Beberapa jam kemudian, Saga mengerang lemah. Kepalanya terasa berat. Susah payah, Saga berangsur duduk dan membuka matanya. Di depannya ada sebuah teh hangat yang disodorkan untuk Saga.
Siapa lagi kalau bukan Lizzy, "Minumlah." Saga mengambil gelas itu dari Lizzy dan meminum teh hangat tersebut. Kedua matanya terus menatap Lizzy yang kini membaca buku.
"Kau menemukanku di mana?"
"Di taman. Kau mabuk berat, itu ada obat pengar." mata Lizzy melirik sebuah obat yang ada di atas meja lalu kembali fokus pada bukunya.
"Kau peduli padaku?" Ada nada tak dalam pertanyaan tersebut.
"Kalau bukan aku siapa lagi? Minumlah obat itu." Saga meraih obat itu. Meminumnya kemudian memandang lagi kepada Lizzy. Dia mendekatinya dan membuat pundak Lizzy sebagai penyangga kepalanya.
"Apa kau serius dengan ucapanmu?" Lizzy membuka halaman buku dengan tenang yang membuat dia diam.
"Lisa.."
"Diamlah. Jika kau tak mau mendengar apapun tentang itu sebaiknya tak usah ingat lagi. Urus saja urusanmu yang lain." tegur Lizzy tak memperhatikan Saga.
"Lisa.."
"Aku menegurmu karena aku benci melihatmu seperti tadi. Kau sangat menyebalkan ketika mabuk." Saga tertegun. Rasanya senang dinasehati oleh Lizzy walau hanya secuil saja tetapi Saga bisa mendapat perhatian dari Lizzy.
"Apa kau akan pergi ke pesta yang dibuat producer terkenal itu?" Saga menautkan alis. Saga memposisikan tubuhnya tegak kembali melihat Lizzy dengan penuh tanda tanya.
"Apa maksudmu?" Lizzy mengeluarkan sebuah undangan atas nama Saga. "Dari tadi seseorang datang dan memberikan ini padaku. Undangan pesta dari producer John."
Saga menerima undangan tersebut untuk dibaca sesaat. "Undangan ini hanya untukku seseorang tetapi.."
"Kau harus datang." Saga memalingkan wajahnya sekali lagi kepada Lizzy. "Dia mengundangmu, masa kau tak datang? Ini producer John loh!" Saga merasa ada yang janggal. Kenapa Lizzy yang bersikeras agar dia pergi?
"Memangnya ada apa di sana?" Lizzy mengangkat salah satu sudut bibirnya.
"Akan ada kejutan yang menunggumu." Saga makin sangsi saja. Melihat Lizzy yang menginginkan Saga berada di pesta itu, apa boleh buat Saga akan datang.
Ponsel Lizzy berbunyi. Sesudah melihat layar ponselnya sekejap, Lizzy berangsur menjauh dari Saga yang masih mengamati dengan seksama undangan dalam tangan. "Halo,"
"Halo, Lizzy. Wah terima kasih ya karena sudah memberiku undangan."
"Tentu saja kawan, kau juga harus datang untuk melihat kehancuran Kessi lagi pun kau yang akan meretas untuk menampilkan videonya." seringai Lizzy.
💟💟💟💟
Hari itu, mobil milik Kessi berhenti tepat di depan sebuah rumah megah. Panji menyeringit. Sejujurnya dia tak tahu ini rumah siapa dan mau apa Kessi di rumah yang tampak mengagumkan itu.
Tak banyak bicara, Kessi keluar dari mobil dan berjalan masuk. Panji yang bosan ikut keluar setelah beberapa menit berdiam di mobil. Dia mendekati papan nama yang tergantung tak jauh darinya dekat gerbang pintu yang terbuka sedikit karena Kessi masuk.
"Kediaman Saga Pranaja." Kedua mata Panji melebar. Lekas dia masuk, dua orang penjaga tampak tak berdaya melihat wajah sangar Panji yang berarti dia tak bisa diganggu.
Di dalam rumah, Panji menemukan beberapa pelayan dengan wajah yang tak enak dipandang. Suara ribut terdengar dari lantai dua. Panji buru-buru naik, matanya membelalak begitu dia mengikuti asal suara dan mendapati Kessi tengah mengobrak-abrik kamar Saga.
Panji naik pitam. Dia mendekati Kessi dan menampar mukanya dengan keras. "Apa yang kau lakukan Kessi?! Beginikah cara orangtuamu mendidikmu, Mengacak rumah orang?!" Kessi tak menjawab. Dia membalas perkataan Panji dengan pelototan marah.
"Sekarang ayo pulang!" Panji menarik tangan Kessi kasar, menyeret agar dia keluar dari kamar yang sudah berantakan akibat ulah Kessi. Kessi sontak saja menarik tangannya agar keluar dari cengkraman Panji. Lantang Kessi berkata,
"Aku tak mau pulang dengan tangan hampa?!" ujar Kessi bersikeras supaya dia tetap tinggal.
"Tidak! Kau harus pulang denganku!" Panji kembali mencengkram tangan sepupunya itu. Kali ini Panji tak menyerah dengan menyeret berkali-kali tubuh Kessi. Seorang pelayan yang melihat pertengkaran dua orang itu mengambil telepon rumah. Ditekannya beberapa tombol lalu mengarahkan ke telinganya.
💟💟💟💟
Lizzy masih membaca buku sesaat sebelum sebuah telepon mengganggu Lizzy dari larutnya membaca buku. "Halo," ucap Lizzy ketika dia mengangkat telepon rumah.
"Halo Nyonya, dari tadi Kessi datang ke rumah dia mengobrak-abrik kamar Tuan." Lizzy membulatkan matanya. Punggung yang awalnya dia sadarkan, ditegakkan.
"Lalu apa kalian menahannya?" Nada serius terdengar dari Lizzy.
"Tidak Nyonya, ada seorang pria yang datang tiba-tiba dan menyeret dia keluar dari rumah." Lizzy menggeram. Kessi keterlaluan sekali dengan mengacak rumah Saga. Meski Saga adalah pria berengsek dan jujur memang itu pantas didapatkan oleh Saga tetapi perbuatan Kessi sungguh tak bisa melakukan perbuatan yang tak tahu malu itu.
"Apa kalian mempunyai cctv di kamar Saga?"
"Ada Nyonya, cctv itu hanya dipasang ketika Tuan Saga tak ada di rumah." Lizzy kemudian meminta cctv tersebut supaya menjadi bukti.
Sudah saatnya Kessi menerima karma.