"Aku tak tahu harus ngomong apa sama kamu. Bisa-bisanya kau pergi ke sana dan mengacak kamar orang, ingatlah kau itu model! Bagaimana kalau ada wartawan yang tahu tentang kejadian ini, bisa-bisa karirmu tamat!?" Kessi mendengus kesal sembari mengusap pipinya yang ditampar keras oleh Panji.
"Hei!" Kessi memusatkan perhatian kepada Panji. Pada awalnya dia menatap lama dari balik kaca jendela mobil. "Aku sedang menegurmu! Bisa-bisanya kau tak memperhatikanku!?" Panji mengerang kesal tiba-tiba mengejutkan Kessi di sampingnya.
"Sudahlah untuk apa aku mengatakan hal ini kepadamu, toh kau tak akan mendengarkanku." lanjut Panji berwajah masam. Kessi tersenyum mengejek.
"Itu kau tahu lalu kenapa repot-repot menasehatiku?"
"Karena kau sepupuku." Panji mengeluarkan napas berat. "Kessi setelah kedua orang tuamu meninggal, Ayah dan Ibuku yang merawatmu begitu juga denganku. Selalu mencoba bersabar walau kami tahu sifat burukmu, sampai sekarang. Tolonglah Kessi jangan buat hal yang seperti ini lagi pula kau itu sudah menjadi model yang terkenal sekarang tidakkah kau puas dengan pencapaianmu sekarang?"
"Heh, tentu saja aku tak puas!" balasan dari Kessi hanya membuat kepala Panji pusing.
"Saga telah membuangku dan aku ingin mengambil apa yang menjadi hakku! Salah sendiri dia memintaku jadi pacar dan tidur denganku padahal istrinya ada."
"Tetapi semua itu rencanamu untuk membuat Saga menjauh dari Lisa. Kamu harus bersikap baik mulai sekarang. Kerjakan pekerjaanmu dengan cara terima undangan ini." Kessi mengkerutkan kening.
Dia mengambil cepat undangan tersebut. Membaca sesaat lalu senyum lebar. "Kau benar juga. Aku seorang model yang terkenal jadi untuk apa aku mengemis pada orang yang tak peduli padaku?" Panji mencebik.
"8Nah itu kau tahu, jangan melakukan kesalahan yang sama. Aku hanya ingin kau hidup dengan baik tanpa menipu lagi. Tetapi apa kau tak takut?"
"Takut? Kenapa harus takut?" Pertanyaan Kessi terkesan enteng.
"Kau tak takut apa jika semua orang yang kau tipu itu kembali dan mengganggumu lagi, ingatlah karma selalu ada." Kessi tersenyum kambing.
"Buat apa takut sama orang yang sudah tak punya apa-apa lagi? Walau mereka berusaha memasukkanku ke penjara aku yakin bahwa aku bisa lolos." Dalam diri Panji, pria itu menyesal karena melontarkan perkataan tersebut.
Dia seharusnya mengerti bahwa Kessi tak akan mendengar nasihat kecuali Kessi menyadarinya sendiri.
💟💟💟💟
Beberapa hari kemudian, Saga mengenakan jasnya untuk pergi ke pesta sang producer. Rambutnya yang tertata rapi ditambah dengan setelan yang dia pakai menambah pesona maskulin dari Saga sendiri.
Dia keluar dari kamar dan berpapasan dengan Lizzy. Kekikukan muncul dari dalam diri Saga terutama melihat ekspresi Lizzy yang menatapnya aneh. "Apa aku terlihat tampan?" tanya Saga pelan. Lizzy mengerjapkan matanya, melirik Saga dari bawah ke atas.
"Ya, penampilanmu bagus." Saga tersenyum kecil. Senang rasanya dipuji oleh Lizzy dan gadis itu sadar akan kesenangan yang tampak pada Saga hanya dengan melirik. Santi datang dengan membawa segelas teh untuk Lizzy.
Kedua matanya memandang tepat kepada Saga. "Wah Tuan terlihat tampan sekali memakai jas itu." puji Santi.
"Terima kasih Bibi, saya pergi dulu. Sayang.." Lizzy menengadahkan kepalanya melihat Saga.
"Aku pergi dulu ya." ucapnya sambil memulas senyum menawan. Sebagai reaksi hanya anggukan pelan dari Lizzy. Ketika Saga pergi, Lizzy bingkas bangkit membuat Santi bertanya-tanya terlebih mendengar ucapan Lizzy.
"Sebaiknya aku bersiap-siap untuk ke pesta juga."
💟💟💟💟
Tempat pesta dipenuhi banyak orang-orang penting. Saat itu producer John sedang berbincang dengan Saga. "Terima kasih atas undangannya Tuan John." ucap Saga.
"Sama-sama Tuan Saga. Aku sudah berhutang banyak pada perusahaan tak baik jika aku tak mengundang orang yang sudah banyak membantuku."
"Apa itu berarti Ayahku akan datang?"
"Bukan hanya Ayah anda melainkan keluarga besar anda." John melirik ke arah pintu. Dia tiba-tiba tersenyum dan menyapa seseorang.
"Aku harus ke sana dulu." Saga hanya mengulum senyum tipis, membiarkan John menyapa orang yang baru datang.
Matanya terus melihat punggung John hingga dia menangkap seseorang yang tampak dia kenal. Itu Lizzy. Dia sedang bertegur sapa dengan John dan kelihatannya mereka akrab.
Penampilan Lizzy sama seperti biasa selalu mempunyai pesonanya tersendiri. Saga juga terjebak dan tak sadar kalau saat ini Lizzy berada di hadapannya sambil melambai dekat ke muka Saga mencoba mengambil perhatian.
"Saga.." Saga kembali ke alam nyata mendengar sayup-sayup namanya dipanggil oleh Lizzy.
"Apa yang kau pikirkan?" Saga menggeleng sambil memulas senyumnya yang bodoh lalu bertanya.
"Bagaimana kau bisa kenal dengan Tuan John? Harusnya kau bilang dari tadi kalau kau datang ke pesta juga jadi kita bisa pergi ke sini bersama-sama." Omelan Saga sama sekali tak digubris oleh Lizzy. Jangankan gubris, Lizzzy tak menaruh minat dan memilih untuk memandang tamu-tamu yang baru masuk.
Sesosok pria dengan wajah cantik bukanlah orang asing bagi Lizzy. Segera saja dia hampiri orang itu dan menyapa orang itu. "Kai.." Si pria cantik menoleh, tersenyum pada Lizzy.
"Lama tak berjumpa Lizzy.. kita akhirnya bisa berjumpa lagi setelah sekian lama." Kai, pria cantik ini adalah teman hacker Lizzy. Mereka berkenalan saat ospek kuliah dan menjadi teman baik sejak saat itu.
Jika Lizzy memilih jurusan bisnis Kai justru memilih jurusan teknologi lalu setelah mendapat sarjana dia lebih suka duduk di rumah dan mengerjakan permintaan orang-orang termasuk pekerjaan yang disuruh oleh Lizzy.
Saga menyipitkan kedua matanya melihat pemandangan janggal itu. Lebih tepatnya cemburu namun dia tak mau melakukan hal yang gila sama seperti kejadian kemarin. Saga menghampiri keduanya.
Memberikan jarak antara mereka dengan menarik tubuh Lizzy ke belakang. Kai memandang ganjil. "Siapa kau?"
"Aku suami Lisa." balas Saga ketus. Kai makin heran saja mendapat kabar dari pria yang sama tak dia kenal itu. Bagaimana bisa dia menyebut sahabatnya itu Lisa sementara yang di depannya itu Lizzy.
"Tuan aku.." perkataan Kai terhenti melihat isyarat mata Lizzy yang ingin dia diam. Kai menatap keduanya bergiliran dan tanpa bicara Kai mengerti, pria yang ada dihadapannya sekarang adalah pria yang selalu dibicarakan Lizzy, Saga Pranaja.
"Perkenalkan namaku adalah Kai, aku adalah teman istrimu." Kata-kata yang sangat tak biasa bagi Kai baik segi pengucapan dan pendengaran. Kai sendiri tak percaya bisa mengucapkan hal itu.
"Senang bertemu denganmu Kai. Sekarang aku mohon jauhi istriku."
"Saga dia temanku, tidak salahkan aku mengobrol dengannya." tegur Lizzy kesal.
"Tetapi.."
"Biarkan aku berbicara dengannya. Terlebih dahulu jika tidak, aku tak akan berbicara denganmu lagi." ancaman Lizzy membuat dia menyerah.
Saga menjauh dari mereka, memberi ruang bagi keduanya untuk berbicara. "Jadi kau sudah menyiapkan semuanya?" Kai tersenyum miring. Dia memperlihatkan tas yang dia bawa.
"Semua sudah tersedia, tinggal menunggu waktu sampai beberapa temanmu datang dan juga si penjahat itu."
"Bagus.." Suara alunan musik yang lembut memenuhi seisi ruangan. Beberapa pasangan mulai menari mengikuti musik tersebut. Sebuah tangan terulur pada Lizzy menyebabkan kebingungan dalam dirinya saat melihat Saga yang gugup. "Apa kau mau menari denganku?"