Penembak itu terkejut melihat reaksi Alona. Tangannya menjadi setengah kaku, jari-jemarinya yang panas seketika muncul butiran keringat dingin, sedingin es di kutup utara. Bibirnya bergetar, kemudian ia mengeluarkan suara untuk pertama kalinya.
"Heh..." Senyum simpul di wajahnya, seperti senyuman iblis. Bibirnya mengerucut ke bagian kanan atas.
" Kau pikir!, dengan kamu mati!." Semua dendamku akan hilang?. Keluarga ku akan kembali?!. Kebahagiaan, cinta dan semua yang kumiliki akan kembali?."
Pistol itu ia tarik, dan di arahkan tepat diantara kedua mata Alona.
Penembak itu kemudian meraih dagu Alona yang panjang dan seksi itu. Ia tarik hingga wajah mereka saling bertatapan.
Alona merasakan sakit, yang amat sakit, ketika pria itu menarik dagunya. Tatapan Penembak itu, menambah keinginan Alona untuk segera menembakan pistol itu, tepat di kepalanya.
"Tidak!, semuda itu Nona...! Setiap sakit yang kurasa, penderitaan yang ku alami, orang yang kucintai pergi meninggalkan ku!. Kamu pikir itu, lelucon!?. Setiap dosa yang terjadi di masa lalu yang menimpa keluarga ku!, penyebabnya adalah keluargamu. Tidak kah...Kau tahu itu?!"
"Oh..., Aku tahu.... Keluarga mu memang pandai menyembunyikan bangkai."
Penembak itu, melontarkan kata-katanya dengan jelas dan lantang. "Ada penjual tentu saja ada pembeli nya. Ada harga, tentu saja ada penawarannya. Harga ku sangat mahal! Nona... Apakah Kau... siap? melakukannya demi kakak mu?"
Alona mempertegas tatapan matanya pada Penembak itu. "Sudah ku katakan, Tuan...!" Aku siap melakukan apa saja. Kau tidak usah kahwatir dengan janjiku. Bahkan Kau bisa membunuhku juga, jika aku ingkar pada janjiku."
Pria itu membelai pipi Alona, tangannya terus menyusuri pipinya yang cantik dan merona, seperti buah plum. Jari-jemari pria itu kemudian mencengkeram tengkuk Alona dengan sangat kuat. Pria itu kini mendekatkan bibirnya pada telinga Alona. Sangat intim, seperti sepasang kekasih yang sedang di mabuk cinta.
" Oh... manis sekali...! Aku sangat terharu terhadap pengorbanan mu."
Pistol ditangan lelaki itu, ia mainkan menyusuri pipi Alona lalu diturunkan sampai ke dadanya. Ia mengengam pundak Alona dan mendorongnya ke lantai dengan sangat kuat.
"Brak!" Tubuh Alona terjatuh ke lantai. Alona meringis menahan sakit. Tanpa terasa air matanya sudah berjatuhan yang dari tadi ia tahan.
"Dengarkan aku baik baik Nona...!." Aku tidak akan mengulangi ucapan ku, dan satu lagi Aku tidak suka memberikan ampunan pada musuh-musuh ku. Malam ini, jam 7 malam di Golden Hotel. Kamar nomor 4010 lantai 30. Aku tunggu Kau di sana. Aku suka dengan gadis yang masih polos dan belum terjamah oleh siapapun." Pria itu melontarkan kata-kata nya dengan nada mendominasi, seperti seorang Raja yang memberikan printah pada mentri-mentri nya.
Pria itu kembali mengingatkan Alona.
"Ganti pakaian mu, Aku tidak mau melihat orang yang menyedihkan. Temuilah Aku dengan wajah yang gembira...."
"Aku akan membawa kakak mu ke rumah ku. Kau tak usah kahwatir di rumah ku tersedia fasilitas medis lengkap.
" Ingat!. Jika kau ingkar janji bahkan melaporkan kejadian ini. Aku akan mengirim jasad Kakak mu pada saat itu juga."
Dengan wajah muram dan penuh kebencian. Pria itu memerintahkan anak buahnya untuk membawa kakak Alona.
"Bam!" dilemparkannya kartu berwarna hitam bertulisan tinta emas ke hadapan Alona. Kartu itu bertuliskan "Golden Hotel 4010."
"Ambil ini....! Ganti semua penamiplanmu, aku mau Kau terlihat sempurna. Aku tidak suka meliaht mu seperti ini, sungguh membuatku jijik....!"
Sebelum Alona menjawab syarat penebusan dari pria itu. Ia sudah pergi meninggalkan-nya. Alona tersadr ketika pintu rumahnya dibanting sangat kuat hingga menimbulkan getaran pada dinding rumahnya.
Alona menaggis, tubuhnya terasa seperti kapas, tidak ada kekuatan. Alona mencoba berdiri, namun kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya.
"Bruk...!" Alona terjatuh, tersungkur ke lantai.
Tanggan kiri nya ia jadikan sandaran wajahnya. Alona mengingat semua kejadian penembakan itu. Pistol yang di tembakan kepada kakanya, ia memohon pengampunan pada penembak untuk kakanya, penembak yang memberikan syarat penebusan. Semua kejadian itu terus berputar-putar di pikiran Alona. Memikirkan kejadian itu membuat Alona menangis tersedu- sedu. Suaranya sudah seperti kaset kusut, iramanya tidak beraturan. Alona merasakan lelah pada tubuhnya, matanya mulai merasakan kantuk yang berat hingga ia tanpa sadar tertidur dalam posisi memeluk lantai.
Jam dinding di ruang tamu itu berbunyi sangat kuat hingga membuat Alona terbangun dari tidurnya. Alona menghitung setiap dentingan jam itu.
"Satu..., Dua..., Tiga..., Empat..., Lima..., Jam itu berhenti di hitungan yang ke lima." Mendengar jam itu berhenti Alona tersadar akan janjinya dengan pria itu.
"Aaaaaaaaaakh!" Alona berteriak. Jeritannya memenuhi semua isi ruangan rumahnya . Teriakannya seakan-akan meruntuhkan rumah dua lantai itu.
Alona melihat dan menyusuri setiap inci di ruangan itu. Tatapanya berhenti tepat di mana kakanya tertembak. Ada noda darah segar disana, bau amis darah sangat menyengat. Semua isi ruangan itu hancur tidak berbentuk. Kursi, Meja, Foto di rumahnya berserakan di mana-mana. Vas bunga dari tanah liat dengan ukiran burung Angsa dan pemandangan, semuanya hancur. Vas bunga itu koleksi ibunya Alona ketika ia masih hidup dulu, kini sudh hancur berkeping-keping.
" Tidak adakah kebahagaian yang tersisa untukku?."
Alona tidak percaya dengan semua yang terjadi padanya saat ini. Semua berlalu seperti mimpi buruk. Kenapa ini terjadi?, Kemana penjaga keamanan rumahnya, "Kamana?"
Baru sebentar saja ia merasa bahagia saat memasuki rumahnya. Tapi pas melihat kenyataan ini. Alona seperti terbakar kobaran api neraka. Rumahnya bukan lagi surga seperti dulu. Tidak ada kebahagiaan. Semua berlalu bagai mimpi indah di siang bolong.
Alona kini sendiri memikirkan keselamatan kakaknya. Ia harus berjuang keras untuk menyelamatkan kakaknya. Alona kembali berfikir bagaimana kebaikan kakaknya padanya. Kakak yang selalu menemani di sepanjang hidupnya. Kakak yang menemani tidurnya saat ia ketakutan. Kakak pria sejati yang telah tertanam di hatinya.
Kakak Alan tunggu aku menyelamatkanmu aku pasti datang. Kau pasti selamat. Aku berjanji. Seluruh hidup dan nyawaku hanya untuk kakak. Jika kakak tiada akupun seperti itu. Kakak bertahanlah sampai aku menjemputmu pulang. Saat itu aku Alona sendiri yang akan membawa kakak pergi.