"Demi tuhan! Kau tertawa? Kau tertawa, Arthur? Aku pertama kali melihatmu tertawa dan kau tertawa menyaksikanku seperti ini? Oh tuhan, cabut saja nyawa orang ini," Jason menggelengkan kepalanya jengkel sekali dengan Arthur.
"Itu salahmu sendiri berurusan dengan Earl. Aku tidak bisa membantumu, aku sudah makan tendangannya malam ini," jawab Arthur acuh, tidak peduli sama sekali. Jason memutar matanya.
"Apa yang ia tendang? Ku harap itu tengah-tengah selangkanganmu," ucap Jason asal. Arthur mendelik.
"Lalu? Bagaimana rasanya kalah dari seorang wanita?" Jason melotot tajam. Arthur memang sengaja mengolok-olok kekalahannya dengan Earl.
"Sialan! Kalian berdua sangat cocok. Sama-sama berotak miring," Arthur tersenyum simpul.
Jason sangat akui jika ini kali pertama ia adu keahlian dengan Earl. Jason hanya tidak menyangka Earl bisa setangguh dan sehebat itu ketika di lapangan. Pergerakannya terlalu tinggi refleks dan pengamatannya sangat tajam. Jason pun sadar ketika setelah dalam perjalanan kembali, ia tidak cocok berurusan dengan Earl. Alasannya, karena sekalipun Jason berusaha melukai Earl dan berhasil, kepalanya akan melayang karena Arthur akan membunuhnya.
Itu tidak lucu, Ok? Jason mendengus kasar. Kenyataan begitu pahit. Jadi pada kenyataannya, Jason di masa depan tidak perlu lagi repot-repot melawan Earl ketika berhadapan. Karena Earl akan selalu menang titik dan tidak ada koma diantara mereka.
"Lalu? Apa yang kau dapatkan disana? Hanya lipstik merah jambu di bibir atasmu? Sungguh kecil keberuntunganmu, Arthur," Jason mengolok balik. Sedangkan Arthur disana langsung bermuka masam.
"Melakukannya sangat menyenangkan," jawab Arthur ambigu. Jason tertawa menghina.
"Iya, karena kau bercumbu dengannya sambil bermain ular tangga, makanya kau bilang sangat menyenangkan" Arthur menggelengkan kepalanya dan berjalan ke tepi jendela.
"... dia sangat cantik memakai gaun, itu saja," Jason memutar matanya tidak peduli.
"Aku hanya mendengar seorang laki-laki perjaka merengek padaku meminta untuk bertemu dengan gadis serampangan yang memakai gaun," Arthur menoleh ke samping sembari melirik Jason tidak suka.
"Dia berdandan, Ok?" Jason pun mengangkat tangannya menyerah.
Arthur hanya pria tampan cerdas dan kalah dengan seorang wanita bar-bar yang memakai gaun dan bermakeup. Standar wanita paling rendah di dunia. Earl hanya sosok wanita yang kelewat biasa kecantikannya.
Dibanding itu semua, coba lihatlah betapa banyak sosialita yang berdandan merawat tubuhnya. Sedangkan Earl? Ia hanya seorang gadis yang menyia-yiakan keindahan dirinya dan memilih masuk ke dalam hardcore ketimbang feminim. Jason menyandarkan diri di sandaran kursi.
Entah Arthur ini lahir dari dimensi mana. Jason tidak ingin tahu.
"Earl sangat istimewa, Jason. Pendengarannya sangat tajam. Jika kau berhasil berada di dekatnya dalam radius dua puluh meter tanpa ketahuan olehnya, kau bisa mendapatkan pujianku," Jason tertawa mencemooh.
"Aku tidak melakukan hal konyol seperti itu,"
Arthur pun tersenyum kecil sembari menyesap anggurnya. Pikirannya tidak bisa lepas dari kejadian di balkon tadi, Arthur tersenyum sangat puas. Earl benar-benar titik terlemah Arthur hingga ke ujung akar nyawanya.
-Ruang interogasi-
Ruangan kedap suara itu menjadi senyap seketika. Earl masuk ke dalam ruang introgasi dengan tatapan biasa, kecuali aura mencekik yang dibawanya. Earl harus mengintrogasi pria dua puluh tahunan dan menatap Earl penuh hinaan. Ia duduk disana dengan tangan terborgol dan luka memar di wajahnya.
Pria yang terus menutup mulut dan tidak mau berbicara sepatah kata pun. Oh? Haruskah Earl yang turun tangan juga? Seorang petugas introgasi sudah kehabisan akal, ketika telah tiga hari ini ia tetap bungkam. Walaupun kuku jari tangannya dicabut habis semua, ia bahkan tetap diam. Earl hanya memijat pelipisnya lelah.
Sudah tiga harian ini ia terus disibukkan dengan perkara-perkara tentang isu yang tidak benar ke berbagai distrik. Ia baru saja dari distrik W setelah satu jam di pesawat. Sedangkan yang ia temukan hanya organisasi kecil intel luar yang membentuk tim yang entah fungsinya untuk apa.
Earl kesal tentu saja. Tom dan Duke telah memakan omelannya sejak sore tadi dan malam ini harus menanyai seorang bayi untuk menanyai nya sudah makan atau belum? Earl ingin pulang dan istirahat, Ok?
Earl menarik kursi di hadapan pria itu dan duduk disana tanpa sedikitpun minat mengintrogasinya. Pria itu tersenyum sinis.
"Jadi? Kau wanita itu? Arthur cukup buta memilihmu menjadi wanitanya. Sungguh ironi," komentar pria itu. Earl hanya diam. Ia menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi dan mulai memejamkan mata. Mengacuhkan pria itu sepenuhnya.
"Kau hanya akan diam saja? Huh! Aku tidak perlu repot-repot membuang waktu untuk acara seperti ini," pria itu sedikit kesal dengan tingkah laku Earl. Ia tahu Earl disana benar-benar ingin tidur karena wajah mengantuknya.
Earl sangat tahu jika pria di hadapannya ini jauh lebih penasaran tentangnya ketimbang rasa penasaran Earl. Itulah mengapa Earl memainkan kartunya dan lebih memilih mengikuti alur yang pria itu buat sendiri. Earl akui, jika pria ini cukup cerdas. Hanya saja bodoh disaat yang bersamaan. Tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.
Karena kesal pria itu menendang meja dengan cukup keras. Membuat Earl setengah tidur itu membuka matanya dan menatap pria itu tajam.
"Apa maumu?"tanya Earl langsung. Seakan-akan ia yang tengah diintimidasi oleh pria itu. Earl cukup dalam mood yang buruk hari ini.
"Jangan mempermainkanku! Cepat lakukan saja tugasmu!" bentak pria itu. Earl melotot tajam. Kenapa jadi dia yang lebih galak. Batin Earl heran.
"Oh? Ku pikir batu memang tidak bisa bicara," pria itu mendesis tajam. Kata-kata Earl mengenai langsung emosinya.
"Ku pikir kau wanita yang cukup pintar walaupun kau tidak ada cantik-cantiknya," Earl memutar matanya malas. Kemana arah pembicaraan pria ini. Benar-benar tidak nyambung.
"Aku hanya tidak ingin berbicara pada seonggok batu. Bertanya banyak hal padamu hanya membuang-buang waktuku" pria itu menggertakan giginya emosi.
"Kalau begitu untuk apa kau kemari? Hanya untuk tidur?" Earl memutar matanya malas.
"Aku menggunakan waktuku agar lebih efisien. Jika kau tidak ingin bicara tentang pertanyaan-pertanyaan ini, maka biarkan aku tidur. Waktu kita hanya satu jam, Ok? Aku tau kau ingin menanyakan ribuan hal tentangku. Itupun jika kau ingin menukarnya dengan informasi yang kau punya," pria itu menyipitkan matanya menatap dengan selidik.
"Jika kau masih ingin merasakan siksaan lain dari petugas, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena hal yang kau tutupi juga berakhir sia-sia. Nyawamu tidak berharga di dalam ruang introgasi. Sedangkan kami masih bisa mencari informan lain untuk memuaskan kami dengan jawabannya. Dan kau? Nyawamu hanya mainan bagi petugas untuk penghilang setres. Kau samsak tinju hidup yang cukup menyenangkan. Aku pun akan mengakui itu," pria itu menatap Earl dalam diam dan mulai termakan omongan Earl.
Earl adalah raja jika dalam hal mempengaruhi orang lain dengan kata-katanya. Ketika pria ini menganggapnya bodoh dan bukan apa-apa, maka Earl akan menganggapnya demikian. Tidak perlu melawan, hanya membalas seperlunya saja. Sisanya, biarkan lidah tajam Earl yang mengambil alih.
"Mengapa Arthur bisa terobsesi denganmu..." tanya pria itu sudah jinak saat ini. Earl menopangkan dagu di punggung tangannya, menatap pria itu bosan.
"Kau pikir aku tahu?" Pria itu tertawa mengejek.
.
.
.
TO BE CONTINUED