Chereads / Alchemys Meister / Chapter 00 - Memilih Jalannya

Chapter 00 - Memilih Jalannya

Sejak 7 tahun lamanya hingga saat ini, Aina, gadis yang telah kehilangan hampir segalanya menetap pada sebuah tempat seorang diri tanpa ada perubahan di sekitarnya.

Benar. Dia bukan tinggal di dalam kota melainkan di dalam hutan wilayah perbatasan antara Benua Atherdia dan Benua Aeriss.

Disana dia tinggal pada sebuah gubuk tua yang telah lama ditinggalkan. Setelah membersihkannya dari akar berlukar dan memperbaiki beberapa dinding kayu yang telah berlubang, Aina tinggal di dalamnya.

Namun dalam kisaran beberapa tahun yang berlalu. Aina yang beranjak dewasa akhirnya mampu mengembangkan gubuk itu menjadi rumah yang layak untuk dihuni.

Sekarang mungkin umurnya sudah menjadi 19 tahun. Dia sudah cukup dewasa untuk menjadi bagian dari sekelompok masyarakat.

Tempat tinggalnya berada tepat di pinggiran sungai, dengan memanfaatkan perairan itu Aina membuat perkebunan kecil di seberang sungai.

Setelah semua kebutuhannya terpenuhi Aina merasa dirinya seperti berada di surga miliknya sendiri. Namun dalam hatinya, tetap saja ada yang kurang.

Setiap hari hanya menghabiskan waktu memperbaiki rumah, bereksperimen menggunakan peralatan peninggalan orang tuanya, berkebun, dan mengusir monster. Aina mulai merasakan kekosongan dalam hatinya.

Dirinya bosan.

Tujuh tahun adalah waktu yang lama untuk dia habiskan seorang diri, namun tetap saja dia masih tak memiliki keberanian untuk menunjukkan wajahnya kembali pada masyarakat.

Alasannya adalah apa yang terjadi 7 tahun lalu dan juga menjadi alasannya tinggal di dalam hutan.

"Aku kesepian..."

Tak dapat tidur nyenyak dan terbayang akan sosok yang terus mengutuknya hingga akhir hayat, Aina membutuhkan seseorang sebagai teman curhatnya.

Jika tidak, Aina merasa dirinya bisa menjadi gila dalam waktu dekat.

Sudah hampir beberapa tahun ini dia kehilangan hampir semua rasa kemanusiaannya. Dia membunuh monster dan bahkan berusaha memakannya jika dia tidak melihat adanya hewan buruan disana.

Namun perasaan bersalahnya terus menyelamatkannya dari itu. Jika dia tidak mengingat kesalahannya 7 tahun lalu, dia tak akan pernah mengingat bahwa dirinya adalah seorang manusia.

Aina sudah mulai lelah dengan kehidupannya. Dia sudah pernah berpikir untuk bunuh diri beberapa kali, namun ketidakberaniannya menggagalkan niatnya.

Tak akan ada orang yang mau menerimanya, tak akan ada lagi kebahagiaan untuknya, itulah yang dia percayai.

———

Di hari cerah yang tenang dimana Aina bersandar pada bangku di teras rumahnya, dia mendengar suara bising dedaunan di dalam hutan.

Untuk sesaat dia tidak memikirkannya, namun tak lama berselang kebisingan itu semakin terdengar keras.

Aneh untuk mengatakan biasa karena setiap waktu Aina selalu tinggal disana. Dia lebih mengenal keadaan daripada orang normal.

Dan suara tersebut bukan seperti suara hewan berkeliaran. Lebih seperti ada sebuah pertarungan.

Suara logam berat yang mengenai sesuatu dan suara dentuman keras terdengar beberapa kali.

Aina tau hal tersebut tidak berhubungan dengannya, namun suara kebisingan yang tak segera hilang itu membuatnya khawatir.

Jika pertarungan itu membawa mereka pada tempat tinggalnya, Aina bisa kehilangan rumah dan isinya. Karena itu, untuk memastikan tidak terjadi hal yang tak diinginkannya, Aina mempersiapkan diri.

Mempersenjatai diri dengan dua buah senapan angin lawas peninggalan orang tuanya yang telah dia sempurnakan itu, Aina pergi memasuki rerimbunan hutan.

Beberapa saat dia mendengar seperti suara kicauan burung yang tengah melarikan diri dari sesuatu.

Suara gemerisik dedaunan semakin kuat. Aina mengikuti arah kemana suara itu membawanya pergi.

Tak jauh dari tempatnya ada sedikit tanah lapang terbuka, Aina yakin suara itu berasal dari sana karena pepohonan di hutan sendiri akan meredam suara, namun jika di tempat seperti itu maka Aina memakluminya.

Tujuannya adalah untuk mengawasi sekitar, jikalau bisa dia tak ingin terlibat pertarungan langsung apalagi melibatkan dirinya.

Dengan demikian dia mungkin dapat terhindar masalah. Namun jika pertarungan itu justru membawa mereka ke tempat tinggalnya maka Aina tak akan tinggal diam.

Meski hanya berbekal senapan angin, namun dengan penyempurnaan pada kontrol tekanan udara dan ada sedikit bumbu tambahan pada amunisinya, Aina tak perlu khawatir.

"Semakin lama semakin ramai, apakah ada petualang yang kemari?"

Penaklukan monster. Seperti namanya, penaklukan sendiri dilakukan oleh para petualang, meski wilayah tersebut memiliki tingkat kemunculan monster lebih tinggi, namun sepertinya para petualang itu tidak takut.

Mata Aina menangkap dua sosok manusia... tepatnya salah satu diantara mereka adalah Demi-human. Mereka bertarung menghadapi monster besar memiliki empat lengan dan berjumlah tiga.

"Jangan-jangan, Giant Tyran?! Kenapa monster itu ada disini?!"

Meski bukan demon, namun Giant Tyran terbilang cukup mengerikan. Biasanya mereka tersembunyi didalam sebuah dungeon atau wilayah demon cukup dalam.

Namun hingga memunculkan tiga Giant Tyran, sepertinya situasinya dibuat semakin sulit.

Aina akan keluar untuk membantu dua petualang itu, namun niatnya seketika lenyap melihat seberapa kuatnya kedua orang itu. Terutama untuk si lelaki.

Dia bersenjatakan sebuah pedang ringan, namun cukup panjang untuk ukuran pedang normal. Dia mengayunkan pedangnya dengan kecepatan yang bahkan sulit untuk Aina ikuti.

Hal itu berhasil menumbangkan dua Giant Tyran sekaligus dengan tubuh yang terbelah dimana-mana.

'Dia kuat, peringkat petualangnya mungkin sudah obsidian.'

Perunggu, tembaga, perak, emas, kemudian obsidian. Obsidian merupakan tingkatan tertinggi seorang petualang.

Butuh bertahun-tahun setidaknya untuk naik peringkat emas, namun lelaki itu cukup muda dan Aina tak mempercayai jika lelaki itu telah melewatkan seumur hidupnya hanya untuk menjadi petualang tingkat obsidian.

Bahkan jika umurnya sama dengan Aina maka itu mustahil. Butuh setidaknya 15—20 tahun dengan ketentuan permintaan sesuai peringkat agar kau dapat menjadi petualang peringkat obsidian.

Disamping itu, justru yang menarik perhatian Aina adalah gadis yang bersama lelaki itu. Seorang gadis Demi-human dari ras kucing dengan bersenjatakan sebuah pedang besar dua tangan.

Gadis itu padahal terlihat ramping juga tingginya kalah dari sang lelaki, namun dia dapat mengangkat pedang besar itu.

Meski sedikit meragukan kecepatan serangannya, namun gadis itu tidak melepaskan kesempatannya menyerang dengan kekuatan penuh.

Pedang besar itu berhasil melukai tangan Giant Tyran saat monster itu berusaha menyerangnya, namun dapat dihindari.

Melakukan serangan lanjutan, gadis itu mengenai kaki monster besar itu hingga membuatnya tersungkur jatuh.

Melihat punggung besarnya terbuka lebar untuk diserang, gadis itu mengayunkan pedangnya jatuh dengan kekuatan penuh.

Ketiga Giant Tyran itu seketika tumbang hanya dalam hitungan menit.

Aina sampai terperangah memandang kedua sosok kuat tersebut. Saat dirinya sadar tak ada lagi yang patut dia khawatirkan, dirinya melangkah pergi.

Namun sepertinya nasib tidak berada di sampingnya.

"Kau yang disana, tunjukkan dirimu!"

Lelaki itu tepat memandang kearah tempat persembunyian Aina. Sontak hal itu mengejutkannya membuatnya sampai bercucur keringat.

'Jika aku sampai di serang lelaki itu, mau jadi apa diriku? Daging potong?!'

Karena takut dan terpaksa, Aina keluar dari tempat persembunyiannya. Nampak dari pandangannya dia terlihat kesal ada orang yang mengawasi mereka.

"A-aku tak bermaksud memperhatikan kalian, tapi kebetulan saja aku disini."

Berusaha membela diri, Aina berujar. Namun dari tatapan lelaki itu, Aina bisa yakin kalau dia belum bisa dipercaya.

'Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya?'

Memikirkannya dengan segera, Aina berharap agar dirinya tidak menjadi korban ayunan pedang lelaki itu pada selanjutnya.

"Errr... sebenarnya, tempat tinggalku didekat sini. Aku datang hanya untuk memeriksa, tapi sepertinya monster itu sudah kalian kalahkan."

Lelaki itu memperhatikan Aina dari segi pakaian juga perlengkapan yang digunakannya.

Terlihat ringan dan sederhana dan lagi yang membuatnya sedikit menaikkan alis matanya adalah senjata yang dibawa gadis itu.

"Kau, bukan petualang?"

"..."

Aina tak segera menjawabnya. Dari gelagat lelaki dan gadis Demi-human itu, mereka sepertinya mengerti situasi mereka dan memutuskan untuk lebih santai.

Namun, disaat bahu mereka merendah, sebuah pergerakan tak terduga terjadi.

"Awas!"

Aina yang berada di posisi dapat melihat apa yang terjadi di belakang punggung kedua orang itu, segera berseru mengambil posisi siaga dengan senapan angin miliknya.

Menarik pelatuknya dengan cepat, tiga tembakan lepas dari moncong senapan angin itu mengenai kedua bahu monster itu juga keningnya.

Lelaki yang mengetahui posisi monster itu segera menarik kembali pedang dari sarungnya. Satu tebasan menembus perut hingga memotongnya menjadi dua.

Pandangan gadis Demi-human itu menjadi pucat. Dia terkejut mengetahui kalau monster yang seharusnya telah dia lumpuhkan justru kembali bangkit.

"Miya!!"

Lelaki itu terlihat marah dengan berpaling menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya.

Gadis Demi-human itu menunduk takut. Dia terlihat menyesali tindakannya, namun dia tak berani berujar karenanya apalagi menentangnya.

Mengetahui apa yang terjadi Aina mengatakan pada mereka.

"Aku tak tau apakah kalian menyadarinya atau tidak, namun Giant Tyran memiliki lapisan tebal di punggungnya yang melindunginya. Kerasnya setara sebuah perisai ringan."

"Besi kah?"

"Tepatnya tembaga. Siklus hidup mereka adalah menetap pada sebuah dungeon dengan mengkomsumsi mineral yang ada disana. Jika keberuntungan kalian buruk, kalian akan bertemu Giant Tyran dengan punggung terkristalisasi."

Ujar Aina menambahkan. Seharusnya mereka berdua yang adalah seorang petualang dapat segera mengetahuinya berdasarkan informasi dari perserikatan.

"Tunggu, jangan katakan kalian juga bukan petualang?"

———

"Sepertinya kau sudah cukup lama di tempat ini."

Lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Nora itu akhirnya berujar setelah sekian lama terdiam.

Entah mengapa Aina merasa gadis yang selalu bersama Nora itu hanya bertugas sebagai pengganti bibirnya. Nora terkesan cuek tak tak pernah mau memberikan kata-kata yang rumit.

Bahkan seperti saat ini dimana mereka sedang duduk berhadapan di dalam ruang tamu rumah Aina. Aina seperti merasa sopan santun Nora begitu buruk.

"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

"Senapanmu."

Saat Nora mengatakannya Aina berujar 'ah' segera menyadarinya.

Sudah 7 tahun, tidak lebih saat ini mungkin senapan sejenis miliknya sudah lebih maju. Karena tak begitu mengerti kemajuan itu dalam bidang apa, maka Aina hanya terus melangkah 'maju' yang dia ketahui.

"Ini adalah senapan peninggalan orang tuaku, aku hanya mengembangkannya."

"..."

Mungkin dapat menebak apa yang dipikirkan Aina, Nora tidak bertanya lebih lanjut. Dia kembali pada gayanya yang biasa.

Karena merasa bahwa Nora tak akan mengatakan apa pun, Miya memasuki perbincangan mereka.

"Pekerjaanmu itu pandai besi?"

"Tidak, tepatnya bukan itu. Pekerjaanku biasa disebut 'Meister' yang adalah pengrakit."

"Hee... aku baru tau mereka ternyata berbeda."

Gumam gadis Demi-human itu membuat Aina setengah tertawa. Memang terkadang pekerjaannya hampir serupa dengan pandai besi atau yang sering disebut 'Blacksmith'.

Namun sejujurnya jika dilihat langsung pekerjaan mereka sungguh berbeda. Meister akan lebih seperti mengembangkan atau memperbaharui sesuatu yang sudah ada, sedangkan Blacksmith menciptakan sesuatu.

"Lebih dari itu, aku ingin kau menjawab pertanyaanku!"

Daripada menggunakan kata 'aku ingin bertanya sesuatu', Nora semakin membuat Aina kesal.

"Maksudmu tadi?"

"Ya. Jika kau sudah lama tinggal disini, kau seharusnya tau sesuatu tentang Giant Tyran tadi."

Miya yang ingin menghentikan perilaku tidak sopan Nora hanya terdiam. Aina bisa memahami itu karena dia merasakan tekanan kuat berasal dari lelaki itu.

"Terus terang aku ingin mengatakan tidak, tapi kau tau hal itu mustahil. Aku akan mengatakannya dengan syarat kau juga harus menjawab satu pertanyaanku."

"..."

Nora terlihat tidak tertarik, namun Miya mengangguk menggantikannya. Terkadang Aina selalu berpikir kalau lebih baik hanya Miya yang datang ke tempatnya.

"Giant Tyran berasal dari pegunungan selatan. Dari sana mereka..."

———

"Kau yakin tak apa aku membawa ini?"

"Ya, tak masalah. Itu hadiah untukmu, jadi terima saja."

Aina memberikan sebuah liontin dengan permata ungu gelap di tengahnya. Itu adalah permata yang Aina temukan beberapa tahun lalu pada sebuah gua tak jauh dari tempatnya tinggal.

Tempat itu kemungkinan adalah sebuah tambang yang di tinggalkan. Yang Aina tidak tau adalah jenisnya, itu permata, namun terasa seperti logam.

"Kalau begitu sampai jumpa!"

Miya melambai padanya saat Aina membalasnya dengan ayunan tangannya ringan.

Sudah beberapa tahun terakhir Aina berkomunikasi lagi dengan orang-orang. Rasanya waktu berlalu begitu cepat.

"Kota... Aldewn..."

Sepertinya banyak hal berubah setelah Aina tidak pergi ke kota tersebut selama beberapa tahun terakhir maka dari itu untuk memastikan tidak ada keanehan Aina bertanya tentang keadaan kota.

"Sepertinya aku harus pergi ke sana sesekali."

Begitu Aina memutuskannya, dia mempersiapkan diri.

Dia akan berusaha tetap tegar juga dalam upaya untuk dirinya berubah.

Mulai sekarang dia akan mulai mengenal banyak orang dan dekat dengan mereka, namun pikiran itu kembali di benaknya.

Pikiran yang selalu menghantuinya, menyiksa dirinya tiap malam itu merupakan mimpi terburuknya.

"Aku tak akan membunuh seseorang lagi... kan?"