"Tentu saja kau tidak tahu. Kau terlalu bodoh. Aku lupa soal itu," Earl tersenyum sinis.
"Apa rencana yang akan dibuat Arthur kali ini?" kali ini giliran Earl yang bertanya. Pria itu menggidikkan bahu. Tidak mau menjawab.
"Oh iya. Aku lupa jika kau anak buah tidak berharga. Sampai-sampai membiarkanmu tertangkap olehku dan tidak ada upaya untuk membunuhmu. Sampai disini apakah kau paham? Kau tidak memiliki informasi penting apapun yang perlu di khawatirkan Arthur untuk kau bongkar di hadapan publik sekalipun,"
"KAU!" Earl tersenyum penuh kemenangan setelah pria itu sudah tidak mampu mengatakan apapun untuk membalas Earl.
"Jika aku anak buah tidak berharga. Tidak mungkin Arthur akan membawaku ke dalam misi ini," Earl tertawa.
"Karena ini bukan misi penting tentu saja. Kau tidak paham situasi ternyata," pria itu mendesis lagi. Cukup! Habis kesabarannya menghadapi Earl.
"Lalu apa? Kau seperti tau saja apa yang Arthur pikirkan! Kau hanya wanita bodoh yang tidak tahu dimana meletakkan mulut dengan bokongmu!"caci pria itu. Earl tersenyum puas.
"Arthur tidak akan membawa pasukan khususnya hanya untuk bertemu denganku. Sedangkan kau? Hanya jadi tumbal agar Arthur bisa lolos dari istana dan berakhir disini. Dan aku tentu saja tahu apa yang Arthur pikirkan... karena otak kami setara tentunya," pria itu akhirnya bungkam.
"Baiklah, waktumu habis. Aku tidak menyiapkan tambahan waktu untuk orang-orang bodoh. Meladeninya tidak akan ada habisnya dan membuang-buang waktu," Earl pun berdiri dari kursinya.
Ketika Earl berjalan menunu pintu keluar, pria itu sudah tidak lagi mendongak dan memasang wajah congak. Ia hanya menunduk dengan pikiran yang sudah Earl racuni. Petugas lain pun masuk menggantikan Earl dan tersenyum puas ketika pria itu akhirnya membuka mulut.
Earl pun berjalan pergi menuju ruangan timnya. Dan langsung bertemu dengan Ricard disana. Earl menaikkan alisnya dan langsung tersenyum ketika Ricard datang dengan Ronald di dalam kandang burung.
"Hey! Captain? Sudah berapa lama kita tidak berjumpa? Kau merindukanku?" Earl pun langsung bermain-main dengan burung beo kesayangannya.
Ricard hanya menggelengkan kepalanya melihat Earl dengan Ronald. Sudah lama rasanya. Mungkin Earl akan merindukan burung beonya. Itulah sebabnya Ricard membawa Ronald ke kantor. Ricard yang suka cita memelihara Ronald ketika Earl menjalankan misi dan pemulihan empat bulan itu. Cukup lama, itulah mengapa Ronald mematuk Earl ketika Earl berusaha mengelus bulu Ronald.
"Bagaimana? Pria itu tetap tidak mau bicara?" tanya Ricard. Earl tetap bermain bersama Ronald.
"Kita akan mendapatkan informasinya sebentar lagi. Tenanglah sedikit," kata Earl tanpa mengalihkan perhatiannya. Ricard mengangguk puas dan kemudian menatap Tom dan Duke merasa aneh.
"Kalian kenapa?" dan langsung di jawab oleh gelengan kepala bersamaan. Ricard pun menghela nafas
"Earl..." Earl pun berdecak.
"Baiklah, baiklah. Kali ini aku maafkan kalian," ucap Earl dan langsung membuat Tom dan Duke menghela nafas lega.
"Ya tuhan.. bocah-bocah ini..."gumam Ricard dengan gelengan kepala pasrah.
~~~
Earl sampai di rumahnya tengah malam. Memasukkan mobil ke dalam garasi dan menutupnya. Akibat terlalu jauh melewati pintu depan, Earl memutar dan memilih untuk memasuki melalui pintu belakang. Mata Earl mendengar suara kunci yang terbuka, melainkan pada sebuah jendela belakang rumah. Earl langsung melotot tidak karuan dan berlari ke arah jendela.
"Jadi kau keluar masuk rumahku lewat sini? Mati saja kau, Arthur! Ganti rugi jendelaku!" bentak Earl yang memergoki Arthur.
Tubuh Arthur sudah setengah masuk ke rumah Earl langsung saja di tarik Earl keluar. Arthur bahkan sangat terkejut. Raut wajahnya sedikit memerah karena ketahuan pemilik rumah merusak jendela sebagai jalan masuk rahasianya selama ini. Arthur masih mempertahankan posisinya di atas jendela. Tidak mau turun. Dan tidak akan mau turun. Earl akan menghajarnya sampai mati pikir Arthur.
"Aku bilang turun!" bentak Earl lebih keras. Ia menarik pinggang Arthur sekuat tenaga agar melepaskan diri dari jendelanya.
"Tidak! Kau akan menghajarku. Aku tidak akan turun dari sini," Arthur keras kepala. Earl pun tidak peduli.
Adegan tarik menarik pun tak terelakkan saat itu. Baik Arthur dan Earl tidak ada yang mau mengalah. Wajah mereka sama-sama memerah karena kelelahan. Ayolah! Kegiatan jenis apa yang mereka lakukan sekarang ini. Earl dengan kejam langsung memeluk pinggang Arthur, ia menopang kaki kanannya pada tembok dan kemudian menarik paksa Arthur dengan kekuatan yang mampu membuat Arthur melotot seketika.
Brukk
"A-astaga!"
Arthur buru-buru bangkit dari posisinya. Sedikit tidak berperasaan Arthur menimpa tubuh Earl. Arthur tahu tubuhnya berat normal seperti pria pada umumnya. Hanya saja, Earl tubuhnya kecil dibanding dirinya tentu saja tertimpa tubuhnya bagai jatuh tertimpa gajah. Arthur menggaruk kepalanya kikuk.
"Ini salahmu, Ok? Jika kau tidak menarikku dan membiarkanku masuk ke rumah. Ini semua tidak akan terjadi," Kata Arthur membela diri. Lupa jika Earl sang empunya rumah. Arthur menatap Earl dengan gelisah.
Ia menjadikan tubuh Earl sebagai landasannya setelah terjun bebas dari jendela. Earl pun terbaring di atas rumput hijau belakang rumahnya dan terdiam. Wajahnya menggelap seketika. Demi tuhan Arthur tidak punya pilihan lain selain ingin kabur karena panik Earl akan menghajarnya habis-habisan.
"Earl? Bangunlah. Kau bisa masuk angin," kata Arthur berjongkok di samping Earl. Sedikit panik, apakah ada tulangnya yang patah? Pikir Arthur berlebihan.
"..."
"Earl? Bangunla-"
Belum sempat Arthur menyelesaikan perkataannya. Earl langsung menerjang Arthur. Hanya tuhan yang tahu sedang apa mereka tengah malam di belakang rumah Earl. Arthur yang memiliki refleks sempurna dengan cepat berkelit dari serangan Earl. Hanya saja ia tidak sesiap itu untuk segera kabur ketika Earl menarik kakinya dan membanting Arthur ke depan.
"Mati saja kau Arthur! Kau tukang cabul mengerikan! Penguntit rumah orang! Perusak jendela rumah! Makan ini!" Omel Earl memukul dan meninju punggung Arthur. Ia menduduki pinggang Arthur dan menghajarnya sekuat yang Earl bisa.
Ini hari tersial bagi Arthur. Niat baiknya untuk mengunjungi Earl harus berakhir mengenaskan seperti ini. Arthur hanya menerima serangan bertubi-tubi Earl dalam diam. Merasa melawan akan bertambah sakit pukulan Earl setiap menitnya. Arthur pasrah. Membiarkan Earl memukulnya sepuasnya.
"Hah hah hah..."
Earl hampir kehabisan nafas dengan masih menatap kepala Arthur dengan tatapan belum puas. Arthur melindungi kepala belakangnya dengan kedua tangannya. Merasa memiliki kesempatan, Arthur langsung mendorong tubuhnya ke samping hingga Earl terjungkal ke samping dan kemudian Arthur menduduki pinggang Earl dan menahan kedua tangan Earl di atas kepalanya.
Mereka berdua ngos-ngosan mengambil nafas mengisi paru-parunya. Earl bahkan tidak punya kekuatan untuk memberontak lagi ketika Arthur menduduki area terlarangnya.
"Kau hah hhah... dasar gorila," Arthur pun mengistirahatkan kepalanya di dada Earl. Kemeja putih Earl basah karena keringat dan memberikan sensasi memabukkan ketika Arthur menghirup aroma tubuh Earl.
Hanya tuhan yang tahu ketika Arthur dengan posisi itu dengan Earl di belakang rumah. Earl terlalu lelah walaupun ia tidak puas menghajar Arthur, setidaknya kekesalannya hari ini sedikit terbayarkan karena samsak Arthur. Matanya berbinar ketika cahaya bulan mengintip dari balik bulu mata lentiknya, Earl terbaring disana begitu indah bagi Arthur.
"Apakah anak buahmu akan membunuhku karena aku menghajarmu habis-habisan kali ini?"
.
.
.
To be continued