Chereads / TELABOH / Chapter 3 - Mahali

Chapter 3 - Mahali

Namaku Mahali. Nama itu memang mirip nama anak dari wilayah Barat Pulau Sumatera. Namun kedua orangtuaku tidak berasal dari sana melainkan dari Selatan. Bapak yang memberi nama singkat itu. Ketika terlahir, menurut ibu seluruh harga kebutuhan pokok membumbung tinggi. Harga beras melonjak, harga susu jangan ditanya. Pada masa itu, air tajinlah yang menjadi pengganti susu. Walau tidak bergizi, tetapi rasa dan warnanya cukup menyerupai. Kondisi itu mengilhami bapak memberi nama Mahal yang diakhiri dengan huruf i.

Cukup aneh penyebutan namaku memang. Ibuku memanggilku Ali, seperti Khalifah Ali bin Abu Tholib, sahabat Rasul, begitu alasannya. Namun di kalangan teman sekolah, aku akrab dipanggil Maha. Jadi dari panggilan nama saja, sudah dapat dibedakan  mana yang teman sekolah dan mana yang teman rumah. Kalau mereka memanggil Ali, itu artinya dia teman yang tinggal di sekitar rumah, kalau dia sebut Maha, itu teman di sekolah.

Wajahku lumayan, tidak jelek juga tidak ganteng, biasa saja. Tubuhku kurus berambut ikal dengan tinggi rata-rata orang Melayu kebanyakan, tidak pendek juga tidak terlalu tinggi. Yang menjadi ciri khasku adalah bibir yang susah tertutup rapat ini. Beruntung warna kulitku terang sehingga layak dipandang orang.

Rumah baru, tetangga baru serta sekolah baru, semua yang serba baru itu membuatku harus bisa beradaptasi. Tak seberapa jauh dari rumahku yang masih sepi penduduk, aku menjalin persahabatan dengan Andi. Ia berasal dari keluarga lumayan berada. Takjub juga aku, dia bisa bersahabat dengan anak penjual kue. Kendati kami tidak satu  sekolah, namun dengannya aku bisa berbagi.

Perawakannya sedang, mukanya oval berkulit tidak putih juga tidak terlalu gelap. Hidungnya yang mancung menjadi daya tarik khusus yang sepertinya tidak ia sadari. Andi suka olahraga mulai dari bola voley, pimpong hingga bermain sepeda. Ia juga suka musik. Sebuah gitar akustik keluaran merk ternama terpampang di dinding kamarnya.

Lucu juga, aku yang kurang suka berolahraga, karena kerap berinteraksi dengannya, mulai ikut-ikutan bermain voley, pimpong dan sepeda. Namun untuk urusan yang satu ini, aku memang tidak memiliki bakat. Terkadang malah jadi bahan cemoohan teman.

Pernah suatu ketika, karena kekurangan personil, terpaksa aku ikut berlatih voley. Tiba giliran aku melakukan serve, bola yang kupukul mengenai kepala teman sendiri. Tidak hanya sekali, setiap mendapat giliran serve, selalu bola itu mati di tanganku. Ah, pokoknya latihan bola voley sore itu jadi kacau gara-gara aku.

*****