luck Bara!" seru Kimmy sambil tersenyum lebar.
Bara melangkah keluar dari ruangan damar. Kimmy memandangi Bara yang keluar dari ruangan Damar. Begitu Bara sudah keluar, Kimmy segera mengalihkan perhatiannya pada Damar.
"Kepala HRD ngomong apa lagi?" Tanya Kimmy pada Damar.
"Skor Bara paling tinggi di antara peserta-peserta yang lain," jawab Damar.
Kimmy mengatupkan kedua tangan di depan mulutnya. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan Damar.
"Gue juga kaget," ujar Damar.
"Kok gue jadi takut kalau ada gosip yang ngga-ngga tentang Bara." Kimmy mengungkapkan kekhawatirannya.
"Kalau itu memang murni hasil usaha Bara, ngapain kita khawatir sama gosip ngga penting, kita juga dulu banyak yang ngomongin."
"Iya juga sih."
"Yang harus kita pikirin, kira-kira apa yang lagi direncanakan Eyang sama Papa."
"Lu kan dekat sama mereka, kenapa ngga lu cari tahu aja sendiri, kalau gue yang tiba-tiba ngobrol sama mereka kan aneh," sahut Kimmy.
"Nanti deh gue coba cari tahu."
"Nah gitu." Kimmy kembali melahap sisa pizza yang ada di hadapan mereka.
Damar memandangi Kimmy yang sedang makan pizza dengan lahap dihadapannya sambil memikirkan obrolan seperti apa yang akan dia gunakan untuk menggali rencana Pak Angga dan Pak Bima untuk mencegah Bara bergabung di MG Group.
****